Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, Sumpeno, mengusulkan berbagai solusi untuk meminimalisasi pelanggaran kode etik pegawai dan pemimpin KPK. Misalnya, ia mengusulkan pemasangan closed circuit television (CCTV) atau kamera pengintai di gedung KPK. Lalu Dewas KPK harus dapat mengakses kamera pengintai tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semestinya di KPK dipasang kamera mobile yang bisa diakses Dewas KPK," kata Sumpeno saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewas KPK di Ruang Rapat Komisi III DPR, Rabu, 20 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim pada Pengadilan Tinggi Jakarta ini mencontohkan pemasangan CCTV di kantornya. Di samping itu, Sumpeno mengusulkan pengawasan berbasis teknologi informasi. Misalnya, masyarakat dapat melaporkan insan KPK yang diduga melanggar kode etik melalui barcode yang disediakan oleh Dewan Pengawas.
Sumpeno juga mengusulkan adanya absensi bagi seluruh insan KPK ketika masuk dan pulang kantor. "Ini dimaksudkan untuk bentuk budaya kerja yang apik atau bagus," kata dia.
Usulan Sumpeno tersebut sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebagian besar sudut ruangan di gedung KPK, di Jalan Kuningan Persada IV, Jakarta Selatan sudah terpasang CCTV. Tapi kamera pengintai itu belum terhubung secara langsung dengan Dewan Pengawas yang berkantor di gedung KPK lama, di Jalan Rasuna Said Nomor 1, Jakarta Selatan.
KPK juga sudah menerapkan absensi berbasis digital. Setiap pegawai KPK wajib melakukan absensi saat datang maupun pulang kantor.
Sumpeno merupakan satu dari sepuluh calon anggota Dewan Pengawas KPK yang menjalani fit and proper test, hari ini. Kesepuluh calon anggota Dewas itu adalah Sumpeno, Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Elly Fariani, Gusrizal, Hamdi Hassyarbaini, Heru Kreshna Reza, Iskandar Mz, Mirwazi, dan Wisnu Baroto.
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Suding merespons usulan Sumpeno tersebut. Politikus Partai Amanat Nasional ini menilai pelanggaran kode etik insan KPK tidak hanya terjadi di lingkungan kerja mereka, tapi juga di luar kantor.
"Bisa di luar lingkungan (kantor KPK), seperti pertemuan pimpinan KPK dengan calon tersangka," kata dia.
Suding tidak menyebut pemimpin KPK yang dimaksudkannya tersebut. Tapi Suding kemungkinan besar merujuk pada pertemuan antara Ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri dan Syahrul Yasin Limpo, saat itu menjabat Menteri Pertanian, dua tahun lalu. Di saat yang sama, KPK tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Kasus itu berlanjut hingga KPK menetapkan Syahrul sebagai tersangka korupsi. Adapun Firli terbukti melanggar kode etik akibat berkali-kali bertemu dengan Syahrul, yang merupakan pihak berperkara di KPK. Dewas lantas merekomendasikan pemecatan Firli dari jabatan ketua serta sebagai anggota KPK ke presiden. Ia pun dipecat sebagai anggota KPK, tahun lalu.
Filri juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Mantan jenderal polisi itu diduga memeras Syahrul. Perkara Filri ini ditangani oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Pilihan Editor : Di Balik Kebocoran Dokumen Operasi Penangkapan