Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berbagai Jalan Menuju Helsinki

Dialog dengan GAM digelar di Helsinki, Finlandia. Gerilya membuka jalan dilakukan pemerintah sejak jauh hari?termasuk dengan menjanjikan konsesi kebun sawit dan pesawat terbang.

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT termometer jatuh 12 derajat di bawah titik beku, dua delegasi itu bertemu. Dalam kabut Kota Helsinki, Finlandia, pertemuan itu terkunci rapat. Tak ada yang mau bicara. Tak delegasi Gerakan Aceh Merdeka, bukan pula pemerintah Republik Indonesia.

Tim Indonesia terdiri dari sepuluh wakilnya, termasuk tiga petinggi sebagai perunding: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin, Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S.

Gerakan Aceh Merdeka dipimpin Perdana Menteri GAM Malik Mahmud, yang datang dari Swedia, negeri tempat para pemimpin pemberontakan itu bermukim selama ini. Bersamanya terlihat Menteri Luar Negeri GAM Zaini Abdullah dan juru bicara Bakhtiar Abdullah. Hadir juga dua tokoh gerakan itu, M. Nur Djuli (GAM Malaysia) dan Nurdin Abdul Rahman (GAM Australia).

Kedua delegasi mendarat di lapangan terbang Helsinki pada hari yang sama, Kamis pekan lalu, meski tidak pada jam yang berbarengan. Di bandara mereka dijemput petugas khusus dari Crisis Management Initiative (CMI), lembaga independen yang dipimpin bekas Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari.

Inilah dialog "resmi" pertama petinggi GAM dengan Indonesia, setelah sepanjang 1999-2002 mereka berunding tapi tak mencapai titik temu. GAM menghendaki kemerdekaan Aceh, RI menolak dan hanya memberikan opsi otonomi khusus. Dua tahun lalu, pintu perundingan dikunci oleh operasi militer di Aceh.

Terpilih sebagai presiden Oktober tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan rekonsiliasi kepada GAM. "Indonesia telah mengajukan sejumlah tawaran kepada para pemimpin GAM di Aceh untuk mengakhiri konflik secara damai," kata Yudhoyono di Istana Merdeka, sehari sebelum perundingan.

Dia berharap GAM kembali duduk bersanding dalam negara kesatuan, lewat penerapan otonomi khusus bagi Aceh. Meski pertemuan Helsinki bersifat informal, kata Yudhoyono, peristiwa itu adalah, "Momentum yang sangat bagus." Setidaknya, semua bisa bersatu membangun kembali Aceh setelah diterjang gelombang tsunami sebulan lalu.

***

TIBA secara terpisah, kedua delegasi melesat ke salah satu gedung di Koenigstedt Manor, 60 kilometer sebelah utara Helsinki. Panitia di Helsinki telah menyiapkan tempat khusus yang amat rahasia.

Di rumah tersembunyi itu, delegasi kedua pihak bertemu terlebih dulu dengan penengah dialog, bekas Presiden Finlandia Martti Ahtisaari. Pertemuan itu juga dilakukan sendiri-sendiri sebelum akhirnya keduanya duduk satu meja. Juru bicara CMI, Maria-Elena Cowell, mengatakan bahwa pembicaraan dua pihak itu diawali dengan semangat positif. "Pembicaraan berlangsung sepanjang hari," kata Cowell.

Hingga Sabtu pekan lalu, dua delegasi masih terlibat pembicaraan serius. Cowell mengatakan perbincangan hari itu masih menyangkut masalah bencana yang mengakibatkan krisis kemanusiaan di Aceh. Selanjutnya: Cowell mengunci mulut.

Sehari sebelum berangkat ke Finlandia, salah seorang delegasi GAM, M. Nur Djuli, berkata bahwa pihaknya siap melakukan gencatan senjata. Dialog itu, kata dia, untuk memastikan dua pihak tak saling menyerang selama bantuan kemanusiaan mengalir kepada korban tsunami. "Setelah sepakat, kami siap membahas masalah lain," ujarnya.

Dia mengatakan mustahil merampungkan semua masalah konflik Aceh dalam dua hari. Sengketa Aceh sendiri sudah berlangsung hampir 30 tahun. Yang terpenting, kata dia, adalah mencapai kesepakatan gencatan senjata. Djuli khawatir, penyaluran bantuan bisa berantakan gara-gara dua pihak terus baku tembak. "TNI dan GAM harus menunjukkan kasih sayang kepada rakyat."

Apalagi banyak masyarakat internasional yang mau membantu Aceh saat ini. Perdamaian di Aceh, kata dia, bukan cuma kehendak pemerintah Indonesia dan GAM, tapi juga masyarakat dunia. Namun adakah kemungkinan pembicaraan lain di luar gencatan senjata? Djuli tak mau berkomentar. Tapi, dari dia, ada satu sinyal menarik: "Kami butuh solusi yang bisa menjaga kehormatan kedua belah pihak."

Namun, sampai Sabtu lalu, belum terdengar solusi apa yang ditawarkan kedua regu. Kepada wartawan asing di Helsinki, Perdana Menteri GAM Malik Mahmud hanya mengaku senang dengan perundingan itu. "Saya tak bisa membuka isinya. Tapi sekarang saya senang sekali."

***

SESUNGGUHNYA ini bukan pertemuan dadakan. Sejumlah sumber yang dihubungi Tempo menunjuk Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai orang yang merintis jalan ke arah dialog Helsinki. Mendapat mandat dari Presiden Yudhoyono, Kalla kemudian menunjuk Hamid Awaluddin, Sofyan Djalil, dan Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, serta bekas Komandan Korem 012/Teuku Umar Mayjen Syarifuddin Tippe untuk bekerja di lapangan.

Seorang tokoh gerakan mahasiswa Aceh, yang menolak namanya disebut, mengatakan gerak Kalla ini sudah dimulai ketika ia menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah kabinet Presiden Megawati.

Saat itu Kalla, yang mendapat mandat dari Megawati, meminta Hamid Awaluddin (saat itu masih anggota Komisi Pemilihan Umum) untuk melobi tokoh GAM di Belanda dan Denmark. "Ada usul untuk meminta Inggris dan Jepang sebagai mediator, melanjutkan proses perdamaian yang gagal dua tahun lalu," ujar mahasiswa yang turut menemani Hamid ke Belanda pada Oktober 2003. Tapi proses itu terhenti karena rapat kabinet melihat operasi militer masih efektif meredam pemberontakan di Aceh. Setelah itu, pintu dialog seperti terkunci.

Peluang terbuka lagi setelah SBY dan Kalla naik ke pucuk kekuasaan. Jusuf Kalla kembali meminta Menteri Hamid melanjutkan dialog yang terbengkalai. Sumber Tempo di kantor Wakil Presiden mengatakan, upaya itu berlangsung sejak SBY-Kalla resmi dilantik menjadi presiden dan wakil presiden pada Oktober silam. Semua proses itu berlangsung sangat rahasia.

Hamid Awaluddin sendiri tak pernah mau berkomentar mengenai kerjanya itu. "Tanyalah Bapak Wapres," katanya.

Informasi lebih jelas justru ditemukan di Aceh. Seorang narapidana GAM yang mendekam di Penjara Keudah, Banda Aceh, menuturkan sebuah kisah seru. Katanya, di bui, hampir setiap hari dia bertemu juru runding GAM Sofyan Ibrahim Tiba, yang dihukum penjara 15 tahun di sana.

Sofyan memang sudah sakit-sakitan. Dia tak sempat lari ketika tsunami datang, dan hidupnya tamat ketika gelombang raya itu menghancurkan penjara. "Saya sering merawatnya di penjara," ujar si napi GAM. Dia selamat dan meminta namanya tak disebut.

Tiga pekan sebelum tsunami menggodam Banda Aceh, kata si napi, Sofyan kedatangan tamu. Mereka mengaku tim dari Jakarta. Tim itu terdiri dari tiga orang, antara lain pengusaha asal Aceh Rusli Bintang dan dua pria mengaku anggota GAM dari Malaysia bernama M. Daud Syah dan Harun Yusuf. Tergelitik ingin mengetahui maksud para tamu itu, sore harinya sejumlah napi GAM yang berada di penjara itu pun bertanya kepada Sofyan.

"Mereka ingin persoalan Aceh selesai secara domestik," tutur sumber itu menirukan jawaban Sofyan Tiba. Maksudnya, tak perlu dialog jauh-jauh ke luar negeri kalau di dalam negeri bisa mencapai kata sepakat. Dalam pertemuan itu, Rusli Bintang membawa "misi kesejahteraan" bagi GAM yang menyerah. Setiap gerilyawan yang turun gunung tanpa senjata dijanjikan 3 hektare kebun sawit siap panen. Sedangkan bagi yang menyerahkan senjata mendapat bagian 5 hektare.

Sofyan Tiba tak menyatakan menerima atau menolak tawaran itu. Masih menurut sumber itu, Sofyan mengelak dengan halus. "Saya juru runding, bukan GAM. Kebijakan politik itu wewenang para petinggi GAM di Swedia. Silakan berhubungan ke sana," katanya lagi. Sofyan malah balik bertanya apakah tamunya itu punya mandat resmi mewakili GAM. Soalnya, Sofyan merasa dia masih menjadi ketua juru runding yang sah. Walhasil, tim Rusli Bintang itu pun pulang dengan tangan kosong.

Sumber napi itu menyebutkan Rusli, Harun, dan Daud adalah utusan Menteri Hamid. Kedatangan mereka sudah didiskusikan oleh tim Jusuf Kalla. Selain Hamid, Syarifuddin Tippe, dan Sofyan Djalil, kabarnya juga terlibat Gubernur Aceh non-aktif Abdullah Puteh. Saat ini Puteh masih mendekam di penjara Salemba, Jakarta Pusat, karena terserimpet kasus korupsi yang disidik Komite Pemberantasan Korupsi. Meski begitu, Puteh rupanya masih sering diminta bantuan memuluskan dialog dengan GAM di lapangan.

Siapa sebenarnya Harun dan Daud? Menurut anggota GAM yang kini bermukim di Malaysia, Harun lebih dikenal dengan nama Harun Kancil. Nama sebenarnya Harun Yusuf. "Kancil" adalah julukan bagi pedagang jamu asal Aceh di Malaysia itu. Dia dikenal dekat dengan kalangan GAM di Aceh Utara. Sedangkan Daud adalah M. Daud Syah. Lelaki setengah baya itu memang dikenal sebagai senior GAM di Malaysia. "Dia termasuk orang yang dituakan," ujar sumber tadi.

Antara Harun, Daud, dan wakil pemerintah sebelumnya juga sudah ada kesepahaman yang bahkan sempat dituangkan di atas kertas.

Dokumen itulah yang sempat dibaca Tempo dari seorang sumber lainnya di Aceh Utara. Ada sembilan butir masalah yang tertulis di kertas dan diteken di Kuala Lumpur itu. Tertanggal 31 Oktober 2004, dokumen kesepahaman itu diberi judul "Butir-butir Kesepahaman antara Juru Runding Pihak Pemerintah dan GAM". Di bawahnya ada tanda tangan Hamid Awaluddin, Sofyan Djalil, Syarifuddin Tippe, Abdullah Puteh, Rusli Bintang, M. Daud Syah, dan Harun Yusuf.

Sembilan butir itu berisi semacam konsesi ekonomi. "Setelah membahas proposal dan counter-proposal dari pihak GAM dan pihak pemerintah," begitu bunyi kalimat pembukanya, "kami mencapai kesepahaman untuk penyelesaian masalah konflik Aceh." Butir satu lebih ke soal politik, yang menekankan semua produk hukum otonomi khusus bagi Aceh harus dijalankan secara konsisten. Sedangkan butir kedua sampai akhir semuanya berbau ekonomi.

Misalnya, ada kesepahaman bahwa penyerahan PTP-I (PT Perkebunan I) beserta asetnya kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam diperuntukkan bagi anggota atau pengikut GAM, sebagai salah satu syarat penyelesaian konflik Aceh. Dalam catatan Tempo, areal PTP-I ini adalah kebun sawit di daerah Aceh Utara dan Aceh Timur. Sebagian besar telantar akibat konflik bersenjata.

Lalu, ada juga kesepahaman penyerahan dua pesawat Boeing 737-300 kepada Pemda Aceh, plus sepuluh buah pesawat berkapasitas 15 kursi dengan syarat pesawat harus buatan luar negeri. Tambahan lainnya, perluasan Bandara Iskandar Muda.

Pada bagian lain, disepakati membangun kebun sawit atau kebun lainnya maksimum bagi 150 buah pesantren. Tiap pesantren akan mendapat sekitar 100 hektare kebun. Syaratnya, kebun itu hanya bagi pesantren yang punya paling sedikit seribu santri. Selain itu, pemerintah akan membangun PLTA Peusangan, yang akan dihibahkan kepada Pemda Aceh. Rencananya, setiap masjid, meunasah, dan pesantren di Aceh akan mendapat listrik gratis.

Selanjutnya, ada kesepakatan GAM harus menyerahkan sedikitnya 900 pucuk senjata, dan penyerahan itu akan diikuti dengan pemberian amnesti umum kepada anggota GAM, termasuk semua pihak yang ditahan atau dihukum karena terkait dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Perwakilan GAM di Malaysia Nur Djuli menolak kesepahaman itu sebagai perjanjian resmi. Menurut dia, Harun tak pernah mendapat mandat dari petinggi GAM di Swedia. Karena itu, butir kesepahaman itu dianggap, "Tak ada urusan dengan GAM."

Mungkin, karena belum nyambung ke pusat gerakan itu, tim lain pun diturunkan pemerintah. Empat tokoh masyarakat Aceh berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia, November lalu. Tim inilah yang berhasil menemui sejumlah petinggi GAM yang berada di bawah garis komando Hasan Tiro. Petinggi GAM Kuala Lumpur yang ditemui tak lain M. Nur Djuli, yang belakangan menjadi salah satu utusan GAM dalam pertemuan Helsinki.

Menurut seorang anggota tim yang ikut, pembicaraan dengan Nur Djuli cukup alot. Baru pada hari keempat, tim ini berhasil meyakinkan petinggi GAM Kuala Lumpur agar bersedia berdialog kembali. Menurut dia, tak mudah meyakinkan GAM bersedia kembali ke meja perundingan. "Kami mengingatkan mereka tentang nasib masyarakat Aceh yang sudah bosan dengan konflik bersenjata," ujar anggota tim yang menolak namanya ditulis.

Selain itu, pihak GAM juga mengajukan syarat lain. Mereka bersedia berunding jika difasilitasi pihak ketiga. "Syarat itulah yang kami kemukakan kepada Pak Jusuf Kalla," ujarnya. Selanjutnya, dia tak lagi tahu-menahu. Pekan lalu, sumber itu mendapat kabar bahwa perundingan ternyata berlangsung di Finlandia. Lalu soal konsesi ekonomi? Pembicaraan itu lenyap, karena Nur Djuli menganggap kesepakatan ekonomi itu tak sah. Dia melempar soal itu ke petinggi GAM di Swedia.

***

JAKARTA tampaknya memakai strategi berlapis untuk menghadapi GAM. Selain mengutus orang untuk menemui Sofyan Tiba di penjara dan menggelar pertemuan di Malaysia, kantor Wakil Presiden juga menggunakan pendekatan keluarga.

Seorang kerabat Panglima GAM Muzakir Manaf menyebut Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah memanggil Aswin Manaf, kakak kandung Muzakir, ke rumah dinas Wakil Presiden di Jalan Diponegoro, Jakarta. "Aswin diharapkan bisa membujuk Muzakir," ujar sumber itu. Aswin, yang tinggal di Seunuddon, Aceh Utara, dikabarkan telah berangkat lagi ke Jakarta, Rabu pekan lalu.

Sedemikian akrabnya pertemuan itu sehingga, menurut seorang sumber, pada akhir pertemuan kedua pihak sampai berfoto bersama. Jusuf Kalla, seperti anggota tim yang lain, tak mau berkomentar. Dalam sebuah wawancara dengan Tempo, ia hanya membenarkan ada upaya dialog yang tengah dirintis pemerintah.

Berbagai jalan menuju perdamaian ditempuh pemerintah. Berunding di Helsinki, membagi konsesi di Jakarta.

Nezar Patria, Yuswardi A. Suud (Lhok Seumawe), Nurlis E. Meuko (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus