Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bung Karno itu yang bagaimana?

Beberapa pendapat dari generasi yang lahir tahun 1960-an dan 70-an tentang bung karno. mereka umumnya mengagumi bung karno. ada yang menganggap buku pspb mendeskreditkan bung karno.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TRI WAHYUNI, 19, siswi kelas 3 SMAN V Medan. Gadis ini mengaku bingung mempelajari PSPB terutama menyangkut Presiden Soekarno pada 1965. "Buku itu menyebutkan Bung Karno sepertinya merestui G-30S/PKI. Dia 'kan proklamator bangsa ini, masa beliau sesia-sia itu," kata Iin, panggilan Tri. "Saya salut kepada beliau yang dibuang Belanda kian kemari hanya karena memperjuangkan nasib bangsa dan rakyat." RUDOLF SINAGA, 18, Siswa kelas 3 SMAN III Jakarta. Setiap kampanye PDI, Rudolf selalu ikut. Selalu pula membawa gambar Bung Karno. "Saya bangga dengan Bung Karno, bagaikan cinta pertama," kata anak bungsu dari tujuh bersaudara yang gemar karate ini. Rudolf tahu Bung Karno dari orangtuanya, lalu dari buku-buku. Kebanggaannya pada Bung Karno karena ia perintis dan pembuka jalan untuk menuju kemerdekaan. "Zaman dulu itu 'kan masih susah-susahnya, maka perjuangan pun juga perlu banyak pengorbanan. Sedang sekarang ini 'kan tinggal melanjutkan saja, nggak perlu susah-susah seperti dulu. Tinggal enaknya saja." Apa Bung Karno tak punya kesalahan? "Ya, ada. Tapi kesalahannya itu 'kan tak mampu menghapus jasanya yang besar." AGUS SALIM, 18, siswa kelas 3 SMA Islam Al-Azhar, Jakarta. Ia ikut kampanye PDI dan berhura-hura di jalan, hanya karena mengagumi Bung Karno. Tetapi pada saat pencoblosan, Agus memilih PPP katanya, karena fanatik. "Bung Karno itu orang besar, namanya dikenal juga di dunia internasional," kata Agus. Ia mengenal perjuangan Bung Karno lewat pelajaran di sekolah, lewat guru dan bacaan lainnya. "Soal istri Bung Karno yang banyak itu bukan masalah yang harus dijadikan kriteria kejelekannya." ENDANG SRI SULASTRI, 18, kelas 2 SMA Erlangga, Malang. "Ada dua pahlawan Indonesia yang saya kagumi, Bung Karno dan Agus Salim. Yang saya tak suka dari Bung Karno hanya satu, kesukaannya kawin," kata Sri, yang mengaku simpatisan PDI pada pemilu lalu. Bung Karno, menurut Sri, adalah pejuang hak asasi dan musuh para penindas. "Bukan saja untuk bangsanya sendiri, tapi juga untuk bangsa lain yang tertindas," kata Sri lagi. Kekaguman Sri yang lain adalah setelah mengetahui kehidupan keluarganya yang sederhana. "Kalau Bung Karno itu koruptor, keluarganya tentu kaya." IMAN SYAHRIZAL, 18, Ketua OSIS SMAN III Jakarta. Ia tahu banyak Bung Karno dari buku-buku dan majalah, bukan dari buku PSPB atau sejarah nasional. "Sebagai pemimpin, Bung Karno punya kelebihan. Bagaimana orang seperti dia di zamannya mampu berpikir untuk melahirkan negara yang merdeka. Padahal, di zaman itu 'kan sedikit sekali yang membimbing, jadi dia sudah mampu berpikir tiga langkah ke depan. Selain itu, ia punya rasa nasionalisme yang tinggi. Kalau saya hidup di zaman itu, sava tak bisa membayangkan saya akan berpikir seperti Bung Karno." Tentang Nasakom, Iman memang tak bisa menerimanya. "Soalnya, ada komunismenya itu," katanya. IWAN ABDURACHMAN, 19, siswa kelas 3 SMAN III Bandung. "Bung Karno itu favorit saya. Saya sangat senang akan kharismanya itu. Coba saja lihat gagasan-gagasannya, walau pada akhirnya mengalami kegagalan, tapi saya tetap salut," komentar Iwan. Gagasan mana yang gagal? "Ya, misalnya Nasakom. Beliau begitu gigih memperjuangkan untuk menyatukan Islam dan Komunis. Hanya saya tak tahu apa latar belakang gagasan itu." Iwan sendiri mengaku mengenal Bung Karno lewat buku-buku, antara lain buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. IKA DEWI, 18, siswi kelas 3 SMAN I Teladan Yogyakarta. "Saya bingung, sebetulnya Bung Karno itu yang bagaimana, sih?" tanya Ika. Ia mencarieari Bung Karno di pelajaran PSPB, lalu di buku-buku biografi, dan kemudian melihat film G-30-S/PKI. Dari buku, PSPB Ika mendapatkan kesan, "Bung Karno dijatuhkan, seolah-olah didiskreditkan." Dalam buku Kuantar ke Gerbang, biografi Inggit Garnasih yang ditulis Ramadhan K.H., "Bung Karno diunggulkan." Sementara itu dalam film, Ika menemukan, "Bung Karno itu berdiam diri saja." Ika Dewi pernah bertanya pada gurunya, mengapa jiwa besar Bung Karno tidak diperlihatkan dalam buku PSPB ketika beliau menandatangani Supersemar. Menurut Ika, gurunya memberi penjelasan, dengan ditandatanganinya Supersemar itu, Bung Karno sudah menunjukkan jiwa besar, tak perlu dikatakan lagi. "Apakah tidak lebih baik jiwa besarnya itu dituliskan sesuai dengan faktanya?" tanya Ika Dewi. Karena masih bingung dan bertanya-tanya tentang tokohnya itu, bagi Ika Dewi Bung Karno itu adalah pahlawan besar. "Tapi tokoh yang saya kagumi sekarang adalah Mahbub Djunaidi." P.S. Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus