Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Baju Ormas 1985

Ruu organisasi kemasyarakatan akhirnya disahkan DPR, setelah ada pembicaraan maraton & dengar pendapat bersama 3 fraksi. Banyak usul ormas yang ditolak. Mawi, DGI & MUI tetap tak mau disebut ormas. (nas)

8 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA Rencana Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan disahkan DPR. Jumat siang pekan lalu, dengan suara setuju 249 - berarti lebih dari separuh jumlah anggota DPR yang 451 orang - DPR dengan suara bulat mengesahkan RUU yang lebih dikenal sebagai RUU Keormasan itu. Para hadirin, terutama Mendagri Soepardjo Rustam, tampak berseri-seri hari itu. Ketika beberapa fraksi menyampaikan kata akhir, Soepardjo setiap kali mengalihkan arah kursinya agar menghadap langsung dengan pembicara. Ia tertawa lebar ketika memulai sambutannya. "Sungguh, RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan kita merupakan gema dari Sumpah Pemuda, gema dari proklamasi kemerdekaan kita, gema dari penjabaran konstitusi dan ideologi nasional kita," ujarnya. Kegembiraan Soepardjo, dan para anggota DPR, bisa dimengerti. RUU Keormasan merupakan RUU yang paling dihebohkan semenjak RUU Perkawinan dibicarakan DPR pada 1973. Walau tidak sampai menimbulkan aksi turun ke jalan seperti RUU Perkawinan dulu, RUU Keormasan secara tidak langsung telah menimbulkan berbagai gejolak dalam masyarakat. Peristiwa Tanjung Priok tahun lalu, misalnya, ikut "dimatangkan" oleh RUU Keormasan ini. Di kalangan banyak ormas, RUU Keormasan semula dipandang dengan curiga. Ketentuan bahwa semua ormas hanya boleh menganut asas tunggal Pancasila yang paling mendapat tantangan, karena dianggap menghilangkan ciri tiap-tiap organisasi. Sejumlah ormas, misalnya HMI dan PMKRI, malahan mengalami guncangan intern akibat pro dan kontra RUU ini. RUU Keormasan ini disampaikan pemerintah tahun lalu dalam suatu paket bersama empat RUU lainnya: Pemilu, Susunan dan Kedudukan DPR/MPR, Parpol & Golkar, dan Referendum. Keempat RUU lainnya disahkan dengan mudah. Namun, RUU Keormasan memerlukan pembicaraan maraton selama 50 hari. Tiga fraksi - F-KP, F-PP dan F-PDI - melangsungkan dengar pendapat dengan berbagai ormas sampai sekitar 40 kali. Menurut ketua Pansus (Panitia Khusus) Lima RUU, Suhardiman, dengar pendapat secara intensif yang dilakukan berbagai fraksi sangat bermanfaat. "Sebab, dari situlah dapat dibuat daftar inventarisasi masalah. Tanpa dengar pendapat itu, akan sulit, karena kita tidak akan tahu pandangan ormas itu. Padahal, kami membuat baju untuk mereka," katanya. Tapi beberapa sumber lain menyangsikan manfaat dengar pendapat itu. Alasannya, banyak pendapat dan usul berbagai ormas yang ternyata tak tentu rimbanya. Usul Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam dengar pendapat dengan F-KP, agar pembubaran ormas hanya bisa dilakukan setelah melalui proses peradilan, ternyata tak diperjuangkan fraksi terbesar itu. F-KP rupanya menganggap masalah pembubaran - yang dianggap hak prioritas pemerintah - sebagai aspek politis, bukan aspek hukum. Usul Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar pasal tentang pembinaan ormas dihilangkan saja ternyata tak berhasil. Ada tiga masalah dalam RUU Keormasan yang seret pembahasannya. Pertama, soal judul. F-PP pernah mengusulkan agar judul RUU ini diganti menjadi UU Organisasi Kemasyarakatan dan Peribadatan. "Soalnya bagi kami, itu penting, agar masjid yang punya AD/ART itu juga tidak dicakup dalam ormas," kata Yusuf Syakir, juru bicara F-PP di Pansus. Usul ini ditolak. Masalah pembekuan dan pembubaran ormas juga termasuk masalah rumit. F-PP semula berikhtiar agar bukan hanya pemerintah yang menetapkan pembubaran itu, tapi harus melalui pengadilan. Usul ini ditolak. F-PDI kemudian mengusulkan agar Mahkamah Agunglah yang memutuskan pembubaran, yang nantinya dilaksanakan pemerintah untuk tingkat nasional. Usul inipun tidak berhasil. Rumusan yang akhirnya diterima: pemerintah dapat membekukan pengurus ormas bila ormas tersebut melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban dan keamanan, atau menerima atau memberi bantuan dari dan kepada pihak asing tanpa persetujuan pemerintah. Pembubaran dapat dilakukan bila pengurus ormas yang dibekukan itu masih melakukan kegiatan terlarang itu. Masalah ketiga yang rumit adalah definisi ormas. Rumusan ini akhirnya tercantum dalam pasal I UU: "Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk anggota masyarakat WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila." Soal batasan ini tampaknya masih akan berbuntut. Sejumlah organisasi, seperti MAWI, DGI, dan MUI, tampaknya tidak ingin dianggap sebagai ormas hingga terkena ketentuan UU ini. Sikap MAWI, seperti beberapa kali disuarakan sekjennya, Leo Soekoto, tegas. "MAWI bukanlah organisasi tersendiri, tapi hanya merupakan suatu bagian atau sebuah perangkat dari Gereja Katolik, yang hanya ada satu di seluruh dunia. Gereja Katolik bukanlah ormas. Jadi, MAWI, sebagai salah satu bagiannya, juga bukan ormas." Sikap pemerintah sendiri belum jelas. Pada saat awal pembahasan RUU ini tampaknya pemerintah menganggap MAWI, DGI, dan MUI termasuk ormas. Tapi, melihat sikap keras ketiga lembaga itu, pemerintah tampaknya melunak, dan "menunda" masalah itu, setidaknya agar UU ini lolos dulu di DPR. Mendagri Soepardjo Rustam sendiri mengelak mengungkapkan tanggapan pemerintah mengenai sikap ketiga organisasi itu. Agaknya, bagi pemerintah, yang penting UU Keormasan ini disahkan dulu oleh DPR. Disahkannya RUU Keormasan ini rupanya dianggap sebagai tuntasnya penerimaan Pancasila oleh semua orpol dan ormas. Susanto Pudjomartono Laporan Musthafa Helmy (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus