HANTU kelaparan tampaknya belum jauh beranjak dari Propinsi Nusa
Tenggara Timur. Awan gelap itu kini terbang di atas Kabupaten
selu yang berbatasan letaknya dengan Propinsi Timor Timur.
Kegagalan panen sungguh mengecutkan. Bupati drs. S. Berek yang
memimpin kawasan ini, meskipun sudah faham betul rakyatnya
sering kurang pangan, cemas dan gelagapan juga.
Sesudah tikus menggempur persawahan di hampir seluruh kabupaten
di NTT kini hama keong memperoleh giliran. "Tahun ini pasti
lapar pak. Kami tidak bisa tanam kacang hijau pada musim kedua,"
ungkap Albert Seran, Camat Malaka Timur. Desa Mandeu dan Teun,
seperti dicatat Pembantu TEMPO Aloysius Liliwery dari ucapan
Albert, adalah daerah yang paling parah digasak keong.
Akibatnya, seperti juga terjadi di Kecamatan Boas, Betun dan
Besikama -- 2 kecamatan terakhir dikenal sebagai gudang beras,
panenan anjlok tajam. "Kini kami hanya bisa memetik 20 blik padi
dari setiap hektar. Padahal biasanya dapat 70 blik," kata
Nikolas Mau, 57 tahun, petani di Kecamatan Betun. Harga beras
pun di pasaran sudah didongkrak jadi Rp 200/kg. Mengharapkan
bantuan? "Mana ada yang mau tahu?" kata petani itu putus asa.
Belu memang sering kurang pangan. Ketua Wredatama Belu, Ignatius
Kitu, sudah sejak lama "kenal rakyat di sini selalu tidak bisa
mencukupi hidupnya." Menghadapi semester kedua tahun ini Bupati
Berek, serelah melihat kegagalan panen pada dua kali musim
tanam, mencatat kekurangan beras 11 ribu ton. Upaya Berek,
seperti banyak halnya pejabat di daerah, apa boleh buat,
mengharapkan bantuan dari luar. "Sebab, panen di Belu tahun ini
memang gagal, tak ada harapan lagi," kata Berek kepada TEMPO.
Sebuah missi sosial Katolik sudah menyanggupi menyumbang 600 ton
beras.
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Sumba Barat. "Tahun ini
kami akan kekurangan pangan," kata Bupati Pandango SH. Hampir 4
ribu ton beras dibutuhkan segera untuk mengganjel perut rakyat
Gubernur NTT, Ben Mboi, meskipun sudah mencadangkan beras lebih
3700 ton untuk Kabupaten Ngada masih was-was juga. Apalagi Dinas
Pertanian setempat sudah menangkap isyarat "hama menyerang
persawahan lebih 2 ribu hektar di 6 kecamatan," tulis brosur
penerangan Kabupaten.
Tapi anehnya Kecamatan Bajawa dan Aesesa di wilayah Ngada
mencatat kelebihan beras lumayan. Surplus beras juga dikenal di
Kabupaten Manggarai sampai 10 ribu ton. Saking lebarnya panenan
sampai supati Manggarai, Dulla, kebingungan menyimpannya. "Tak
tahu harus simpan beras di mana," kata supati Dulla.
Kabupaten Belu dikenal sebagai daerah miskin meskipun tanahnya
subur. Hampir 200 ribu penduduk yang mendiami 6 kecamatan selalu
ditimpa malapetaka kurang pangan. Apa sebabnya? Camat Malaka
Timur, Albert Seran menunjuk pada kemalasan orang setempat untuk
menggarap sawahnya. Rata-rata tiap kepala keluarga memiliki
tanah pertanian antara 0,5 - 2 Ha. Tapi setiap musim tanam
setiap KK hanya mau mengerjakan 0,6 Ha saja. "Tidak mau lebih
luas dari itu," kata Albert Seran. "Tentu saja lapar tidak bisa
dielakkan." Sementara Bupati Berek lebih senang menyebut
kekurangan pangan dan rendahnya pendapatan rakyatnya adalah
akibat tidak langsung dari peperangan di Timor Timur.
Seon
Ketika upaya memberantas hama keong belum juga ditemukan, Bupati
Berek sudah harus pula menangkis isyu penyakit beri-beri akibat
kurang gizi melanda desa Mandeu. "Saya sudah cek. Menurut dokter
itu adalah penyakit malaria menahun," sanggah Bupati Berek.
Pastor Molandick, dari paroki Seon memperkuatnya. "Tidak ada
yang kelaparan serius, meskipun sebagian besar anak-anak yang
bermain di depan pastoran berperut buncit dan kotor," kata sang
pastor.
Terhadap kenyataan yang menimpa beberapa kecamatan di
wilayahnya, Bupati Berek tentu saja masih punya harapan meskipun
anak-anak setengah telanjang dengan kaki kurus, yang keluar dari
rumah kerucut 'lopo', sudah berperut buncit. "Di sini tak ada
HO, tapi hanya kurang gizi. Di sini juga tak ada kelaparan, yang
ada kurang pangan, kata Bupati Berek.
Sementara itu gambaran usaha memajukan pertanian di NTT memang
tak begitu menggembirakan. Traktor yang diperkenalkan sejak
tahun 1978, untuk mengangkat pertanian di sana, ternyata kandas.
Dari 30 traktor yang dilepas PT Sumber Ternak dengan kredit
kepada para petani rusak berat dan tidak dapar dipakai, lagi.
Di Kecamatan Mbay, misalnya, 10 traktor kreditan melalui PT Tani
Subur separuhnya tidak bisa dipakai lagi. Selain onderdil sulit,
ketrampilan merawat memang tidak ada. "Sebelum traktor ini jadi
besi tua kembalikan persoalannya kepada Bupati Ngada supaya
mengurusnya, kata Ben Mboi gusar.
H. Pelapon, bekas Kepala Dinas Pertanian NTT, sejak awal sudah
tidak percaya traktor bisa meningkatkan pertanian seperti
dipropagandakan tukang kredit. "Lebih 30 tahun saya punya
pengalaman di NTT, luku (bajak) malahan bisa menghasilkan padi
lebih 12 ton setiap hektar. Bohong traktor lebih hebat dari
luku," seru Pelapon kesal. "Apa itu modernisasi? "Daripada Rp
150 juta untuk kredit sebuah traktor lebih baik kita belikan 90
kerbau untuk petani dan lukunya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini