Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN itu berlangsung tak lebih dari satu jam. Senin pekan lalu itu, sekitar pukul 10 pagi, Ketua Panitia Anggaran Emir Moeis mendatangi kamar kerja Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Slamet Effendy Yusuf. Mereka bicara berdua. ”Saya mendesak Badan Kehormatan menindaklanjuti surat dari Fraksi PDI agar kasus ’calo’ anggaran itu diselidiki,” tutur Moeis yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.
Rupanya ini lanjutan kisah sepekan silam, ketika Fraksi PDI Perjuangan melayangkan surat kepada pimpinan Dewan. Ketua Fraksi Banteng, Tjahjo Kumolo, meminta ”calo” anggaran bencana alam diselidiki tuntas.
Semua bermula pada awal Agustus lalu. Ketika itu santer diberitakan ada anggota Dewan yang sibuk menggolkan proposal dana bencana alam yang diajukan sejumlah daerah kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Ada yang aktif menelepon. Ada pula yang mengirim utusan kepada Sekretaris Menteri Kesejahteraan Rakyat yang dijabat Soetedjo Yuwono.
Salah satu utusan yang datang menemui Soetedjo adalah seorang karyawan Dinas Pekerjaan Umum. Mengaku diutus Bachrudin Nasori, Wakil Ketua Panitia Anggaran, sang utusan menyodorkan 14 proposal kepada Soetedjo. Yang disodori kaget. Bukan apa-apa, semua proposal itu dulu pernah ia terima dan sudah dikembalikan ke daerah pengirim dengan surat resmi. ”Ya, semuanya sudah saya kembalikan,” ujar Soetedjo (lihat Tempo, 20 Agustus 2006).
Begitu cerita Soetedjo ”bocor”, ramailah pers memberitakan. Ada tujuh nama anggota Dewan yang dianggap merangkap jadi ”calo”, semuanya dari panitia anggaran. Empat dari tujuh nama itu adalah Emir Moeis, Bachrudin Nasori, Rudianto Tjen, dan Muhammad Tonas. Tapi mereka menyangkal bertindak sebagai calo.
”Saya kaget waktu belasan wartawan datang ke ruang kerja saya menanyakan soal itu,” ujar Muhammad Tonas pekan lalu. Anggota Fraksi Partai Bulan yang mewakili Provinsi Riau itu mengatakan tak pernah mendesak Kantor Menko Kesra meloloskan proposal dari Riau. Yang dilakukannya pada sebuah rapat dengan pemerintah pada 20 Juli lalu, menurut Tonas, hanya mempertanyakan tidak dimasukkannya anggaran bencana alam Riau pada periode September hingga Desember 2005. Provinsi Riau pernah mengajukan anggaran soal ini dan tembusannya dikirim ke Tonas. ”Pertanyaan saya itu demi kepentingan semua daerah,” ujar Tonas.
Saat jeda rapat, tutur Tonas, Soetedjo mengatakan kepadanya bahwa pihaknya belum pernah mendapat proposal bencana alam dari Riau. Tonas pun memberikan satu salinan proposal dari Riau itu. Tak merasa cukup, Tonas kemudian menelepon Pemerintah Daerah Riau untuk meminta Riau mengirim lagi proposal ke alamat Menko Kesra. ”Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi; saya sendiri juga tidak pernah bertemu Gubernur Riau,” ujar Tonas.
Dari Riau ada penjelasan tentang kisruh ini. Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal, yang ditemui Rabu pekan lalu di Pekanbaru, menjelaskan, ia tidak pernah meminta anggota DPR mengurus proposal dana bencana alam. ”Kami tidak pernah minta tolong siapa pun,” ujar Rusli. Untuk tahun ini, menurut Rusli, Provinsi Riau mengajukan dana bencana alam sekitar Rp 7 triliun.
Selain Tonas, anggota Dewan yang namanya terserempet juga menolak disebut calo. ”Saya hanya menyampaikan aspirasi saja,” ujar Rudianto Tjen, anggota Fraksi PDI Perjuangan.
Heboh calo anggaran baru reda setelah Aburizal Bakrie menemui Ketua DPR Agung Laksono tiga pekan lalu. Aburizal dan Agung menyatakan kasus ini selesai. ”Intinya, tidak ada praktek calo seperti diberitakan selama ini,” ujar Agung.
Suara Agung agak berbeda dengan Fraksi PDI Perjuangan yang minta kasus ini diusut. Menurut Moeis, fraksinya melihat keanehan. ”Masalah empat belas proposal mendadak hilang, lalu muncul tujuh nama yang disebut calo—ada apa ini?” ujarnya. Memang, belum ada yang bisa menjawab Moeis.
Bachrudin Nasori, anggota Dewan dari Partai Kebangkitan Bangsa yang juga disangka menjadi ”calo”, memilih cara lain untuk bersikap atas kasus ini. ”Saya anggap sudah selesai,” ujar Bachrudin kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Kini ”bola” ada di tangan pimpinan DPR. Menurut Slamet Effendy, lembaganya akan memeriksa kasus ini, dengan catatan: ada perintah dari pimpinan DPR. Sedangkan Ketua DPR Agung Laksono berjanji akan membicarakan kasus tersebut dalam rapat pimpinan Dewan pekan ini. ”Masalah ini sebenarnya sudah ditutup, tapi karena ada surat Fraksi PDI Perjuangan, akan kami buka lagi,” kata Agung.
Nah, masih optimistiskah Anda, kasus ini akan diusut di DPR?
L.R. Baskoro, Raden Rachmadi, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo