Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Aroma Istana Sengketa Beringin

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly memanaskan Partai Golkar. Bersaing mencari sokongan pemerintah.

16 Maret 2015 | 00.00 WIB

Aroma Istana Sengketa Beringin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TIDAK ada kemeriahan di kantor Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Padahal kubu Agung Laksono, yang menjadi penguasa kantor, baru saja mendapat "kado" berharga dari pemerintah. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengakui kepengurusannya.

Di gedung lama empat lantai itu, beberapa pengurus kubu Agung Laksono serius menggodok strategi menghadapi lawan, kubu Aburizal Bakrie. "Kami masih melakukan konsolidasi internal dan membangun kemitraan dengan pemerintah," kata Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Organisasi Lamhot Sinaga, Rabu pekan lalu. Konsolidasi awal digelar siang harinya bersama sejumlah pengurus yang kebanyakan tingkat kabupaten/kota, di antaranya dari Papua, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Selatan, dan Riau.

Kubu Agung berada di atas angin setelah sehari sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menerbitkan surat yang berisi pengakuan terhadap kepengurusan Agung. Yasonna meminta Agung segera mendaftarkan kepengurusan ke Kementerian Hukum. "Saya menerima putusan Mahkamah Partai," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, Selasa pekan lalu.

Surat Yasonna membuat kubu Aburizal panik karena muncul di tengah saling klaim diuntungkan oleh putusan Mahkamah Partai. Mahkamah bersidang sejak 11 Februari hingga 3 Maret lalu atas permohonan Agung, Priyo Budi Santoso, Agus Gumiwang Kartasasmita, Lawrence T.P. Siburian, Zainuddin Amali, dan Yorrys Raweyai. "Surat itu rancu, Mahkamah tak memenangkan salah satu pihak," ujar Bendahara Umum Bambang Soesatyo, Kamis pekan lalu.

Dalam amar putusan Mahkamah, hakim Djasri Marin dan Andi Mattalatta memang berpendapat bahwa kepengurusan hasil Musyawarah Nasional IX di Ancol di bawah Agung yang legal. Agung pun diwajibkan mengakomodasi kubu Aburizal secara selektif dalam kepengurusan asalkan memenuhi kriteria prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela. Kepengurusan Agung akan berakhir menjelang munas pada Oktober 2016. Kubu Agung berpegang pada pendapat ini.

Persoalannya, Mahkamah tak menelurkan putusan tunggal dan tegas karena adanya perbedaan pendapat di antara para hakim. "Sehingga tidak tercapai kesatuan pendapat dalam menyelesaikan sengketa mengenai keabsahan kedua Munas Partai Golkar IX," begitu bunyi amar putusan pokok permohonan.

Adapun Ketua Majelis Muladi dan H.A.S. Natabaya tak memutuskan siapa pemenangnya. Menurut mereka, kubu Aburizal memilih menempuh jalur hukum kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Keduanya hanya memberikan rekomendasi umum.

Kejanggalan lain, dari lima hakim, hanya empat yang datang bersidang. "Jumlah hakim kok genap?" ujar Ade Komarudin, Ketua Fraksi Golkar DPR yang juga pendukung Aburizal. Hakim anggota Aulia A. Rachman absen karena bertugas sebagai Duta Besar Indonesia di Praha, Republik Cek, sejak 4 Februari lalu.

Perseteruan Ical-sapaan Aburizal-dengan Agung justru menyeret pemerintah ke gelanggang pertempuran. "Keputusan Yasonna itu intervensi politik," kata Ade.

Di tengah konflik, pada 7 Januari lalu, Ketua Dewan Pertimbangan kubu Aburizal, Akbar Tandjung, sowan ke Istana untuk melobi Presiden Joko Widodo. Sepekan kemudian, giliran Aburizal menemui Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga mantan Ketua Umum Golkar. Partai beringin bersama Koalisi Merah Putih juga menyatakan menyokong pemerintah pada bulan lalu, di tengah pembahasan anggaran negara dan pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian RI.

Adapun kubu Agung menyuarakan dukungan kepada Jokowi-Kalla sejak masa kampanye awal Juni tahun lalu. Dukungan itu membuat beberapa kader dipecat lantaran Golkar di bawah Aburizal menyokong Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Kami ini korban. Semoga membuka mata pemerintah," ujar Lamhot. Lobi-lobi keras juga digencarkan. "Kami berkomunikasi dengan Pak Jusuf Kalla," kata Christian R. Parinsi, pengurus pusat Golkar kubu Agung, Rabu pekan lalu.

Setelah kedatangan Akbar dan Aburizal tadi, Jokowi justru memanggil Agung untuk meminta klarifikasi. Sedangkan Kalla, menurut Lamhot, menunjukkan dukungan dengan menyatakan kepada para sesepuh bahwa, "Agung yang paling sedikit dosanya."

Sikap Kalla pun klop dengan Agung dan Yasonna mengenai penyelesaian konflik di Golkar. "Kami ikuti hukum. Sudah selesai kan semua?" katanya. Kepala kantor kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan kedua kubu merapat ke Presiden dan berjanji ingin menyokong pemerintah. "Jangan dibalik," ujar mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Golkar ini kepada Agustina Widiarsi dari Tempo, Kamis pekan lalu.

Konflik masih mengeras. Agung akan mencopot penyokong Aburizal, baik di partai maupun di pimpinan alat kelengkapan DPR. "Tapi Setya Novanto tetap Ketua DPR dan Mahyudin masih tetap wakil ketua di MPR," katanya. Dia juga menyambangi partai lain pekan lalu, yakni Partai NasDem, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hati Nurani Rakyat.

Adapun kubu Aburizal mengancam mempersoalkan surat Yasonna ke Pengadilan Tata Usaha Negara. "Mudah-mudahan, dengan adanya upaya hukum ini, putusan yang didasarkan pada pertimbangan politik itu bisa diluruskan oleh pengadilan," ujar Aburizal.

Sejurus dengan itu, mereka mengadukan Agung dan kawan-kawan dengan tuduhan pemalsuan 113 dokumen Munas Ancol ke Markas Besar Polri. Tapi Agung tak menggubris perlawanan itu. "Kami menganggap konflik ini sudah selesai di internal partai," kata Agung.

Namun, menurut Bambang Soesatyo, "pembersihan" hanya bisa dilakukan Agung kalau legalitas kepengurusan sudah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan gugatan kubu Aburizal ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pengusutan pemalsuan dokumen munas sedang diproses.

Sesuai dengan mekanisme di parlemen, Bambang meneruskan, pemimpin DPR dan anggota alat kelengkapan harus menyetujui jika ada pemimpin yang akan diganti, bahkan oleh partai pimpinan yang bersangkutan. Apalagi hanya 6 dari total 91 anggota Fraksi Golkar di DPR yang loyal kepada Agung. "Permainan ini masih panjang," kata Bambang.

Jobpie Sugiharto, Indri Maulidar, Moyang Kasih, Putri Adityowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus