Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bupati Kaji Mbing: Tak Ada Embrio Orang Madiun Adalah PKI

Bupati Madiun Ahmad Dawami Ragil Saputro menegaskan bahwa wilayahnya bukanlah basis gerakan PKI.

1 Oktober 2019 | 16.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tentara menggiring orang-orang yang diduga PKI [Perpusatkaan Nasional RI via Tribunal1965]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Madiun Ahmad Dawami Ragil Saputro menegaskan bahwa wilayahnya bukanlah basis gerakan Partai Komunis Indonesia atau PKI. Menurutnya, tokoh dari PKI beserta partai kiri lain yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat seperti Muso, Amir Syarifuddin, Sumarsono, dan Joko Suyono bukan orang asli Madiun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kaji Mbing, sapaan akrab Ahmad Dawami Ragil Saputro, Madiun hanya sebagai tempat diproklamasikannya Republik Soviet Indonesia oleh Muso pada 18 September 1948. Sejumlah tempat-tempat penting juga dikuasai dan diduduki PKI. Ulama, polisi, pegawai kesehatan, guru, dan sejumlah kalangan lain menjadi korban pembantaian pada saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Madiun dijadikan pusat aksi dan wilayah sekitar Madiun dijadikan kacau. Artinya tidak ada embrio orang Madiun adalah PKI karena semua (tokoh PKI) orang luar Madiun,” kata Kaji Mbing, usai Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Selasa, 1 Oktober 2019.

Kekacauan, ia menceritakan, terjadi di sejumlah daerah sekitar Madiun seperti Magetan dan Ponorogo. Saat itu, basis gerakan PKI yang sebelumnya berada di Solo bergeser ke Madiun. Wilayah itu dikuasai selama 13 hari, yakni terhitung sejak 17 hingga 29 September 1948. “Tepat pada 30 September 1948 PKI lari dan Madiun sudah bisa dikuasai Pasukan Siliwangi bersama rakyat,” ujar Kaji Mbing.

Pemberontakan PKI kembali pecah pada 30 September 1965. Sejumlah Jenderal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menjadi korban pembantaian. “Artinya pada 30 September 1948 Madiun berhasil dikuasai lagi dari PKI dan 30 September 1965 diculiklah para jenderal. Kemudian, 1 Oktober disepakati sebagai Hari Kesaktian Pancasila,” kata bupati.

Untuk memperingati tragedi pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun, maka pada 1989 dibangun Monumen Kresek di Kecamatan Wungu. Di tempat yang diresmikan pada 1991 itu sejumlah korban dikubur dalam sebuah sumur.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Madiun Hery Supramono, mengatakan bahwa Monumen Kresek difungsikan sebagai destinasi wisata sejarah. Diharapkan para generasi muda memahami tentang peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan keganasan PKI ketika memberontak di Madiun.

“Sebagai destinasi wisata sejarah, maka di tempat ini telah disediakan taman dan warung yang menyajikan kuliner,” ujar Hery.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus