Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Pemilu 2024, salah satu tantangan yang akan dihadapi Komisi Pemilihan Umum adalah kesiapan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Para petugas KPPS ini nantinya akan menjadi garda terdepan dalam proses pemilu dimulai dari persiapan di tempat pemungutan suara (TPS), hari pencoblosan, hingga proses penghitungan suara, perekapan, dan pengiriman pelaporan hasil pemungutan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pemilu sebelumnya, masyarakat sempat dihebohkan dengan laporan jumlah kematian petugas KPPS saat pemilu 2019 mencapai 894 orang dan 5.175 petugas mengalami sakit. Kejadian ini tentu menjadi perhatian bersama untuk dapat dilakukan pencegahan, guna angka kesakitan dan kematian dapat terkendali dan risiko yang berhubungan dengan kegiatan Pemilu 2024 dapat dikurangi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) menemukan bahwa faktor risiko kesakitan dan kematian dapat berasal dari individu petugas, pekerjaan, dan lingkungan kerjanya.
“Hasil penelitian menunjukkan, faktor individu yang didapat berupa tingginya proporsi petugas dengan usia lebih dari 60 tahun, berpendidikan rendah, dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya. Di samping itu, para petugas umumnya kurang tidur (tidur kurang dari 6 jam) sebelum hari pemungutan suara,” kata Dewi Sumaryani Soemarko yang merupakan Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dilansir dari situs UI pada Kamis, 28 Desember 2023.
Lebih lanjut, faktor lingkungan kerja juga sangat memengaruhi. Didapatkan fakta bahwa sebagian besar TPS menggunakan tenda dan lama kerja 18 jam dari standar 8 jam per hari, serta terdapat faktor heat stress (tekanan panas/cuaca ekstrim).
Sementara itu, untuk faktor pekerjaan risiko lainnya didominasi oleh faktor psikososial dengan stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelebihan beban kerja kuantitatif.
Faktor risiko lain adalah kepemimpinan dan komunikasi antar anggota tim dengan pimpinan atau wakil pimpinan KPPS. Sedangkan, respons stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelelahan.
Rekomendasi Keselamatan KPPS
Untuk itu, guna mempersiapkan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas KPPS pada Pemilu 2024, FKUI melakukan pemetaan faktor risiko dan memberikan rekomendasi keselamatan kerja yang dibagi menjadi delapan bagian.
Pertama adalah physical, meliputi penyediaan fasilitas kipas angin dan toilet yang bersih serta mudah dijangkau, penyediaan air minum yang diisi berkala dan petugas KPPS saling mengingatkan untuk cukup minum.
Selain itu, TPS dibangun di tempat tertutup dengan sirkulasi udara yang baik serta menghindari tempat seperti lapangan yang panas dan dapat menimbulkan becek saat hujan, memasang penangkal petir dengan grounding yang baik (untuk bangunan permanen/sementara).
Kedua adalah chemical, direkomendasikan agar petugas KPPS selalu menggunakan masker sebagai antisipasi penyebaran virus penyakit dan sebagai filter dari bau spidol dan tinta. Ketiga Biological, yaitu waspada terhadap gigitan nyamuk dan serangga, tersedianya fasilitas cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang dilengkapi dengan pengering tangan, memperhatikan keamanan pangan (makanan segar, tidak basi) dan makan sesuai waktunya. Selain itu, perlu ada petugas khusus pengolah limbah sampah (terutama sampah makanan) dan letak pembuangan sampah yang dipisahkan jauh dari TPS.
Rekomendasi yang keempat adalah ergonomic, yaitu ketersediaan fasilitas kursi dan meja yang memadai termasuk disediakan tempat sandaran kaki, melakukan mini break dan stretching (termasuk jari-jari) setiap dua jam di posisi tempat bertugas dan lakukan gerakan exercise yang dapat dilakukan di tempat duduk/tempat tugasnya.
Di samping itu, perlu ada shuttle local untuk transportasi petugas ke rumah masing-masing dengan jarak lebih dari 2 kilometer, menyediakan penerangan yang cukup dan tersedia genset/listrik/penerangan lain yang berfungsi untuk memfasilitasi perhitungan suara sampai malam hari, serta menyediakan pengeras suara lengkap dengan akses listrik dan baterai beserta cadangannya.
Kelima adalah psychosocial/stressor. Dewi mengatakan sangat direkomendasikan untuk membatasi waktu kerja dengan metode log waktu kerja, tidak melakukan kegiatan berturut-turut selama lebih dari 10 jam tanpa istirahat sama sekali dan direkomendasikan untuk melakukan kerja gilir bila waktu kerja panjang.
Selanjutnya, rekomendasi yang keenam yaitu work environment, antara lain membuat tambahan panduan singkat sesuai kondisi TPS masing-masing, menyediakan jalur komunikasi yang jelas seperti WhatsApp grup atau handy talky, dan membangun TPS yang semi tertutup agar lingkungan kerja lebih nyaman (tidak becek) dan dibedakan antara ruang tunggu dan ruang kerja.
Ketujuh, individual yaitu kriteria layak sehat untuk petugas KPPS dengan adanya surat keterangan sehat dari puskesmas atau faskes primer. Perlu juga dibentuk satgas medis di tingkat kecamatan sebagai pelaksana emergency response petugas KPPS bila ada call out emergency.
Terakhir, yang kedelapan adalah budaya kerja dan koordinasi. Petugas KPPS diingatkan bila ada keluhan kesehatan seperti sakit kepala, pandangan kabur, lemah, dan letih untuk segera menghentikan pekerjaan dan segera meghubungi satgas medis kecamatan untuk diperiksa. Melakukan team building dan ice breaking terlebih dahulu oleh panita KPU kepada petugas KKPS.
Pemetaan faktor risiko dan rekomendasi keselamatan kerja bagi petugas KPPS tersebut diserahkan langsung oleh Dekan FKUI Ari Fahrial Syam kepada KPU RI yang diwakilkan oleh Kepala Biro Hubungan Antar Lembaga KPU Dohardo Pakpahan pada Kamis, 21 Desember 2023 di Kantor KPU.
Dohardo menyambut baik pemetaan faktor risiko dan rekomendasi keselamatan kerja yang telah disusun oleh FKUI. Menurutnya, dengan jumlah petugas KPPS yang sangat besar, penting untuk diperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan dari para petugas tersebut.
“Selanjutnya, perlu dilakukan rapat dengan perwakilan dari Fakultas Kedokteran UI untuk menyampaikan supaya nanti petugas semakin tahu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, khususnya yang terkait dengan kesehatan,” ucap Dohardo.
Sementara itu, Dekan FKUI Ari Fahrial dalam sambutannya mengatakan, “Kami harus menekan jumlah kematian dan juga angka kesakitan petugas seminim mungkin. Selain itu, perlu ada jaminan kesehatan, misalnya dengan BPJS, ketika para petugas mengalami sakit karena tugas,” kata Ari Fahrial.