Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi Indonesia Gelap yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada 17 Februari 2025, tidak hanya bergema di berbagai kota besar di Indonesia, tetapi juga sampai ke luar negeri. Anak-anak buruh migran Indonesia (TKI) di Malaysia turut menyuarakan dukungan dan keprihatinan mereka terhadap kondisi bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi ini menyoroti berbagai permasalahan mulai dari isu pendidikan hingga revisi undang-undang kontroversial, telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Istana Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sederet Tuntutan
Aksi yang dilakukan oleh banyak mahasiswa dari berbagai universitas dan daerah ini membawa total sejumlah 13 tuntutan. Adapun beberapa poin penting yang menjadi sorotan adalah pendidikan gratis; desakan untuk pembatalan pemangkasan anggara; menolak RUU Minerba; mendesak evaluasi total program makan bergizi gratis; hapuskan dwifungsi ABRI; reformasi Polri; cabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 20205; meminta realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen; cabut proyek strategis nasional (PSN) yang dianggap menjadi alat perampasan tanah rakyat; dan efisiensi kabinet Merah Putih.
“Beasiswa afirmasi pendidikan tinggi itu kan didapat dari hasil kerja buruh migran yang ada di Malaysia dan kebetulan saya sendiri dari Malaysia. Hak saya untuk menuntut menerima (beasiswa) Adik itu ada,” kata Ainul, seorang mahasiswa dari anak buruh TKI di Malaysia kepada Tempo pada Senin, 17 Februari 2025.
Anak Buruh TKI Malaysia yang Ikut Bersuara
Solidaritas terhadap aksi Indonesia Gelap tidak hanya datang dari dalam negeri. Anak-anak buruh migran Indonesia atau TKI di Malaysia juga turut menyuarakan dukungan mereka. Mereka menyampaikan keprihatinan atas kondisi pendidikan, ekonomi, dan sosial di Indonesia yang berdampak langsung pada keluarga mereka di kampung halaman. Aksi ini menunjukkan bahwa isu-isu yang diperjuangkan mahasiswa Indonesia juga relevan dan dirasakan oleh diaspora Indonesia di luar negeri.
Respons Mensesneg
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi mengatakan Presiden Prabowo menghormati 13 tuntutan yang didesak oleh mahasiswa dalam aksi Indonesia Gelap. Menurut Prasetyo, pemerintah sudah biasa menghadapi berbagai jenis aspirasi dari masyarakat.
“Kami mewakili pemerintah, saya sendiri mewakili Bapak Presiden. Kami dulu sebelum diberi amanah oleh rakyat untuk pemerintah, kami berjuang di jalur politik, ya sudah biasa itu menghadapi aspirasi-aspirasi,” kata Mensesneg Prasetyo Hadi kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan pada Selasa, 18 Februari 2025.
Lebih lanjut, Prasetyo menambahkan pemerintah menerima aspirasi dengan tangan terbuka tetapi ia juga mengharapkan masukan yang diberikan harus konstruktif.
Prasetyo Sebut Tidak Berdampak pada Pendidikan
Selain itu, Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan mahasiswa yang melakukan aksi perlu lebih jeli mengenai isu pemotongan anggaran pemerintah. Menurutnya, efisiensi anggaran tidak akan berdampak pada pendidikan.
“Tidak ada yang berdampak terhadap pendidikan, terutama untuk adik-adik mahasiswa. Masalah KIP kemudian BPI, beasiswa tetap semua jalan, LPDP tetap semua jalan,” kata Prasetyo.
“Tapi tolong sekali lagi ya jangan membelokkan apa yang sebenarnya tidak seperti itu. Mana nggak ada Indonesia gelap, kita akan menyongsong Indonesia bangkit,” kata dia.
Jadwal Demo Selanjutnya
BEM SI akan kembali melakukan aksi demo bertajuk Indonesia Gelap di Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2025. Aksi demo lanjutan ini dilakukan untuk mendesak tanggung jawab pemerintah terhadap situasi negara yang diklaim semakin memburuk.
“Jadi bebannya bukan pemerintah pusat saja. Pemerintah daerah juga harus berpikir posisi di sana,” kata Herianto, mahasiswa, saat dihubungi, Selasa, 18 Februari 2025.
Pemilihan tajuk Indonesia Gelap dan penggunaan simbol Garuda berlatar hitam adalah representasi visual dari kondisi bangsa yang dianggap suram dan jauh dari cita-cita keadilan sosial. Aliansi mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil memandang bahwa kinerja pemerintahan perlu dikritik. Sebab, setelah 100 hari masa pemerintahan, kebijakan yang dibuat dianggap justru semakin menyengsarakan masyarakat Indonesia. Aksi yang digelar serentak di berbagai daerah dengan semangat perlawanan yang tinggi. Di Jakarta, ribuan mahasiswa memadati kawasan Patung Kuda.
Hammam Izzudin, Linda Lestari, Novali Panji Nugroho, Oyuk Ivani S dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan ini.