Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengatakan manusia bisa memenangkan pertarungan melawan Covid-19 bila mengedepankan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia menyayangkan di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia yang lebih banyak bicara justru yang tidak berilmu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bayangkan kita berhadapan dengan virus yang mestinya dijawab oleh ahli biologi, kedokteran, tapi yang banyak komentar yang tidak berpengetahuan dengan itu," kata Amiruddin dalam acara peluncuran buku 'Wajah Kemanusiaan di Tengah Wabah: Percikan Pemikiran' secara virtual pada Kamis, 23 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amiruddin mengkritik pula penanganan Covid-19 oleh pemerintah yang dianggap mengabaikan konsep hak asasi manusia. Padahal di masa pandemi, HAM menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan lantaran setiap orang ingin dirinya terlindungi.
"Sayangnya perspektif HAM ini terlupakan. HAM agak terpinggirkan dari para pengelola negara ketika hendak mengatasi pandemi ini," ucap Amiruddin.
Pandemi Covid-19 yang membatasi gerak manusia, menurut Amiruddin, tidak mampu dijawab dengan baik oleh birokrasi di Indonesia. Contohnya pembagian bantuan sosial hanya ditujukan kepada masyarakat berkategori miskin.
Amiruddin berujar dalam situasi sekarang bansos seyogyanya diberikan ke seluruh warga negara, khususnya yang mata pencaharian terhalangi akibat virus. Pasalnya bisa jadi yang bersangkutan sebelumnya tidak miskin namun akibat wabah menjadi kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
"Karena tidak dalam konteks HAM dalam membagikan bansos maka gak kaget kalau di kantor-kantor desa/kelurahan rakyat berkumpul dan meminta dan ada yang berujung dengan pertikaian," tuturnya.
Amiruddin mengatakan konsep HAM terpinggirkan pula dalam perlindungan atas kesehatan publik. Seharusnya, kata dia, pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan yang terjangkau dan menjangkau setiap warga negara. "Kalau rapid test saja harganya Rp 400 ribu tentu jauh panggang dari api," katanya.
AHMAD FAIZ