Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hampir semua partai tidak memenuhi syarat pencalonan seandainya KPU tak mengubah cara penghitungan batas minimal 30 persen keterwakilan caleg perempuan.
Jika dicermati secara mendetail di setiap dapil, banyak partai yang jumlah bakal calon perempuannya kurang dari 30 persen.
KPU mengklaim aturan main baru pengajuan calon anggota legislatif tetap memperhatikan 30 persen keterwakilan caleg perempuan.
JAKARTA – Hasil kajian Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan menemukan hampir semua partai tidak memenuhi syarat pencalonan seandainya Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak mengubah cara penghitungan batas minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam pendaftaran calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dari 18 partai yang lolos menjadi peserta Pemilihan Umum 2024, hanya satu partai yang memenuhi syarat jika metode penghitungan kuota tetap pembulatan ke atas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Pemilu 2024 mendatang terdapat 84 daerah pemilihan (dapil) untuk bertarung memperebutkan 580 kursi di Senayan. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, daftar bakal calon anggota DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di setiap daerah pemilihan harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Persoalannya, KPU dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD mengubah metode penghitungan kuota 30 persen tersebut menjadi pembulatan ke bawah. Dalam peraturan terdahulu, yang juga berlaku di dua kali penyelenggaraan pemilu sebelumnya, penghitungan afirmasi keterwakilan perempuan ini menggunakan pembulatan ke atas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peraturan baru itu berpotensi menyebabkan keterwakilan perempuan di daerah pemilihan dengan alokasi kursi sebanyak 4, 7, dan 8 kursi bakal tergerus. Penghitungan kuota 30 persen di daerah pemilihan dengan alokasi 8 kursi, misalnya, akan menghasilkan angka 2,4 kursi sehingga partai dapat mendaftarkan hanya dua caleg perempuan di dapil tersebut. Padahal dua caleg perempuan sebetulnya hanya 20 persen dari alokasi delapan kursi.
Baca: Menyelisik Perubahan Rumusan Aturan Keterwakilan Perempuan
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan sejak awal memprotes peraturan yang diterbitkan KPU pada 18 April lalu tersebut. Mereka menduga peraturan anyar ini hanya untuk memenuhi kepentingan partai politik yang sejak awal dianggap tidak berkomitmen untuk mengafirmasi keterwakilan perempuan.
Hasil kajian Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan menguatkan dugaan tersebut. Koalisi menyisir data pengajuan calon anggota DPR yang dipublikasikan KPU melalui portal Infopemilu.kpu.go.id. “Hampir di seluruh wilayah ditemukan partai politik dengan jumlah calon legislator perempuan yang sebetulnya kurang dari 30 persen," kata anggota Koalisi, Hadar Nafis Gumay, kemarin, 4 Agustus 2023.
Jika dihitung secara kumulatif nasional, jumlah bakal calon perempuan yang disodorkan semua partai politik sebenarnya melebihi 30 persen dari total 580 kursi DPR yang diperebutkan. Namun, jika dicermati secara mendetail di masing-masing daerah pemilihan, banyak partai yang jumlah bakal calon perempuannya kurang dari 30 persen.
Koalisi mencatat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai dengan daerah pemilihan terbanyak yang kuota caleg perempuannya tak sampai 30 persen, yakni di 29 dapil. Di Dapil Sumatera Barat I, misalnya, PKB hanya mengajukan dua caleg perempuan dari delapan alokasi kursi yang tersedia. Begitu pula di Dapil Bengkulu yang memiliki empat alokasi kursi, PKB hanya mengajukan seorang caleg perempuan.
Jika merujuk pada PKPU 10 Nomor Tahun 2023, yang menghitung 30 persen keterwakilan perempuan dengan pembulatan ke bawah, PKB jelas telah memenuhi ketentuan syarat minimal. Sebab, satu caleg perempuan di Bengkulu, misalnya, dianggap sudah memenuhi 30 persen dari empat kursi yang diperebutkan. Padahal pada kenyataannya, jumlah tersebut sebetulnya hanya 20 persen dari alokasi kursi yang tersedia.
Kajian Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan mencatat hampir semua partai politik peserta Pemilu 2024 memiliki daerah pemilihan dengan masalah keterwakilan semacam itu. Satu-satunya partai yang perhitungan riil jumlah caleg perempuan di setiap daerah pemilihan memenuhi 30 persen adalah Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Di Dapil Sumatera Barat I, misalnya, Perindo menyodorkan tiga caleg perempuan dari delapan kursi yang tersedia. Begitu pula di Bengkulu, dua kader perempuan Perindo bersaing memperebutkan empat kursi DPR di daerah pemilihan tersebut.
Tempo berupaya meminta tanggapan pimpinan Komisi II DPR, yang membidangi pemerintahan dan mitra kerja KPU, ihwal hasil kajian Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan tersebut. Namun Ketua Komisi II dari Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang, dan Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai NasDem Saan Mustofa tidak merespons.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, tidak ada satu pun aturan yang dilanggar penyelenggara pemilu dalam penyusulan PKPU tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD. Menurut dia, seluruh partai yang menjadi peserta pemilu pun telah mengikuti regulasi baru yang dibuat KPU. Dia mengklaim aturan main baru pengajuan calon anggota legislatif yang dikeluarkan lembaganya tetap memperhatikan perhitungan afirmasi kuota perempuan 30 persen yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pemilu. Ada pula, kata dia, Lampiran V Keputusan KPU Nomor 352 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Caleg yang memuat simulasi penghitungan keterwakilan perempuan dalam daftar bakal caleg untuk DPR dan DPRD. “Semua ketentuannya sudah sesuai dengan aturan yang dibuat,” kata Idham.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo