BENDERA merah ~darah dengan lima bintang kuning emas dikerek di teras Hotel Borobudur Jakarta. Namun, tak seperti di arena Asian Games di Beijing. Setiap kali bendera Republik Rakyat Cina (RRC) itu dikibarkan, suasana gembira meledak menyambut medali emas yang dikalungkan di pundak atletnya. Di Jakarta. upacara menaikkan bendera RRC memang tak disambut gegap gempita. Hanya dihadiri enam orang staf Kedutaan RRC, dua orang petugas protokol Departemen Luar Negeri Indonesia dan belasan wartawan. Secara khidmat, Kamis pagi pekan lalu, bendera RRC itu melambai-lambai lagi di Indonesia setelah 23 tahun dilipat. Hari itu, secara resmi kantor kedutaan RRC dibuka di Jakarta. "Untuk sementara kami berkantor di sini," ujar Liu Xiensheng, kuasa usaha ad interim Kedubes RRC di Jakarta, sambil menunjukkan kamar nomor 1503 di hotel berbintang lima itu. Untuk tahap awal, Kedutaan RRC baru akan diwakili oleh sembilan orang staf. Mereka akan melakukan pelbagai tugas, sebagaimana tugastugas awak kedutaan, seperti menangani masalah perdagangan, konsuler, militer, politik, kebudayaan, dan administrasi. "Secara bertahap, urusan akan kami layani mulai awal Oktober ini," tambah Liu, yang pernah menjadi staf Kedubes RRC di Jakarta 23 tahun lalu. Urusan visa dalam waktu dekat ini masih belum bisa dilayani di kamar Hotel Borobudur itu. "Kecuali visa bagi pejabat pemerintah yang akan mengunjungi Cina," kata Liu. Untuk warga masyarakat biasa masih berlaku peraturan lama, permohonan visa masih tetap dilakukan lewat Kedutaan Cina di Hong Kong. RRC disebut-sebut telah menyiapkan Qien Yonglien sebagai duta besar untuk Jakarta. Dia di~plomat senior yang pernah menjabat wakil duta besar RRC untuk Washington. Tapi para staf Kedutaan Cina di Jakarta sendiri belum memastikannya. "Kami masih menunggu persetujuan dari Jakarta," tutur salah satu staf. Tampaknya, Cina mempersiapkan betul stafnya untuk pos Jakarta. Dari sembilan orang yang telah datang, dua orang di antaranya mampu berbahasa Indonesia kendati terbata-bata. Selebihnya mahir berbahasa Inggris. Kuasa usaha ad interim Liu Xiensheng, 52 tahun, sendiri tampak paling siap dengan medan Indonesia. "Saya sempat belajar di Fakultas Sastra UI," ujarnya. Dia mengambil Jurusan Sastra Indonesia. Tentang kantor kedutaan Cina di Jakarta, sampai akhir pekan lalu, masih belum jelas benar. Kabarnya, pemerintah Indonesia tengah menawarkan dua tempat. Bekas kantor Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) di Jalan Senopati atau salah satu lantai di sebuah gedung di Jalan Sudirman. "Kami masih belum mendapatkan kepastian," kata Liu. Untuk jangka panjang, Cina telah mengincar sebidang tanah di segi tiga emas Jalan Rasuna Said. "Kemungkinan besar di situ akan dijadikan alamat tetap," tambah Liu. Kapan pembangunan gedung di situ belum dipastikan. Sebaliknya, pihak Indonesia kemungkinan juga akan mengirim tim ke Beijing pekan ini. Mereka baru akan meninjau lokasi calon kantor kedutaan. Siapa yang akan ditempatkan di Beijing? Ada suara-suara yang menyebut diplomat senior Abdurahman Gunadirja, 57 tahun, yang kini menjabat Direktur Pendidikan Luar Negeri di Departemen Luar Negeri. Gunadirja, bekas Direktur Penerangan Luar Negeri, pernah menjadi duta besar di Irak dan Afghanistan. Dia pernah mengenyam pendidikan sinologi, dan mampu berbicara mandarin. Namun, bursa calon duta untuk Beijing itu ternyata bukan cuma Gunadirja. Masih ada yang menyebut W.D.~ ~~Soekisman, berkas Deputi Kepala Bakin yang kini menjadi Rektor Universitas Dharma Persada Jakarta. Ada juga yang memunculkan nama Darwoto, dubes Indonesia di Selandia Baru. Namun. nama-nama yang beredar dibursa agaknya tak akan ada artinya sebelum Presiden sendiri memastikan dan mendapat persetujuan dari Beijing. Masalah kantor kedutaan untuk kedua negara yang baru cair dua bulan lalu memang bukan soal mudah. Sebelum hubungan RI - RRC retak 23 tahun silam, keduanya punya gedung kedutaan. RRC memiliki kantor di Jalan Gajahmada, Jakarta. Indonesia juga punya gedung di Beijing. Tapi, lantaran hubungan kedua negara putus diikuti permusuhan yang tajam, kantor kedutaan itu pun jadi tak jelas rimbanya. Setelah lama tak bertegur sapa, Beijing lantas mengambil inisiatif menjajaki pemulihan hubungan alias huifil waijiao. Langkah pertama terjadi 1973, ketika menteri luar negeri kedua negara bersua di Paris. Karena belum juga menembus kebekuan, Cina kembali menawarkan jabat tangan lagi pada 1977, lewat pihak ketiga, Perdana Menteri Papua Nugini Michael Somare. Ketegangan telah lewat. Upaya pemulihan hubungan diplomatik terus menggelinding. Pertemuan tingkat menteri luar negeri kembali diadakan. Tak lama setelah itu, tim Kadin pun bertandang ke pekan raya industri di Hangzhou. Tapi matahari tampak cerah ketika Presiden Soeharto sendiri bertemu dengan Menlu Qian Qichen di Tokyo, Maret i990. Ketika itu keduanya sama-sama menghadiri pemakaman Kaisar Hirohito. Kedua negara bertekad mengakhiri "tak saling sapa". Kebekuan hubungan diplomatik kedua negara hendak dicairkan kembali. Menteri Luar Negeri Ali Alatas terbang ke Beijing Juli lalu dan memberikan kepastian mengenai rencana pembukaan kembali hubungan deplomatik Indonesia--RRC. Puncaknya adalah kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta Agustus lalu. Kesepakatan membuka hubungan persahabatan tingkat kedutaan besar pun diteken. Sampai akhirnya bendera RRC berkibar lagi di Hotel Borobudur itu. P~~~~utut Tri Husodo dan Sri Indrayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini