Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cara Pentagon Meringkus Teroris

Washington akan mencairkan Rp 150 miliar untuk pasukan antiteror dan perdamaian di Indonesia. Apa risiko Mega?

6 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Pentagon, isyarat itu dikerdipkan oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Donald Rumsfeld, Kamis pekan lalu. Seusai menerima dua tamunya—Menteri Perhananan Malaysia Najib Razak dan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew—ia tiba-tiba melontarkan harapannya tentang Indonesia. ”Kami berharap bisa membangun hubungan militer lagi dengan Indonesia,” katanya.

Pernyataan menarik ini tentunya ditunggu-tunggu Jakarta. Apalagi jika hal itu merupakan gelagat akan mengalirnya bantuan dana untuk kepentingan keamanan di Tanah Air, yang sempat terputus. Saat bertemu dengan dua tokoh dari negeri jiran itu, Rumsfeld memang banyak berbicara tentang aksi terorisme setelah kejadian 11 September 2001 lalu. Kebetulan Amerika dan juga Lee sama-sama tak sedap memandang Indonesia dalam perkara terorisme. Lee malahan pernah menuding Jakarta mendiamkan biang teror bebas lalu-lalang.

Tudingan sarang teroris ini tentunya dirasa tak sedap bagi pemerintahan Megawati. Ia pernah khusus datang ke Gedung Putih untuk menjelaskan posisi Indonesia dalam silang-sengketa me-lawan terorisme. Apalagi hubungan militer kedua negara sempat memburuk, terutama sejak peristiwa tragedi Santa Cruz di Dili pada 1991. Hubungan itu semakin parah setelah terjadi kasus pelanggaran hak asasi seusai jajak pendapat di Timor Timur pada 1999, yang melibatkan sejumlah petinggi TNI.

Kini Timor Timur telah merdeka. Presiden baru telah terpilih. Washington mulai berupaya merangkul lagi. Ini sejalan dengan keinginan mencari ”sekutu” melawan aksi teror yang kini jadi isu penting bagi pemerintahan George W. Bush—yang dikenal dengan kebijakan ”wortel” dan ”stick”-nya itu. Mungkin itu sebabnya Peter Brookes, Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat untuk Wilayah Asia-Pasifik, khusus datang ke Jakarta, dua pekan silam.

Brookes langsung beraksi. Ia bertemu dengan sejumlah pejabat TNI, termasuk KSAD Jenderal TNI Endriartono dan Dirjen Strategi Pertahanan Mayjen Sudrajat. Bersama para petinggi TNI, Badan Intelijen Negara, dan Polri, ia juga menggelar acara dialog dengan kalangan militer di Hotel Borobudur, dua pekan lalu. Para pejabat banyak bicara tentang reformasi yang telah dilakukan di internal tentara. Lalu Brookes meminta agar perubahan di tubuh TNI itu dipublikasikan secara luas.

Membaiknya hubungan itu bisa jadi pertanda bantuan militer bakal mengalir lagi. Bersamaan dengan kasak-kusuk pejabat Pentagon di Jakarta, pemerintah Amerika tengah mengajukan proposal skema bantuan militer buat Indonesia ke Kongres. Nilainya sebesar US$ 16 juta (sekitar Rp 150 miliar). Kepada para pejabat TNI, kabar penting ini sudah diutarakan. ”Mereka menyampaikan secara lisan. Jadi baru merupakan komitmen sepihak Amerika,” kata Sudrajat.

Berdasarkan dokumen Departemen Pertahanan Amerika yang didapat TEMPO, alokasi dana tersebut sudah gam- blang. Sebanyak US$ 8 juta akan dipakai untuk pelatihan dan pembelian peralatan pasukan perdamaian dalam negeri. Pasukan ini akan diberi tugas meredam berbagai konflik sosial di negeri ini, termasuk konflik di Maluku. Anggotanya, konon, akan dipilih dari orang-orang yang bebas pelanggaran hak asasi, juga bisa bersikap netral.

US$ 8 juta sisanya akan dipakai untuk membentuk sebuah unit khusus pasukan antiteror. Pasukan ini bertugas menyelidiki dan mencegah berbagai aksi teror yang terjadi di Indonesia. Dipimpin oleh seorang sipil, unit ini akan diperbantukan kepada Kepolisian Republik Indonesia. Menurut sumber TEMPO di Gedung Putih, Departemen Luar Negeri AS cenderung memilih pola antiteror ini. Tapi pihak Pentagon ingin lebih lunak dan membungkusnya dengan sebutan ”pasukan perdamaian”—agar tak menyinggung soal terorisme yang sangat sensitif di sini.

