PENGHAPUSAN becak dari Jakarta sejak awal tahun ini rupanya membawa berkat bagi Sulasmi. Tiadanya bajaj -- kendaraan pengganti becak yang dijanjikan Pemda -- di banyak kawasan permukiman memunculkan barisan ojek sepeda motor. Sulitnya, tak semua wanita mau naik ojek. Mungkin karena risi bersenggolan dengan pengemudinya. Bermula dari beberapa tetangga yang mendorong Ny. Sulasmi, 30 tahun, agar mau mengantar anak mereka ke sekolah. Tiap pagi Sulasmi memang memboncengkan tiga dari empat anaknya ke sekolah dengan Honda CB-100-nya. Akhirnya, satu-dua mulai dilayani. Begitulah, jadilah ia tukang ojek wanita. Ia mangkal di ujung Jalan Karet Dalam, Jakarta Selatan, tak jauh dari rumahnya. Usai mengantar anak-anaknya ke sekolah, sekitar pukul 06.30, Sulasmi mulai beroperasi. Bersama anaknya paling bungsu yang berusia 3,5 tahun, ia ngetem menunggu penumpang. Penghasilannya? "Setiap hari rata-rata Rp 6 ribu." Sulasmi cuma mau mengantar penumpang wanita. Alasannya, untuk menjaga perasaan suami dan anak-anaknya. Pernah seorang pria tahu-tahu nangkring minta diantar. "Langsung saja saya tonjok sampai meringis," ujar Sulasmi. Ningsih, 17 tahun, adalah langganan tetap Sulasmi. Pelajar SMEA ini tak mau naik ojek pria karena takut dijaili. "Enak, kalau membonceng ojek perempuan, bisa cerita sambil jalan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini