Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENENTENG tas hitam, Yani Ansori melangkah ke vila berlantai dua di Kelurahan Leok, Kecamatan Biau, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Selasa pagi pekan lalu. General Manager PT Hardaya Inti Plantations—perusahaan perkebunan sawit—itu disambut sahibulbait, Bupati Buol Amran Batalipu. Keduanya tak sadar, pertemuan mereka diawasi para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sumber Tempo bercerita, tak lama setelah Ansori masuk, lima petugas Komisi menggeruduk vila tanpa pagar itu. Mereka langsung menggiring keduanya keluar dari vila menuju mobil yang ditumpangi petugas. "Amran berontak dan tak mau ditahan," kata sumber yang berada di lokasi kejadian.
Petugas berusaha memasukkan Ketua DPD Golkar Buol itu ke mobil. Mendengar teriakan Amran, sepuluh anak buahnya langsung mendatangi para penyidik. Mereka meminta petugas KPK membebaskan sang Bupati. Di tengah teriakan "Allahu Akbar", seorang di antaranya menghunus badik dan mengancam penyidik.
Dalam situasi itu, Amran berhasil melepaskan diri. Sambil berteriak mengancam petugas, dia menuju mobil Mitsubishi L200 miliknya. Begitu masuk mobil, Amran memerintahkan sopirnya menabrak kendaraan petugas. Mobil berpelat DN-1-AB itu langsung tancap gas. ÂBraaaakkk…. Satu sepeda motor yang disewa penyidik ditabrak dan dilindas, lalu terpental sekitar sepuluh meter. Amran kabur dalam kepulan debu.
Pagi itu KPK hanya bisa menahan Ansori. Tiga rekannya, Gondo, Sukirno, dan Dedi Setiawan, sempat kabur ketika melihat penyidik menggelandang Ansori. Belakangan mereka ditangkap di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Jumat pekan lalu, KPK bergerak menggeledah kantor Hardaya Inti dan PT Central Cipta Murdaya—induk perusahaan Hardaya Inti—di Jakarta Pusat.
Siang setelah penangkapan yang nyaris gagal total itu, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan Amran berstatus tersangka. "Operasi tangkap tangan ini melibatkan orang yang diduga atau sudah jadi tersangka, yaitu bupati," katanya.
Sumber Tempo bercerita, Bupati Buol sebetulnya sudah diincar sejak dulu. Dua pekan lalu, tim penyidik menerima informasi bakal ada penyuapan kepada Amran. Komisi mengirim tim khusus ke Buol. Tim ini pun mengawasi gerak-gerik Ansori sejak masih berada di rumah tamu PT Hardaya Inti Plantations di Kecamatan Bukal.
Menurut sumber ini, tak cuma sekali Amran menerima rasuah. "Ini suap kedua, besarnya Rp 2 miliar. Yang pertama Rp 1 miliar," katanya. Pada 2007, Amran, yang masih menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Buol, tersandung kasus korupsi anggaran daerah. Ia divonis satu tahun penjara, dan dikuatkan oleh pengadilan tinggi. Tapi, beberapa bulan kemudian, Mahkamah Agung membebaskannya.
Hebatnya, upaya penangkapan seperti tak berpengaruh bagi Amran. Jumat pekan lalu, ia masih berkampanye di tiga kecamatan. Dia menggelar konvoi sambil melambaikan tangan kepada para pendukungnya. Dihubungi Tempo, Amran membantah pertemuan dengan Ansori di vilanya. Ia justru menilai kabar penangkapan sebagai tindakan politis untuk menjegal pencalonannya kembali dalam pemilihan, yang digelar Rabu pekan ini. "Ini isu murahan," katanya. "Ini jelas-jelas politis, sengaja menjegal saya."
Pramono, Tri Suharman (Jakarta), Darlus (Palu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo