Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Capaian literasi siswa pada sekolah yang menggunakan kurikulum Merdeka Belajar berada di angka 570.
Capaian literasi siswa pada sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 hanya berkisar 532 poin.
Setiap mata pelajaran dalam kurikulum Merdeka Belajar diminta berbasis diskusi.
JAKARTA — Lebih dari 2.000 sekolah telah menerapkan kurikulum Merdeka Belajar selama dua tahun terakhir. Kurikulum ini dikembangkan dari kurikulum prototipe atau kurikulum darurat untuk mengatasi proses belajar yang berubah total karena pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut hasil evaluasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di ribuan sekolah, kurikulum Merdeka Belajar membuat siswa jauh lebih maju empat bulan dibanding siswa yang menggunakan kurikulum lama atau kurikulum 2013. “Capaian literasi dan numerasi siswa yang hilang akibat pandemi bisa dikejar dengan kurikulum baru ini,” kata pelaksana tugas Kepala Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan, Supriyatno, Ahad, 13 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan capaian literasi siswa pada sekolah yang menggunakan kurikulum Merdeka Belajar berada di angka 570. Sedangkan capaian literasi siswa pada sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 hanya berkisar 532 poin akibat pandemi. Begitu pula capaian numerasi atau kemampuan berhitung siswa yang menurun tajam menjadi 482 poin. Padahal capaian numerasi siswa seharusnya berada di angka 522 poin dalam situasi normal atau tanpa pandemi. Adapun capaian numerasi siswa pada sekolah yang menerapkan kurikulum darurat hampir setara dengan situasi normal, yaitu 517 poin.
Supriyatno mengatakan kurikulum baru ini terbukti mampu mengejar ketertinggalan akibat proses belajar-mengajar yang buyar selama masa pandemi. Learning loss ini dimaklumi karena akses Internet yang tak merata, sehingga kesulitan menerapkan pembelajaran jarak jauh. Penyebab lain, keterampilan digital guru yang belum memadai, sehingga terkadang mereka hanya menyebarkan materi sekolah lewat WhatsApp, sekolah memanfaatkan radio lokal untuk menyebarkan materi belajar, dan menyebarkannya lewat pesan berantai.
Seorang guru menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa saat pelaksanaan pembelajaran tatap muka di SMA Negeri 1 Bekasi, Jawa Barat, 17 Januari 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Menurut Supriyanto, kurikulum Merdeka Belajar ini bisa mewadahi kesulitan-kesulitan para guru tersebut. Sebab, materi ajar bukan lagi satu-satunya indikasi kesuksesan belajar siswa. Selain itu, jumlah jam belajar lebih fleksibel. “Yang ingin ditekankan dalam kurikulum ini adalah pembangunan karakter dan pengembangan kompetensi siswa,” kata dia.
Lewat kurikulum ini, kata dia, siswa tak lagi menjadi subyek pasif di ruang kelas. Setiap mata pelajaran diminta berbasis diskusi dan proyek yang bisa dikerjakan bersama. Dengan demikian, pembelajaran tematik menjadi penting karena proyek yang dikerjakan bisa mengaitkan banyak mata pelajaran sekaligus. Misalnya suatu kelas bisa mengerjakan proyek mengidentifikasi pohon dan tanaman di sekeliling yang memiliki dampak terhadap kehidupan mereka. Proyek ini bisa menggabungkan mata pelajaran ilmu alam, ilmu sosial, hingga pelajaran seni.
Selain itu, kata Supriyanto, jumlah jam pelajaran diukur per tahun. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang diukur per pekan. Kondisi itu membuat guru bisa lebih lentur mengajar materi sesuai dengan capaian siswa tanpa dikejar target. Ada pula penghapusan sekat ilmu alam dan ilmu sosial di sekolah menengah atas.
Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim resmi meluncurkan kurikulum Merdeka Belajar ini pada pekan lalu. Ia juga memperkenalkan aplikasi Merdeka Mengajar yang ditujukan bagi guru-guru yang ingin mengakses materi ajar kurikulum Merdeka dan mengakses konten lain yang berkaitan. Misalnya ide-ide proyek yang bisa dikerjakan bersama siswa.
Ia mengatakan, sepanjang dua tahun terakhir, kurikulum ini dirumuskan hingga diujicobakan di ribuan sekolah yang disebut sebagai sekolah penggerak. Selama masa uji coba, Nadiem berkeliling ke sekolah-sekolah untuk mendengar keluh kesah guru, siswa, dan orang tua siswa. “Ada yang khawatir karena capaian materi belajar menjadi berkurang,” kata Nadiem dalam peluncuran tersebut. “Ini memang yang kita inginkan karena sekarang kita ingin menumbuhkan karakter siswa.”
Menurut Nadiem, tidak semua sekolah wajib menerapkan kurikulum Merdeka. Tapi sekolah diberi kebebasan untuk memilih kurikulum yang diterapkan, baik kurikulum Merdeka Belajar maupun kurikulum 2013. Nadiem tak ingin ada sentimen bahwa setiap kali ada pergantian menteri, kurikulum ikut berganti.
Sekolah yang ingin menerapkan kurikulum Merdeka ini bisa mendaftar ke Kementerian Pendidikan agar mendapat pendampingan dan pelatihan selama proses penerapan. Kementerian juga akan memantau pelaksanaan kurikulum ini berjalan agar bisa dievaluasi kembali pada 2024.
Di daerah, kurikulum Merdeka Belajar ini disambut penuh harapan. Kepala SMA Negeri 3 Banda Aceh, Muhibbul Khibri, mengatakan perubahan paradigma belajar dan mengajar memberi napas segar bagi sekolah. Ia menilai pandemi Covid-19 sempat membuat sekolah putus asa. “Kami enggak dikurung lagi harus punya capaian-capaian tertentu,” kata Muhibbul. “Yang penting adalah anak didik itu karakternya terbangun jadi orang yang kritis dan kreatif.”
INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo