Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karen Ann Quinlan tidak mati sia-sia. Dialah pasien pertama di dunia yang mencuatkan debat eutanasia. Setelah terjatuh gara-gara mabuk minuman keras, Nona Quinlan, yang waktu itu berumur 21 tahun, terbaring koma. Mesin-mesin kedokteran dikerahkan demi memperpanjang napasnya. Akhirnya, sepuluh tahun kemudian, pengadilan New Jersey, AS, menyetujui permintaan orang tua Quinlan untuk mengakhiri riwayat si sakit. Pada 11 Juni 1985, kabel-kabel mesin dicabut. Nona Quinlan pun meninggal dengan sebenar-benarnya.
Kasus Quinlan pula yang memunculkan istilah PVS (persistent vegetative state?keadaan vegetatif menetap atau disebut juga kondisi kematian batang otak). Dua ahli neurologi, Fred Plum dan Brian Jennet, merujuk kondisi PVS ini untuk pasien yang bangun tetapi tanpa kesadaran. Istilahnya, wakefulness without awareness.
Zaman modern, dengan kemajuan teknologi kedokteran, memang memungkinkan semakin banyaknya kasus PVS. Di Amerika Serikat saja saat ini diperkirakan ada 10 ribu-25 ribu pasien dalam kondisi PVS. Se-bagian besar, 70 persen, telah terbaring tanpa daya lebih dari setahun.
Tingginya angka PVS membuat berbagai organisasi neurologi menyerukan pentingnya kajian mendalam tentang apa dan bagaimana PVS. Paus Yohanes Paulus II pun menyerukan hal serupa. "Sebab, betapapun parah keadaannya, para pasien ini adalah juga manusia. Mereka tidak akan pernah berubah menjadi tumbuhan atau binatang," kata Paus dalam sebuah pengantar seminar tentang PVS, awal tahun ini di Roma, Italia.
Apa sebenarnya keadaan vegetatif? Institut Kesehatan Nasional (NIH) Amerika Serikat membedakan pengertian koma dengan keadaan vegetatif. Koma, demikian tertulis dalam situs NIH, adalah kondisi tidak sadar berkepanjangan yang membuat pasien tak bisa merespons situasi di sekitarnya. Namun, otak pasien masih menunjukkan aktivitas fungsi luhur?memori, pengenalan lingkungan, kepekaan terhadap rangsang?biarpun amat samar.
Apabila pasien koma sanggup bertahan hidup tetapi tetap tidak sadar, dia disebut memasuki keadaan vegetatif. Pasien bisa saja sesekali membuka-menutup mata, bahkan menangis, tetapi semua gerakan ini muncul tanpa disertai kesadaran. Berbagai fungsi luhur yang diatur batang otak, yakni otak bagian tengah atau medulla oblongata, telah hilang. Inilah sebabnya kondisi vegetatif juga disebut kematian batang otak.
Di luar negeri, penetapan status PVS dilakukan tim medis. Setelah pasien resmi dinyatakan PVS, pengadilan bisa saja menyetujui dicabutnya mesin penopang hidup pasien. Pada kasus Karen Ann Quinlan, seorang perawat bersaksi: "Sesekali dia (Quinlan) berkedip ketika ditanya dan matanya seolah-olah bergerak. Tapi tidak ada tanda-tanda respons apa pun setelah itu."
Bagaimana dengan Agian Isna Nauli Siregar? Agian, 33 tahun, hampir empat bulan terbaring di ranjang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Setelah melahirkan anak kedua, pada 20 Juli 2004, Agian terserang stroke yang membuat sebagian besar fungsi tubuhnya macet. "Dia tidak lagi mengenali saya," kata Panca Satrya Hasan Kesuma, sang suami. Hasan yakin istrinya mengalami koma.
Namun, Profesor Yusuf Misbach, ahli neurologi dari RSCM, berpendapat lain. Pasien yang sedang koma tidak bisa menanggapi berbagai macam rangsangan. Padahal, meskipun teramat lemah, mata Agian masih bisa lirak-lirik. Dia juga bisa menjerit dan bahkan merespons pertanyaan, kendati bukan dengan bahasa verbal. Yusuf menjelaskan, bagian otak Agian yang rusak dihantam stroke terutama adalah yang mengatur fungsi motorik. Fungsi komunikasi dan pengenalan lingkungan memang terganggu, tetapi bisa dipulihkan perlahan-lahan me-lalui fisioterapi.
Pekan lalu, ketika ditengok Tempo, Agian bisa menjawab pertanyaan dokter meskipun dengan anggukan lirih tanpa tenaga. Yusuf menekankan, "Jadi, tidak benar Agian itu koma."
Mardiyah Chamim, Sita Planasari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo