KINI, pesta perkawinan adat, baralek, di Pasar Sorkam terasa tak
lengkap. Gulai kepala kambing jatah kepala desa tak perlu lagi
disajikan. Buat apa -- toh kepala desa di Kabupaten Tapanuli
Tengah tersebut tak akan muncul di perhelatan. "Tak ada lagi
orang yang mau mengundangnya," seperti kata Bilal Samsaloden,
pegawai masjid yang menyelenggarakan perkawinan kemanakannya
akhir bulan lalu, menyebutkan sebab-musababnya.
Penduduk Pasar Sorkam, seperti halnya Bilal, belakangan ini
memang enggan berurusan dengan kepala desa. Coba saja: alangkah
berabenya bila para tamu serentak meninggalkan tempat begitu
melihat kepala desa menghadiri baralek. Sampai-sampai ada
seorang ibu meraung-raung menangisi pesta anak daranya yang
ditinggalkan tetamu. Jadi, ujar Bilal, "biarlah tak beradat asal
tetap bermasyarakat."
"Perbahan adat" nelayan Suku Pesisir memang terjadi semenjak
Camat Sorkam, Kamal Pohan, menunjuk Abdul Kahar Tanjung sebagai
Pelaksana Kepala Desa di Pasar Sorkam, 40 km dari Sibolga, 10
April lalu. Penunjukan tersebut kenyataannya menimbulkan
ketegangan di antara penduduk yang setuju dan menolak Kahar.
Protes bermula, ketika Camat Kamal Pohan mencalonkan Kahar,
setelah kepala desa yang lama, Syahrul Pasaribu, mengundurkan
diri (Desember 1980). Memang ada juga kelompok yang mendukung
Kahar. Camat pernah mengundang penduduk bermusyawarah memilih
kepala desa. Tapi pertemuan yang dihadiri Sekda Kabupaten
Tapanuli Tengah, Drs Abdul Radjab Simatupang, tidak menghasilkan
kesepakatan.
Tidak begitu jelas keberatan mereka yang menolak Kahar. Ada yang
menyebut Kahar, pegawai Dinas Pendapatan Kantor Camat, sebagai
orang yang angkuh dan sombong. Yang lain mengatakan, Kahar bukan
penduduk asli Pasar Sorkam, walaupun beristri penduduk desa
situ.
Karena alasan itu juga, penduduk desa melayangkan surat ke
Bupati Tapanuli Tengah, melihat gelagat Kahar diorbitkan. 135
orang dari 2000 penduduk desa ikut tandatangan. Sekaligus
mengusulkan seorang tauke ikan, Mulia Tanjung, menduduki jabatan
penting di desa mereka.
Surat itu disusul lagi dengan yang lebih keras dan mengancam
"Kalau Kahar jadi kepala desa, harapan kemenangan orde baru pada
Pemilu 1982 menjadi sulit." Lihat saja pengalaman Pemilu yang
lalu, katanya, kekalahan Golkar disebabkan - kepala desa tidak
disukai rakyat. Seorang penandatangan menjamin, Golkar akan
menang bila Kahar tidak diangkat.
Jaminan demikian diberikan pula calon kepala desa dari kelompok
anti-Kahar. Mulia Tanjung, pedagang ikan terkaya di desa itu dan
Bendahara MKGR Golkar Kecamatan Sorkam, mengaku semula menolak
dicalonkan. "Pekerjaan saya cukup merepotkan -- setiap hari
bolak-balik Sorkam-Sibolga," katanya. Namun karena didesak terus
oleh masyarakat, katanya, akhirnya ia menerima pencalonan itu.
Ternyata semua jaminan dan protes penduduk tidak berarti. Kahar
diangkat menjadi kepala desa. Suasana tambah runcing. Ketegangan
nyaris menumpahkan darah. Tengah malam, 27 April, beberapa orang
-- di antaranya berpakaian Hansip -- mendatangi rumah M. Zen
Piliang, Ketua LKMD Pasar Sorkam. Mereka meminta M. Zen
menyerahkan papan nama LKMD berikut inventaris dan arsip
surat-surat. Alasannya, begitu katanya, M. Zen sudah tidak
terpilih lagi sebagai Ketua LKMD. M. Zen, yang termasuk
anti-Kahar, menolak permintaan itu. Untung orang-orang tersebut
tidak memaksakan kehendaknya. Kalau tidak, lihatlah, sekitar 150
orang kelompok anti-Kahar sudah mengintip dengan senjata
terhunus. Demikian cerita Mulia Tanjung.
Menggejala
Kahar, yang merasa menerima jabatan itu sekedar memenuhi
perintah atasan, hanya mengatakan: "Seluruh masalah sudah pada
camat dan bupati." Sedangkan Camat Kamal Pohan menjawab singkat:
"Saya hanya meneruskan kebijaksanaan bupati -- silakan tanya
beliau." Dan sampai berita ini diturunkan Bupati Tapanuli
Tengah, Lundu Panjaitan, masih rapat di Medan.
Ketegangan semacam di Sorkam, bulan-bulan terakhir ini
menggejala di berbagai desa di Sum-Ut, semenjak pengangkatan
kepala desa menjadi pegawai negeri. Seorang bekas Kepala Desa
Sangkar Ni Huta di Tapanuli Utara, misalnya, menulis resolusi
kepada Bupati Salmon Sagala. Tindakan Camat Balige
memberhentikannya dan mengangkat kepala desa baru, katanya,
"merupakan tindakan politis." Terjadi perang dingin di antara
penduduk yang berkelompok.
Ketegangan juga terjadi di Desa Paraoran Tamba, juga di Tapanuli
Utara. 22 kepala keluarga minta agar bupati meninjau kedudukan
Kepala Desa AP. Tamba. Alasannya Tamba, 65 tahun, sudah uzur.
Dan pekan lalu Bupati Lundu Panjaitan SH memang menjanjikan akan
mengadakan pemilihan Kepala Desa Sorkam secara langsung. "Untuk
menampung aspirasi rakyat," kata Bupati kepada Bersihar Lubis
dari TEMPO.
Protes-protes terhadap kepala desa, menurut Kepala Bidang
Informasi dan Data Kantor Gubernur Sum-Ut, TW. Simangunsong,
bukan lantaran kepegawainegerian kepala desa dan pelantikannya
oleh camat. Tapi, lanjutnya, "mereka, berebut kursi kepala
desa." Sebab, jabatan penting desa tersebut, kata Simangunsong,
menyangkut "kehormatan seseorang di desa yang masih dipengaruhi
adat. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini