Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Telepon gelap itu diterima Hafid Abbas pada Kamis pekan pertama Februari lalu. Si penelepon, yang mengaku perwira polisi yang bertugas di Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, mendesak Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini mencabut pernyataan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia ketika polisi menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.
Dia juga memaksa Hafid meminta maaf lewat media massa. Saat ditanyai namanya, lelaki itu tidak mau menyebut. Dia hanya mengaku sebagai penyidik perkara Bambang, yang sudah nonaktif setelah ditangkap dan dijadikan tersangka. "Si penelepon membentak-bentak Pak Hafid," kata seorang petinggi Komnas HAM yang mengetahui peristiwa itu kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Menurut sang pejabat, penelepon gelap itu sempat mengancam Hafid jika tak mengikuti permintaannya. "Dia bilang, jika tak mau, tahu sendiri akibatnya," ujarnya. Ancaman itu kemudian dibuka Hafid dalam rapat pimpinan Komnas HAM. Hafid, yang sedang di Jenewa, Swiss, tidak membantah atau membenarkan peristiwa tersebut. "Ada baiknya kami cooling down," katanya lewat pesan pendek, Jumat pekan lalu.
Meski memilih tutup mulut, menurut sang pejabat, dalam pertemuan dengan pimpinan Komnas HAM, Hafid mengaku masih ingat suara sang peneror. Menurut dia, suara itu mirip dengan suara seorang polisi yang menemani Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso ketika mendatangi kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, pada 30 Januari lalu.
Budi datang untuk diperiksa atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam penangkapan Bambang di Jalan Tugu Raya, Depok, pada 23 Januari lalu. Bambang dicokok setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus kesaksian palsu dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.
Ketika datang ke kantor Komnas HAM, Budi ditemani tiga anak buahnya, yaitu Kepala Subdirektorat VI Direktorat Ekonomi Khusus Komisaris Besar Daniel Bolly Tifaona, Komisaris Besar Victor E. Simanjuntak, dan Ajun Komisaris Besar Dani Arianto.
Bolly membantah pernah mengancam Hafid via telepon. "Demikian juga rekan penyidik yang lain," katanya. "Kalau ada, silakan lapor polisi."
Beberapa hari setelah kejadian itu, komisioner Komnas HAM mengadakan rapat khusus. Kesimpulannya, mereka tidak akan mundur dan menolak mengikuti perintah si penelepon gelap. Menurut Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila, lembaganya dilindungi undang-undang untuk menjalankan perintah undang-undang sehingga tak perlu takut. "Kami sudah biasa menerima ancaman," ujarnya.
Komnas HAM mengusut penangkapan Bambang berdasarkan pengaduan Koalisi Masyarakat Sipil pada 26 Januari lalu. Komnas lantas meminta keterangan Bambang serta tiga pemimpin KPK lainnya, yakni Ketua KPK Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain. Begitu juga Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti dan Budi Waseso.
Hasil pengusutan Komnas HAM memukul Polri. Komnas menyimpulkan polisi terbukti melanggar hak asasi serta menyalahgunakan kekuasaan dalam penangkapan dan pengusutan kasus Bambang. Penggunaan kekuasaan yang melampaui batas terlihat dari pengerahan pasukan dengan senjata laras panjang serta upaya paksa terhadap Bambang.
Penyelidik berpendapat kesaksian palsu tak tepat dikenakan pada Bambang, yang ketika itu sedang bertugas sebagai pengacara. Pengusutan kasus itu juga tak terlepas dari konflik antara KPK dan Polri menyusul penetapan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka suap dan gratifikasi oleh KPK pada 12 Januari lalu. Kala itu, ajudan Megawati Soekarnoputri ketika menjabat presiden ini sedang bersiap menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kepala Polri.
Komnas HAM membuka temuannya itu dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, yang menangani masalah hukum, pada 4 Februari lalu.
Tak kunjung menarik pernyataan dan meminta maaf di media, Komnas HAM dikejutkan oleh datangnya surat somasi yang dikirimkan penyidik Bareskrim pada 8 Februari lalu. Isinya, Komnas diminta membatalkan dan menarik kembali pernyataannya dalam waktu 1 x 24 jam. Jika tidak, Komnas akan dilaporkan ke polisi. Setelah membahasnya pada medio Februari lalu, Siti Noor Laila mengatakan, "Kami tak akan mencabutnya karena tak ada yang keliru."
Somasi disampaikan melalui pengacara penyidik, yaitu Fredrich Yunadi dan Aryanto Sutadi. Aryanto adalah pensiunan polisi berpangkat terakhir inspektur jenderal. Fredrich sekaligus pengacara Budi Gunawan. "Somasi ini bukan atas nama Bareskrim," ujar Fredrich, yang menerima surat kuasa dari penyidik pada 5 Februari lalu.
Victor dan Bolly menyatakan tak terima dituduh melanggar hak asasi. Keduanya memang ikut menangkap Bambang, tapi Victor bukan anggota tim penyidik. Surat perintah tugas nomor Sp.Gas.541/2015/Dit Tipideksus tertanggal 20 Januari 2015 itu ditandatangani Bolly.
Victor adalah anak buah Budi Gunawan di Lembaga Pendidikan Polri dengan jabatan Kepala Bagian Kerja Sama Pendidikan Latihan Biro Pembinaan Pendidikan dan Latihan. Baru pekan lalu dia dipromosikan sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim.
Menurut Bolly, somasi itu memang atas kemauan penyidik. Tapi, "Saya yakin Pak Kabareskrim pasti tahu," katanya. Sedangkan Badrodin mengaku kecolongan. "Hal itu sepengetahuan Pak Kabareskrim," ujar Badrodin. Dia dicalonkan Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Polri setelah Budi Gunawan batal dilantik karena pencalonannya menimbulkan protes masyarakat. Budi Waseso tak merespons permintaan konfirmasi dari Tempo.
Benar juga, akhirnya Komnas HAM diadukan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, dua pekan lalu, lantaran tak menggubris teguran penyidik. Lembaga ini dituduh melanggar Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 27 jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Intinya, petinggi Komnas dituduh melakukan pencemaran nama baik dan fitnah. Yang janggal, Bolly menampik kabar bahwa pengaduan itu kemauan penyidik. Sebaliknya, Fredrich berkeras kliennya yang melaporkan petinggi Komnas.
Senin pekan lalu, para petinggi Komnas HAM menyurati Badrodin untuk meminta kepastian siapa penanggung jawab laporan tersebut. Esok harinya, Badrodin menyambangi kantor Komnas HAM. "Akan saya bicarakan dengan penyidik," katanya.
Rusman Paraqbueq, Singgih Soares, Linda Trianita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo