Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan diplomasi jagung

Indonesia setuju menengahi sengketa moro. rencana membangun segi tiga ekonomi manado-davao-sabah juga tinggal soal waktu.

2 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Fidel Ramos mengayunkan suatu ''diplomasi jagung'' dalam kunjungan lima harinya di Indonesia, pekan lalu. Filipina masih punya utang sekitar 200 ribu ton beras kepada Indonesia, dan ingin membayarnya dengan jagung. Maklum, panen jagung tahun ini di Filipina meruah. Dan, ''Presiden Soeharto setuju,'' ujar Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Ihwal barter tersebut terungkap Kamis pekan silam, seusai acara pelepasan Presiden Ramos di Istana Merdeka. Pagi itu, Ramos beserta rombongan berpamitan kepada Pak Harto untuk pulang ke negerinya. Sebelum pulang, Ramos menginap semalam di Manado. Kunjungan Ramos ke Jakarta adalah yang pertama kalinya sejak ia memangku jabatan presiden Juli tahun silam. Namun, Indonesia bukanlah negeri yang asing bagi pensiunan jenderal angkatan darat Filipina itu. Mantan Panglima Angkatan Bersenjata dan Menteri Pertahanan Filipina itu, yang dulu selalu merayakan hari ulang tahunnya dengan terjun payung disusul push-up sebanyak usianya, juga punya sahabat di Jakarta: Jenderal (purn.) L.B. Moerdani. Maka, Ramos dan istrinya hadir dalam resepsi perkawinan anak Moerdani (lihat Pokok & Tokoh). Ramos membawa rombongan 190 orang: Nyonya Amalita Martinez Ramos, 3 putrinya, 3 menantu, 8 menteri, 60-an pejabat tinggi, 70 pengusaha, dan 40 wartawan. Kedua kepala negara pun sempat berbincang empat mata selama hampir dua jam di Istana Merdeka, dilanjutkan dengan pembicaraan santai di lapangan golf Rawamangun. Sejumlah masalah pun diomongkan, antara lain soal ekonomi regional. Ramos mengusulkan pembentukan Masyarakat Bangsa-Bangsa Asia Pasifik. Gagasan ini pernah ia kemukakan ketika berkunjung ke Seoul, Mei silam. Di Jakarta Ramos menawarkan ide itu dengan lebih bersemangat. Bahkan ia membujuk pemerintah Indonesia bersedia menjadi tuan rumah pembentukan Masyarakat Asia Pasifik itu, April 1995, bertepatan dengan peringatan 40 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung. Tapi Indonesia, menurut Moerdiono, lebih suka memoles organisasi regional yang sudah ada, misalnya APEC (Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik). Yang lebih banyak menyita waktu Ramos selama di Jakarta agaknya soal-soal yang menyangkut kepentingan langsung Filipina dan Indonesia, antara lain masalah garis batas laut, problem sosial puluhan ribu warga keturunan Sulawesi Utara yang bermukim di Mindanao, dan pelanggaran batas perairan oleh nelayan Filipina. Maka, kedua pemimpin bangsa sepakat agar ganjalan ini cepat diurus. ''Agar tidak membebani generasi mendatang,'' ujar Moerdiono, mengutip hasil pembicaraan Soeharto-Ramos. Pemerintah RI memberikan isyarat siap menerima kepulangan para ''perantau'' itu. Bahkan Presiden Soeharto punya gagasan akan menampung mereka di proyek-proyek hutan tanaman industri, yang kini kian diperlukan untuk industri kertas dan kayu. Untuk mempercepat pelaksanaannya, kedua pemerintah siap membentuk tim teknis yang akan terjun ke lapangan. Di luar itu ada pula persoalan Pulau Miangas, pulau kecil di sebelah utara Talaud. Dari Miangas lebih dekat ke Mindanao ketimbang ke Talaud, Sulawesi Utara. Secara de facto, pulau ini masuk dalam wilayah RI. Tapi acap terdengar ada pejabat Manila yang mengklaim Miangas sebagai wilayah Filipina. Di masa lalu konon Miangas sering menimbulkan ganjalan. Gerilyawan muslim Moro yang terdesak oleh serdadu Filipina sering menyusup dan bersembunyi di Miangas, selain ke Sabah. Namun, bukan karena itu kalau Ramos membicarakan pula soal gerilyawan Moro dengan Pak Harto. Diam-diam, pemerintah Filipina memang telah lama meminta bantuan Indonesia dalam penyelesaian gerakan Moro di Mindanao. ''Kami sangat percaya upaya Indonesia untuk mencari penyelesaian soal Moro,'' ujar Ramos kepada pers. Ucapan Ramos bukan basa-basi. Seorang pejabat tinggi RI bilang, kesediaan Indonesia menengahi sengketa Moro karena memang diminta oleh kedua pihak. ''Masak, kita menolak. Kita harus berterima kasih atas kepercayaan itu,'' ujarnya. Maka, Indonesia dengan senang hati bersedia menjadi tuan rumah pertemuan antara wakil Manila dan MNLF (Moro National Liberation Front), organisasi yang menggerakkan perlawanan di Mindanao Selatan itu. Pertemuan pertama berlangsung diam-diam di Cipanas, Bogor, April 1993 lalu. Bagi Filipina, pertemuan Cipanas penting tampaknya. Sebab, sejak pertemuan di Tripoli, Libya, 1972, yang buntu, kedua pihak yang bersengketa boleh dibilang tidak lagi bertatap muka. Dan Presiden Ramos agaknya merasakan manfaat pertemuan Cipanas itu. ''Saat ini masalah Moro tak serumit sebelumnya,'' ujarnya. Pengamat masalah politik Asia Pasifik dari LIPI, Dr. Ikrar Nusa Bakti, setuju dengan pendapat Ramos. ''Pertemuan Cipanas itu tampaknya bisa meredam ledakan Moro. Mereka lebih lunak,'' ujarnya. Sayang, pertemuan Cipanas itu tertutup sehingga ia tak tahu persis ''resep'' untuk menenangkan para gerilyawan itu. ''Tapi, yang jelas, Jakarta membuat pendekatan yang pas,'' tambahnya. Baik Moro maupun pemerintah Manila agaknya yakin bahwa keterlibatan Jakarta sebagai penengah bisa memberikan harapan. Pertemuan berikutnya pun telah dijadwalkan, yakni Oktober 1993 ini. ''Perundingan mendatang akan melangkah ke tahap yang lebih serius,'' ujar Ramos. Kunjungan Ramos, perokok cerutu itu, tak melulu membawa misi politik. Ia juga menemani para pengusaha Filipina beramah tamah dengan para jutawan Jakarta. Kunjungannya ke Manado pun tak lepas dari rencana pembangunan ekonomi segi tiga Manado-Davao- Sabah. Putut Trihusodo dan Ivan Harris

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus