Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pancasila, agama, guru, dll

Pandangan bung karno yang dikutip dari tulisan dan pidatonya sejak 1920-an sampai 1960-an tentang nasionalisme, islamisme, marxisme, pemisahan agama dan negara, lahirnya pancasila, dst.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme Kita di atas menulis, bahwa taktik Marxisme yang sekarang adalah berlainan dengan taktik Marxisme yang dulu. Taktik Marxisme, yang dulu sikapnya begitu sengit anti-kaum-kebangsaan dan anti-kaum keagamaan, maka sekarang, terutama di Asia, sudahlah begitu berubah, hingga kesengitan "anti" ini sudah berbalik menjadi persahabatan dan penyokongan. Kita kini melihat persahabatan kaum Marxis dengan kaum Nasionalis di negeri Tiongkok dan kita melihat persahabtan kaum Marxis dengan kaum Islamis di negeri Afghanistan. Adapun teori Marxisme sudah berubah pula. Memang seharusnya begitu! Marx dan Engels bukanlah nabi-nabi, yang bisa mengadakan aturan-aturan yang bisa terpakai untuk segala zaman. Teori-teorinya haruslah diubah, kalau zaman itu berubah, teori-teorinya harus diikutkan pada perubahannya dunia, kalau tidak mau menjadi bangkrut. (1926) Minta Hukum yang Pasti dalam Soal Tabir Maka, begitu pula, kalau saya mengatakan bahwa tabir adalah simbol dari perbudakan kaum perempuan, maka bukanlah saya maksudkan bahwa lelaki Islam sengaja mau menindas kaum perempuan, bukanlah saya maksudkan bahwa orang lelaki Islam itu semuanya orang jahat, tetapi ialah: bahwa tabir perbandingan-perbandingan di dalam masyarakat orang Islam, yakni akibat atau sisa dari historisch maatschappelijke verhoudingen di kalangan orang Islam. Malahan saya berkata: walaupun misalnya benar orang lelaki Islam zaman sekarang memasang tabir itu justru "mau memuliakan orang perempuan", begitulah setengah alasan dari pro-tabir, maka saya tetap menamakannya simbol perbudakan! Bukan kehendak individu yang di sini harus kita pertimbangkan tetapi adalah kedudukan masyarakat, perbandingan-perbandingan masyarakat! Apa Sebab Turki Memisah Agama Tuan-tuan barangkali menanya: tidakkah -syari'atul Islam telah mengatakan dengan nyata-nyata bahwa agama itu mengatur negara pula, jadi bahwa agama menurut syariat itu menjadi satu dengan negara? Akh, di dalam hal ini pun sebenarnya tidak ada ijmak yang bulat di kalangan kaum ulama. Di dalam hal ini pun ada satu aliran, yang mengatakan, bahwa agama - agama, urusan negara - urusan negara. Misalnya di dalam tahun 1925 terbitlah di Kairo sebuah kitab tulisannya Sheik Abdarazik Al wa usul ul hukm, yang mencoba membuktikan bahwa pekerjaan Nabi dulu itu hanyalah mendirikan satu agama sahaja, zonder maksud mendirikan satu negara, satu pemerintahan dunia, zonder pula memestikan adanya satu kalifah atau satu kepala umat buat urusan urusan negara. Sudah barang tentu, Sheik Abdarazik ini dipersalahkan orang, diseret orang di muka Dewan Ulama Besar di Kairo, dijatuhi hukuman yang tidak ringan: ia diberhentikan dari jabatannya sebagai hakim, dan kalau saya tidak salah diberhentikan juga dari jabatannya sebagai profesor di dalam ilmu kesusastraan di sekolah Al Azhar. Tetapi adalah deliknya Sheik Abdarazik ini satu contoh betapa juga di dalam soal agama dan negara itu tidak adalah ijmak ulama. (1940) Menjadi Guru di Masa Kebangsaan Tahukah Tuan, apa yang selalu saya nasihatkan kepada guru-guru sekolahan rendah yang di bawah pengawasan saya? Saya, yang sebagai juga lain-lain saudara, alhamdulillah, diberkati dan dikaruniai Allah dengan rasa cinta kepada kera'yatan dan kemerdekaan, saya menasihatkan kepada guru-guru sekolahan rendah itu supaya sedapat mungkin perkataan-perkataan "kera'yatan" dan "kemerdekaan" itu janganlah satu kali pun diucapkan di hadapan anak-anak! Sebab, manakala si guru itu benar-benar menyala jiwanya dengan roh kerakyatan dan roh kemerdekaan karena percikan-percikannya api toepassing vrijheid van gelachte, dan manakala si guru juga menggeladi murid-muridnya toepassen vrijheid van gedachte itu dengan diberi bahan-bahan inlichting yang secukupnya, maka, meski zonder "cekokan", zonder "metode-suruh telan", zonder "formil-formilan", dengan sendirinya toh terjadilah voortplanting itu juga. (toepassing vrijheid van gedachte = penerapan kebebasan berpikir voortplanting = pembiakan). Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 Tetapi memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berpaham Indonesia uber Alles. Ini bahayanya. Kita cinta, tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada dunia! Ingatlah akan hal ini! . . . Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.... Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira di dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar dari padanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. . . . Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makam cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya? .... Prinsip yang kelima hendaknya: menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad saw., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya.... Segenap rakyat hendaknya berTuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama". (Pidato pada Rapat Besar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 15 Juli 1945) . . . bahwa kita pun menghendaki di dalam undang-undang dasar itu apa yang dinamakan droits de I'homme et du citoyen atau rights of the citizen. Kenapa di dalam undang-undang dasar ini tidak dinyatakan dengan tegas bahwa misalnya manusia mempunyai hak akan kemerdekaan, bahwa misalnya dijamin keamanan rumah tangga, bahwa misalnya dijamin kerahasiaan surat, bahwa misalnya dijamin kemerdekaan mengeluarkan pikiran, bahwa misalnya dijamin hak bersidang dan berkumpul dan lain-lain sebagainya ? . . . Karena kita sadar akan hal itu, sadar pula akan pentingnya pekerjaan kita sekarang ini, yalah pekerjaan yang tidak boleh kita selesaikan dengan gugup, tetap dengan merenungkan sedalam-dalamnya segala pekerjaan yang sejarah dunia memberikan kepada kita. Penemuan Kembali Revolusi Kita (Pidato 17 Agustus 1959) . . . Demikian pula tidak benar, karena pasal 3 Program Kabinet berbunyi "melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme politik," maka kita tidak akan mengambil pusing hal imperialisme-imperialisme lain, misalnya imperialisme kebudayaan. Saya telah memberi instruksi kepada Menteri-muda Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan untuk mengambil tindakan-tindakan di bidang kebudayaan ini, untuk melindungi kebudayaan nasional dan menjamin berkembangnya kebudayaan nasional. Dan engkau, hai, pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi, engkau yang tentunya antiimperialisme ekonomi dan menentang imperialisme ekonoml, engkau yang menentang imperialisme politik - kenapa di kalangan engkau banyak yang tidak menentang imperialisme kebudayaan? Kenapa di kalangan engkau banyak yang masih rock'n roll-rock'n rollan, dansa-dansian ala chacha-cha, musik ala ngak-ngik-ngok gila-gilaan, dan lain sebagainya lagi? Kenapa di kalangan engkau banyak yang gemar membaca tulisan-tulisan dari luaran, yang nyata itu adalah imperialisme kebudayaan? Pemerintah akan melindungi kebudayaan nasional, dan akan membantu berkembangnya kebudayan nasional, tetapi engkau pemuda-pemudi pun harus aktif ikut menentang imperialisme kebudayaan, dan melindungi serta memperkembangkan kebudayaan nasional!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus