Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERLAHAN-LAHAN Muhammad Bakri menarik jaring itu. Berat. Tak seperti biasanya. ”Mungkin ikan yang terjerat besar-besar,” pria 45 tahun itu berpikir, penuh harap. Selasa petang pekan lalu itu, angin barat berembus kencang. Bakri berhenti sejenak. Menarik napas. Kemudian dengan tenaga penuh, ia kembali menarik jaring.
Begitu isi jaringnya menyembul ke permukaan laut, Bakri menghela napas kesal. Yang terjala bukan ikan, melainkan selembar papan tripleks bekas. Tapi, setelah diamati, ternyata bukan sembarang tripleks juga. Bentuknya unik. Seumur-umur ayah lima anak itu belum pernah melihat barang model begini. Karena bentuknya yang aneh, papan itu dibawanya pulang.
Malam harinya, Bakri membolak-balik papan itu. Sanak kerabat ikut merubung. Semua bingung. Bakri menyebut temuannya itu ”benda canggih”. ”Siapa tahu barang ini bisa dijual,” Bakri berpikir. Tapi, belakangan, ia mengurungkan niat itu.
Hingga esok harinya, warga Lojie, Desa Bojo, Kecamatan Mallustasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, itu belum juga tahu benda apa gerangan yang ditemukannya. Bakri, yang cuma tamat sekolah dasar itu, lalu memanggil Abdillah, kerabat dekatnya. Abdillah dianggap pintar karena dia guru olahraga di Sekolah Dasar Lojie.
Dibolak-balik berkali-kali, Abdillah juga mati akal. Ia malah menyarankan penemuan itu dilaporkan ke polisi. Rabu petang, tiga polisi datang mengambil papan itu dan menyerahkan penemuan ini kepada Kepolisian Wilayah (Polwil) Pare-pare, Sulawesi Selatan.
Barulah kemudian muncul ingar-bingar. ”Benda canggih” temuan Bakri ternyata tiada lain daripada tail horizontal stabilizer, penyeimbang ekor sebelah kanan pesawat Adam Air yang raib sejak 1 Januari itu. Membawa 96 penumpang dan enam awak, pesawat Boeing 737-400 dengan rute penerbangan Surabaya-Manado itu lenyap di sekitar angkasa Sulawesi.
Pada papan yang ditemukan itu ada tulisan 65C25746-76. ”Nomor ini cocok dengan milik pesawat Adam Air yang hilang,” kata Marsekal Pertama Eddy Suyanto, Ketua Tim Search And Rescue (SAR) pencarian pesawat nahas ini. Temuan Bakri kemudian mengubah skenario pencarian pesawat Adam Air. Dari Pantai Lojie, tim pencari menyusuri pinggir laut mengikuti arus air.
Ribuan warga dilibatkan. Hampir semua nelayan Bojo libur melaut. Menumpang perahu motor, mereka sigap mencari serpihan pesawat. Bahkan anak-anak juga ada yang libur sekolah. Mengenakan seragam, mereka ikut menyisir pantai. Enam puluh wartawan tumpah di sana. Kawasan Pantai Lojie mendadak meriah.
Sesungguhnya, sebelum temuan Bakri diumumkan, warga lain juga menemukan sejumlah ”benda aneh”. Rabu pagi pekan lalu, misalnya, sejumlah anak sekolah menemukan serpihan di bibir pantai. Deni, murid Sekolah Dasar Lojie, menemukan pecahan jok belakang kursi pesawat. Di situ ada tulisan petunjuk tentang keberadaan pelampung di bawah kursi.
Deni bahkan menemukan pelampung. Karena tak tahu itu benda apa, dia menjadikannya mainan bersama kawan-kawannya. Setelah temuan Bakri di-umumkan, Deni menyerahkan ”mainan” itu kepada polisi.
Hingga akhir pekan lalu, warga sudah menyerahkan 40 serpihan kepada tim pencari. Dari jumlah itu, 28 serpihan dipastikan milik Adam Air. Temuan itu, antara lain, meliputi enam pecahan kursi, meja makan lipat, suar, layar monitor, dan ban pesawat. Serpihan itu berserakan di sejumlah lokasi, seperti Pantai Barru, Mallawa, Kupa, dan Palanro. Hingga akhir pekan lalu, warga dan tim pencari masih terus menyisir sejumlah pantai.
Sebuah pertanyaan besar tetap tersisa: di manakah badan pesawat dan para penumpang? Tim pelacak kini dibagi tiga: udara, laut, dan darat. ”Laut masih menjadi sasaran utama,” kata Eddy Suyanto. Toh, sejumlah pesawat terus mengintai dan memusatkan pencarian ke wilayah Barru, Pare-pare, dan Majene—tak begitu jauh dari temuan papan Muhammad Bakri.
Di laut, sejumlah kapal seperti KRI Nala, Rengat, Fatahillah, dan Mary Sears dari Amerika Serikat terus melacak. Jumat pekan lalu muncul titik cerah: KRI Nala berhasil mendeteksi logam di dasar laut perairan Majene. Sinyal logam itu termasuk kuat, terdeteksi pada kedalaman sekitar 1.600 meter.
Lokasi logam tak begitu jauh dari titik koordinat tempat pesawat kehilangan kontak dengan menara kontrol di Bandara Hasanuddin, Makassar. ”Temuan ini memperkuat asumsi bahwa pesawat jatuh di laut,” kata Kepala Kepolisian Resor Majene, Ajun Komisaris Besar Sudaryanto.
Walau belum bisa memastikan logam di dasar laut itu milik pesawat Adam Air, Panglima Komando Maritim Timur, Laksamana Dua TNI Moekhlas Sidik, sepakat dengan Sudaryanto. Moekhlas menegaskan, ”Temuan baru ini memperkuat dugaan pesawat nahas jatuh di sekitar Majene.”
Mengapa serpihan pesawat berserakan hingga Pantai Lojie? Moekhlas menduga serpihan-serpihan itu terbawa arus laut, yang di wilayah itu memang terhitung kencang. Di darat, sekitar de-lapan ratus orang terus bergerak. Tim pencari darat ini berpusat di Makassar, tapi sekitar tiga puluh posko menyebar di sejumlah daerah.
Sejak pekan lalu mereka mengubek-ubek wilayah daratan Pare-pare, Barru, Majene, dan Mamuju. Pencarian di darat ini dibantu warga setempat. Di Kabupaten Barru, misalnya, sekitar lima puluh warga rutin menemani tim pencari.
Di Pantai Lojie, Muhammad Bakri mendadak kesohor. Sejak Kamis pekan lalu, sejumlah media massa di Makassar memuat surat pembaca yang memuji tindakannya. Sejumlah keluarga korban juga mengucapkan terima kasih kepada Bakri. Nelayan yang sehari-hari cuma berhasil mengais rezeki Rp 20 ribu dari berjual ikan itu mendapat hadiah uang tunai Rp 50 juta dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. ”Bakri akan kami panggil ke Makassar mengambil hadiah uang itu,” kata Eddy Suyanto.
Wenseslaus Manggut, Irmawati( Lojie, Pare-pare), dan Sunudyantoro (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo