Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyarankan agar patroli dan pengawalan atau patwal pejabat negara di Jakarta dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, mengatakan patwal belakangan menimbulkan persepsi kurang baik di mata publik. Hal ini setelah viral video iring-iringan kendaraan berpelat RI 36 milik Utusan Khusus Presiden Raffi Ahmad yang memicu perdebatan di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam keseharian dengan hirup pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Desember 2025.
Djoko mengatakan pejabat negara yang lain tidak perlu dikawal seperti halnya Presiden dan Wakil Presiden. Ia menuturkan, apabila memang perlu sekali harus rapat, angkutan umum di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota di dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta.
Djoko mengatakan di Jakarta, semua perumahan dan kawasan permukiman sudah dilayani angkutan umum. Setiap keluar dari hunian di Jakarta, kurang dari 500 meter terdapat halte atau bus stop angkutan umum.
“Artinya, ketersediaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah sedemikian merata, tidak jauh berbeda dengan kota dunia lainnya yang masyarakat dan pejabat sudah terbiasa menggunakan angkutan umum,” kata dia.
Djoko membayangkan bagaimana kacaunya setiap hari ada lebih dari 100 kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas. Ia mengatakan jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stres dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal.
“Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum. tentunya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu seusai pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” katanya.
Dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan kendaraan yang didahulukan sesuai dengan urutan berikut: kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; ambulans yang mengangkut orang sakit; kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
Kemudian kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia; kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; iring-iringan pengantar jenazah; dan konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.
Namun, Djoko menilai untuk kendaraan pimpinan lembaga negara dikhususkan cukup bagi Presiden dan Wakil Presiden. Menurut dia, semestinya pejabat negara membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu. Hal ini penting agar pejabat bisa berbaur dengan masyarakat umum dan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat.
“Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja,” katanya. “Aparat penegak hukum yang mengawal kegiatan tertentu karena menerima sejumlah uang juga harus ditertibkan.”
Sebelumnya, patwal iring-iringan pejabat disorot publik setelah viral video patwal mobil berpelat nomor khusus mobil RI 36 yang digunakan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Ahmad.
Dalam video yang viral, petugas patwal terlihat menunjuk-nunjuk taksi Alphard yang menghalangi jalan mobil berpelat RI 36 di tengah kemacetan. Peristiwa ini memicu reaksi beragam dari warganet yang menganggap tindakan tersebut arogan.
Raffi Ahmad mengklarifikasi bahwa mobil dengan pelat RI 36 tersebut memang kendaraan yang digunakan untuk urusan resmi kenegaraan. Namun, saat kejadian berlangsung, ia menegaskan dirinya tidak berada di dalam mobil tersebut.
“Bahwa benar adanya mobil tersebut kendaraan yang saya gunakan. Namun pada saat kejadian saya sedang tidak berada di dalam mobil karena pada saat itu mobil berpelat RI 36 sedang dalam posisi menjemput saya untuk menuju agenda rapat selanjutnya,” kata Raffi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Januari 2025.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Argo Wiyono, menjelaskan bahwa petugas di dalam video itu adalah Brigadir DK. Argo mengatakan Brigadir DK telah memberikan klarifikasi ihwal kejadian tersebut.
Berdasarkan keterangan DK, kata Argo, saat itu yang bersangkutan sedang mengawal mobil dinas yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman pada Rabu, 8 Januari 2025 sekitar pukul 16.30. Argo mengatakan mulanya pengawalan patwal berjalan normal. Namun, ada truk penambal yang tiba-tiba berhenti di lajur tengah sehingga menyebabkan kemacetan.
Kemacetan itu akhirnya membuat taksi Alphard yang berada di belakang truk pindah jalur ke arah kanan. “Namun, di saat bersamaan, ada kendaraan dari sebelah kanan, Suzuki Ertiga putih, yang juga sama-sama hendak maju, sehingga hampir menyebabkan terjadi senggolan,” kata Argo dalam keterangan tertulis pada Jumat, 10 Januari 2025.
Menurut penjelasan Argo, taksi Alphard itu lalu berhenti dan terjadi perdebatan antara kedua kendaraan. Argo mengeklaim Brigadir DK berinisiatif untuk melerai kedua pengemudi tersebut.
“(Brigadir DK melerai yang) saat itu terlihat gestur anggota sambil menunjuk seolah arogan,” kata dia.
Anastasya Lavenia berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: MTI Sarankan Pemerintah Tambah Kuota Mudik Gratis dan Ubah Regulasi Tiket Kapal Lebaran 2025