Rencana tersebut dibenarkan oleh Stanley Harsha, staf penerangan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Katanya, proposal itu sekarang sedang dibahas di Kongres. ”Jangan salah, ini bukan bantuan militer, tapi bersifat bantuan sipil,” ujarnya kepada TEMPO.

Sudrajat juga sudah mendengar rencana itu. Kabarnya, komandan untuk kedua unit pasukan itu dipilih pihak negara donor. Alasannya, untuk menjamin si komandan benar-benar netral, tidak mempunyai kaitan dengan kelompok teroris. Mereka juga bebas dari pelanggaran hak asasi. Tapi cara ini dinilai Sudrajat berlebihan. ”Kalau itu dilakukan, akan melanggar kedaulatan kita,” ujar jenderal berbintang dua ini.

Tapi besarnya bantuan sungguh menggiurkan. Dana ini di luar bantuan untuk pendidikan dan pelatihan (IMET), yang tahun ini direncanakan US$ 400 ribu. Bersamaan dengan embargo persenjataan, bantuan buat pendidikan ini sempat diberhentikan setelah kerusuhan Timor Timur pascajajak pandapat tiga tahun silam.

Sampai kini embargo militer itu belum dicabut. Akibatnya, selain tak mendapatkan kucuran kredit untuk membeli senjata, TNI sulit membeli peralatan, senjata, ataupun suku cadang. Pencabutan embargo tentunya punya syarat berat. Menurut Riefqi Muna, pengamat militer dari LIPI, ini tergantung sikap pemerintah menindak pelanggar hak asasi dari unsur militer di Timor Timur. ”Mereka harus diadili secara tuntas,” kata Riefqi. Ini akan memudahkan pemerintah Amerika minta persetujuan Kongres agar embargo itu bisa dihapus.

Tapi ada lagi syarat tambahan yang bisa-bisa menyulitkan posisi Megawati. Pengamat politik UI Arbi Sanit mengingatkan inti pesan Bush: menumpas semua kantong Islam radikal di negeri ini. Bisa saja, menurut Arbi, militer bareng Presiden Megawati khusus menjalankan misi itu. ”Kalau itu dilakukan, akan berbenturan dengan partai-partai Islam yang mengandalkan dukungan dari kelompok-kelompok Islam yang hendak dibabat,” ujar Arbi.

Segepok bantuan tak cuma mengusik ”kedaulatan” negara, tapi bisa pula mengubah arah percaturan politik.

Gendur Sudarsono, I G.G. Maha S. Adi, Dwi Arjanto


Tarik-Ulur Gaya Washington

12 November 1991 Terjadi insiden Santa Cruz di Dili, Timor Timur. Amerika Seri-kat mengecam keras kejadian yang melibat-kan aparat TNI ini.

26 Juni 1992 Parlemen Amerika Serikat memutuskan untuk mengurangi lebih dari US$ 2 juta bantuan program pendidikan dan pelatihan bagi militer Indonesia.

September 1999 Aksi pembumihangus-an dan pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Ini terjadi setelah jajak pendapat yang dimenangi kelom-pok prokemerdekaan.

11 September 1999 Amerika Serikat menghentikan kerja sama militer dengan Indonesia. Akibatnya, bantuan untuk pendidikan dan pelatih-an militer serta bantu-an pembelian senjata pun dihentikan.

Mei 2000 Sebanyak 29 LSM di Amerika Serikat yang peduli akan hak-hak asasi manusia menyerahkan petisi kepada Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albright. Mereka meminta agar Amerika tidak memulihkan kerja sama militer dengan Indonesia karena banyak perwira TNI yang terlibat pelanggaran hak asasi manusia.

21 September 2001 Dalam kunjungan Presiden Megawati ke Amerika Serikat, Presiden George W. Bush menjanjikan bantuan pendidikan dan pelatihan militer sebesar US$ 400 ribu serta akan mencabut embargo senjata yang tidak mematikan.

April 2002 Pemerintah Amerika Serikat mengusulkan bantuan militer untuk Indonesia sebesar US$ 16 juta kepada Kongres.


Kredit Jiran Lebih Gede

Putusnya kerja sama militer Indonesia dan Amerika Serikat membuat TNI cukup kelabakan. Sejumlah peralatan militer buatan negara adikuasa itu harus ditelantarkan karena Jakarta kesulitan mendapatkan suku cadangnya. Bahkan, dari delapan pesawat Hercules TNI, sekarang cuma tiga yang ber-operasi karena tiadanya onderdil untuk perbaikan. Penderitaan itu tidak dialami oleh negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan juga Timor Loro Sa’e. Selain mendapatkan bantuan pendidikan dan pelatihan militer, mereka memperoleh bantuan kredit pembelian senjata dari Amerika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus