Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selain dikenal sebagai tokoh proklamator, Bung Hatta juga dikenal dengan julukan Bapak Koperasi Indonesia ketika menyampaikan pidatonya saat hari Koperasi di Indonesia tanggal 12 Juli 1951.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mohammad Hatta memiliki nama lahir Mohammad Athar. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada 12 Agustus 1902 dan wafat di Jakarta pada 14 Maret 1980.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayah dari Mohammad Hatta adalah Haji Muhammad Jamil, seorang keturunan ulama Tariqat Naqsyabandiyah di Payakumbuh. Datuk (kakek) dari Mohammad Hatta, Syaikh Abdurrahman adalah seorang ulama besar di surau Batuhampar, sekitar 9 kilometer dari Payakumbuh. Hatta memanggil kakeknya, Ayah Gaek. Ketika Hatta berumur 8 bulan, Muhammad Jamil wafat. Hatta memiliki seorang kakak perempuan, Rafi’ah yang usianya terpaut sekitar dua tahun.
Siti Saleha, ibu dari Hatta berasal dari kalangan pedagang. Ayah dari Siti Saleha adalah Ilyas Bagindo Marah, salah seorang pedagang kaya di Bukittinggi. Pak Gaek adalah panggilan Hatta untuk Ilyas gelar Bagindo Marah. Setelah ayah Mohammad Hatta wafat, ibunya menikah lagi dengan Mas Agus Haji Ning, seorang saudagar asal Palembang. Hatta memiliki empat orang adik yang semuanya perempuan.
Ketika Hatta berusia 5 tahun, Pak Gaek berencana untuk memasukkannya ke sekolah rakyat di Bukttinggi. Namun, usianya belum mencukupi syarat usia minimal sekolah tersebut. Pak Gaek kemudian memasukkan Hatta ke sekolah milik temannya, Ledeboer, seorang mantan tentara yang memiliki sekolah Belanda swasta. Setiap kali seusai magrib, Hatta kecil mengaji di surau Inyik Djambek. Ia juga mengikuti pelajaran tambahan bahasa Inggris tiga kali seminggu.
Pertengahan tahun 1913 ketika Hatta duduk di kelas 5 sekolah dasar, ia pindah ke Padang. Menjelang pertengahan 1916 saat Hatta berusia 14 tahun, ia lulus ujian masuk Hogere Burger School (HBS), sekolah menengah Belanda untuk anak-anak Belanda, Tionghoa, elite Bumiputra.
Ia pun bersiap-siap untuk bersekolah di Batavia. Ibunya tidak mengizinkannya karena menganggap Hatta masih terlalu muda. Ibunya kemudian mengusulkan Hatta untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama di Padang. Awalnya Hatta keberatan dengan rencana ibunya.
Hatta bahkan tidak mau melanjutkan sekolah dan melamar untuk bekerja di sebuah kantor pos. Pamannya membujuk Hatta untuk mengikuti keinginan bundanya. Hatta akhirnya bersekolah di MULO sampai tahun 1919.
Ketika bersekolah di MULO Padang, Hatta juga aktif dalam organisasi Jong Sumatranen Bond (JSB) cabang Padang dengan menjadi bendahara dan sekretaris. Hatta juga aktif dalam perkumpulan sepakbola Swallow. Setelah lulus dari MULO pada bulan Mei 1919, Hatta memutuskan melanjutkan ke Sekolah Dagang Prins Hendrik School (PHS) di Batavia.
Di Batavia, Hatta menjadi anggota JSB tingkat pusat menjadi bendahara. Pada 1921 Hatta lulus dari Sekolah Dagang PHS dan meraih peringkat tiga terbaik. Awalnya Hatta sempat tertarik untuk bekerja tetapi kemudian ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda.
Hatta tiba di Belanda pada 5 September 1921 dengan bantuan beasiswa Van Deventer setelah pamannya yang menjanjikan jaminan biaya kuliahnya bangkrut. Hatta kuliah di Handels Hoogere School (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam. Sejak September 1921 Hatta menjadi anggota Indische Vereeniging di Leiden dan mulai menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa.
Pada 1922, Hatta ditunjuk menjadi bendahara Indische Vereeniging yang berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Hatta terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia pada bulan Januari 1926 hingga 1930.
Pada akhir Juni dan Juli 1932 Hatta menempuh ujian doktoral dan ia dinyatakan lulus. Pada 20 Juli 1932 Hatta meninggalkan Belanda kembali ke tanah air. Ketika kembali ke tanah air Hatta mengambil-alih pimpinan partai Pendidikan Nasional Indonesia dari Sjahrir dan aktif dengan kegiatan Pendidikan Nasional Indonesia.
Pada akhir Februari 1933, Hatta diajak berkunjung ke Jepang sebagai penasihat, menemani Mak Etek Ayub Rais untuk urusan hubungan dagang Firma Djohan Djohor. Kedatangan Hatta di Jepang tersiar dalam surat kabar. Banyak wartawan datang ke kapal dan menjuluki Hatta ‘Gandhi of Java’.
Dalam menyambut hari Koperasi di Indonesia tanggal 12 Juli 1951, Hatta menyampaikan pidato radio. Oleh karena besarnya peran dan perhatian Hatta dalam gerakan koperasi di Indonesia, maka pada 17 Juli 1953, Bung Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia dalam Kongres Koperasi Indonesia di Bandung.
Pada 30 Agustus 1975 Hatta dianugerahkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (UI). Dalam kesempatan itu Hatta menyampaikan pidato berjudul Menuju Negara Hukum. Hingga akhir hayatnya pada 14 Maret 1980, Hatta tetap aktif dan memiliki banyak kegiatan. Selain mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Bung Hatta diminta menjadi narasumber di berbagai seminar.
Hatta mendapatkan tanda kehormatan tertinggi ‘Bintang Republik Indonesia Kelas 1’ dari Presiden Soeharto pada 15 Agustus 1972 karena perjuangan Bung Hatta bagi Republik Indonesia. Pada 23 Oktober 1986 Hatta memperoleh gelar Pahlawan Proklamator. Gelar itu melalui Keputusan Presiden RI Nomor 81/TK/1986. Lalu pada 7 November 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan gelar Pahlawan Nasional kepada Hatta berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 84/TK/2012.