Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencuri atau Sekadar Nyinyir

Dituduh mencuri bantuan korban Aceh, Koordinator LSM Government Watch, Farid Faqih, dihajar tentara. Ia resmi dijadikan tersangka.

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tayangan Breaking News Metro TV pada Rabu pekan lalu merebut perhatian pemirsa. Presenter membacakan berita yang sungguh mengejutkan: Farid Faqih, Koordinator LSM Government Watch (Gowa), tertangkap basah mencuri bantuan untuk pengungsi di Aceh. Farid, kata presenter itu, ditangkap Pasukan Khas TNI Angkatan Udara di Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Dalam tayangan di layar kaca itu wajah Farid tampak babak belur. Mata kiri dan bibir Farid bengkak dan berwarna kehitaman. Kedua tangannya diborgol seperti penjahat kelas kakap.

Esok harinya, polisi menyatakan Farid Faqih, 57 tahun, sebagai tersangka pencurian dengan pemberatan. Brigjen Pol Soeharto, Direktur V Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri, di Mapolresta Banda Aceh mengatakan, pengumpulan barang bukti pencurian sudah cukup. Farid diduga melanggar KUHP Pasal 236E tentang pencurian dengan pemberatan. "Ia mencuri bantuan korban bencana alam," kata Brigjen Pol Soeharto. Farid bisa dikenai hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Kesimpulan polisi itu didapat dari pemeriksaan tersangka dan kronologi resmi TNI. Menurut versi TNI, mereka sudah tiga hari mengintai kawanan pencuri yang beraksi di Lanud Iskandar Muda. Soalnya, banyak barang bantuan yang diduga raib. Nah, pada Rabu pekan lalu mereka mendapati dua truk yang mengangkut barang milik Kodam Iskandar Muda yang baru sampai di hanggar Lanud Iskandar Muda. Setelah diusut, ternyata Farid Faqih yang menyuruh "memindahkan" barang-barang tersebut ke gudang milik Gowa. Setelah sempat adu mulut, seorang perwira TNI AU, menghajar Farid hingga babak belur.

Pernyataan polisi dan TNI dibantah pengacara kondang Adnan Buyung Nasution. Pengacara yang ditunjuk keluarga untuk membela Farid ini menyatakan kliennya tak melakukan pencurian. Tindakan Farid, menurut Buyung, hanya membantu mendistribusikan sumbangan bagi korban gempa dan tsunami di Aceh. "Kalau mau mencuri, barangnya bisa dijual ke mana?" kata Adnan Buyung Nasution. Pengacara yang kerap disapa Si Abang ini mengatakan telah menemui Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar. Dengan alasan keamanan, Buyung meminta pemeriksaan Farid dipindahkan ke Jakarta. Buyung juga meminta tentara yang menghajar Farid diperiksa oleh Polisi Militer.

Sekretaris Eksekutif Gowa Andi W. Syahputra juga membantah LSM-nya mencuri barang milik TNI. Menurut Andi, Gowa tak sembarangan mengambil dan menyalurkan barang yang menumpuk di Lanud Iskandar Muda. "Meskipun cuma secara lisan," kata Andi, "Gowa mendapat izin dari Kapuspen TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin." Tapi, entah kenapa hari itu barang milik Kodam Iskandar Muda yang diambil Farid.

Berita penangkapan Farid langsung menjadi bola panas. Soalnya, Farid dikenal sebagai aktivis LSM yang gencar mengawasi pelbagai penyimpangan keuangan pemerintah. Selama di Aceh, Farid juga mengumpulkan data korupsi bantuan bagi korban tsunami. Tak heran, banyak aktivis LSM tak percaya dengan tudingan polisi. Teten Masduki, misalnya, meragukan hasil pemeriksaan polisi. Koordinator Indonesia Corruption Watch ini menduga penangkapan Farid berlatar belakang politis. Selain itu, Teten juga menganggap peristiwa ini buntut dari koordinasi penyaluran bantuan yang kacau-balau. "Untuk apa seorang Farid Faqih mencuri kotak berisi air mineral?" ujar Teten Masduki.

Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi perhatian khusus. Lewat Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Presiden menyatakan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus diproses secara hukum. "Bukan diselesaikan dengan main hakim sendiri," ujar Presiden seperti ditirukan Sudi Silalahi. Presiden Yudhoyono, kata Sudi, memerintahkan TNI memeriksa tentara yang menganiaya Farid.

Memang ada isu lain. Berdasarkan pantauan Tempo, Farid dikenal sebagai tokoh LSM yang aktif menjadi relawan di Aceh. Sejak 28 Desember 2004, dua hari setelah badai tsunami, alumnus Teknologi Pangan IPB ini sudah masuk ke Banda Aceh. Selain mengawasi penyaluran bantuan, Farid aktif mengevakuasi mayat dan mendistribusikan bantuan ke kantong-kantong pengungsian. Hampir tiap malam, Farid terlibat rapat koordinasi Satkorlak Bencana di Pendapa Gubernuran Aceh. Bekas Ketua Dewan Mahasiswa IPB (1976_1978) ini kerap memberikan pendapat yang nyinyir.

Apakah karena nyinyir itu lantas tentara tidak suka pada Farid? Pemeriksaan tengah berlangsung, duduk masalahnya masih gelap.

Setiyardi, Adi Warsidi (Banda Aceh)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus