Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bawaslu: 8 Provinsi Rawan Politik Identitas saat Pilkada 2018

Proses pilkada DKI jadi pelajaran penting bagi Bawaslu dalam memetakan daerah rawan.

8 Februari 2018 | 17.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budieman, Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan, beserta general manager dari beberapa platform media sosial di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018. Tempo/Adam Prireza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum, Rahmat Bagja, mengatakan ada 8 provinsi sebagai penyelenggara pilkada serentak 2018, yang dianggap rawan dan terindikasi terjadi politik identitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aspek politik identitas memang menjadi perhatian penting setelah pilkada DKI putaran satu dan dua. Kami sangat belajar dari proses pilkada DKI, kemudian kami memetakan daerah terjadi kerawanan," kata Rahmat dalam diskusi Setara Institute di AOne Hotel, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahmat menyebutkan, 8 provinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Dari sejumlah wilayah tersebut, Rahmat menyebut bahwa Papua merupakan provinsi dengan tingkat kerawanan paling tinggi.

Di pilkada Papua, Rahmat memprediksikan politik identitas akan bermasalah karena ada faktor suku dan adat. Sehingga, pasangan calon yang head to head dalam pemilihan, sama seperti pasangan yang berhadapan antara suku dan suku.

Selain Papua, Provinsi Maluku dan Kalimantan Barat juga dipetakan sebagai daerah rawan yang tinggi terjadinya politik identitas, yaitu berkaitan dengan sentimen suku agama dan ras.

Di pilkada Kalimantan Barat, kata dia, para pasangan calonnya ada Kristen-Kristen, Islam-Islam, dan Kristen-Islam. Selain agama, faktor adat juga menentukan lantaran ada Dayak, Melayu, dan Jawa perantauan di sana.

Menurut Rahmat, faktor tersebut akan bermasalah ketika ada faktor pembakarnya, yaitu politik identitas. Sehingga, ia menganggap peran pemuka agama dan adat penting untuk membawakan suasana sejuk dalam kontestasi pilkada.

"Ini jadi perhatian kami menjelang pilkada 2018. Bukan menakut-nakuti tapi supaya ada usaha preventif agar tidak terjadi hal tak diinginkan," ujarnya.

Pemetaan tingkat kerawanan tersebut merupakan hasil dari indeks kerawanan pilkada 2018 yang dilakukan Bawaslu untuk menyusun strategi pengawasan di daerah rawan. Ada 3 indikator yang mempengaruhi IKP, yaitu substansi materi kampanye, kekerabatan partai politik dan calon, dan pengaruh pemuka agama.

Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus