Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu DKI Jakarta mengungkap ada tiga pihak hingga saat ini melaporkan Menteri Perumahan Maruarar Sirait dengan dugaan pelanggaran di Pilkada Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Catatan saya sementara ada tiga, tapi data sementara ya,” ujar Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu DKI Reki Putra Jaya saat dihubungi melalui WhatsApp pada Selasa, 26 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun tiga pihak yang melaporkan politikus Partai Gerindra itu adalah seorang warga Jakarta, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat (BBHAR) PDIP DKI Jakarta, dan BBHAR PDIP Jakarta Pusat.
Laporan yang dilayangkan kepada Maruarar diajukan pada Senin 25 November dan hari ini, Selasa, 26 November 2024. Mereka melaporkan eks kader PDIP itu buntut pernyataan soal suara pemilih Pramono-Rano Karno akan terkikis dari unsur kalangan non-muslim karena didukung Anies Baswedan.
Samuel David, yang menyebut dirinya perwakilan warga Jakarta mengadukan Maruarar karena menulai pernyataan yang disampaikan sang menteri itu mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan atau SARA.
“Saya selaku warga masyarakat Jakarta melaporkan apa yang diucapkan oleh Maruarar Sirait,” kata David saat ditemui di gedung Bawaslu DKI Jakarta, pada Senin, 25 November 2024.
Adapun Kepala BBHAR PDIP DKI Jakarta, Pangihutan Marthin Pasaribu menilai pernyataan Maruarar sebagai bentuk politik identitas.
“Bagi saya pernyataan seperti ini saya kira politik identitas sudah dimainkan,” kata Marthin saat dihubungi melalui WhatsApp, pada Selasa, 26 November 2024.
Aduan ketiga dilaporkan oleh Bendahara BBHAR PDIP Jakarta Pusat, Junior Petrus Mangkini dengan nomor tanda bukti registrasi 027/PL/PG/Prov/12.00/XI/2024.
“Pada intinya yang kami laporkan ini pernyataan dari Maruarar Sirait terkait pemilih non muslim,” kata Junior kepada Tempo di gedung Bawaslu DKI Jakarta, pada Selasa, 26 November 2024.
Berdasarkan tiga berkas laporan yang diterima Tempo, salah satu bukti yang digunakan pihak tiga pelapor adalah pranala berita online yang memuat pernyataan anak dari pendiri PDIP itu.
Mengacu pada gugatan yang dilayangkan pelapor atas nama Marthin dalam dokumen Bawaslu bernomor 026/PLG/PG/Prov/12.00/XI/2024, Maruarar diyakini melanggar sejumlah aturan di antaranya Pasal 69 huruf (b) dan (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Bunyi pasal huruf b dan c berupa larangan menghina agama, suku, ras, golongan, dan cakada atau partai politik serta pantangan melakukan kampanye yang menghasut, memfitnah, dan mengadu domba.
Politikus Partai Gerindra itu juga dijerat Pasal 187 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015. Jika terbukti melanggar aturan itu, Maruarar terancam hukuman pidana berupa penjara paling singkat tiga bulan atau maksimal 18 bulan dan denda paling sedikit Rp600.000 atau maksimal Rp6.000.000.
Sementara itu Bawaslu DKI Jakarta mengonfirmasi laporan tersebut. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan lembaganya akan melakukan kajian awal terhadap aduan tersebut.
Laporan itu akan diproses berdasarkan hukum acara yang telah ditetapkan. Bawaslu juga akan meminta perbaikan laporan dan melengkapinya.
“Setelah dinilai bisa register baru akan klarifikasi dan seterusnya bersama Sentra Gakkumdu,” ujar Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Reki Putra Jaya saat dihubungi melalui WhatsApp pada Selasa, 26 November 2024.
Pengaduan terhadap Maruarar bermula dari pernyataan yang menyebutkan suara pemilih pasangan Pramono Anung-Rano Karno di pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jakarta bakal terkikis seusai memperoleh dukungan dari Anies Baswedan, mantan gubernur Jakarta 2017-2022. "Saya yakin (suara) akan turun karena sekarang Pramono didukung oleh Anies," kata Maruarar yang biasa disapa Ara di Jakarta, Jumat, 22 November 2024.
Ara mencontohkan, saat Ridwan Kamil dipasangkan dengan politikus PKS Suswono, mayoritas kalangan non-muslim di Jakarta berubah haluan mendukung Pramono-Rano. Alasannya, basis suara PDIP merupakan kelompok nasionalis yang tidak sejalan dengan Anies, yang dinilai sebagai figur agamis.
Akan tetapi, menurut Ara, setelah Anies menyatakan dukungannya terhadap pasangan Pramono-Rano bukan tidak mungkin kalangan non-muslim tersebut akan kembali memberikan suaranya kepada duet Ridwan-Suswono. "Karena itu saya berterima kasih kepada Mas Anies yang telah mendukung Pramono-Rano," ujar Ara.
Tempo sudah mencoba menghubungi Maruarar Sirait melalui WhatsApp untuk memberikan keterangan soal laporan ini. Hingga artikel ini diterbitkan, Maruarar belum menjawab pertanyaan Tempo.
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.