Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengatakan, ingin merevisi 8 Undang-Undang (UU) mengenai politik menjadi satu atau dua paket. Dede ingin Komisi II yang membahasnya bukan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Delapan Undang-Undang itu terkait dengan pemilu, termasuk pemerintahan daerah, Undang-Undang partai, dan sebagainya. Ini mungkin mau dijadikan satu, tetapi kalaupun tidak jadi satu mungkin jadi dua. Seperti urusan daerah dengan daerah," kata Dede usai FGD persiapan pemilu yang diadakan KPU di Jakarta, Kamis 21 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keinginan merevisi UU itu dalam konteks melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilu. Evaluasi itu misalnya berkaitan dengan aturan Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah di masa Pilkada. Pjs ditunjuk oleh menteri untuk melaksanakan tugas kepala daerah yang sedang cuti di luar tanggungan negara, seperti saat mengikuti kampanye.
Dalam aturannya, masa kerja Pjs Kepala Daerah akan berakhir pada akhir masa kampanye yaitu 23 November 2024. Setelah itu, kepala daerah definitif akan melanjutkan tugasnya hingga hari pemungutan suara 27 November 2024. Menurut Dedi, aturan itu tidak adil karena berpotensi adanya semacam pengiringan oleh kepala daerah yang baru selesai cuti kampanye.
"Petahana kembali lagi bertugas pada sesi 3-4 hari terakhir (hingga pemungutan suara). Itu justru akhirnya menjadi katakan lah ada pengiringan juga nantinya," kata Dedi.
Untuk itu, Dedi mengatakan, perlu ada pengubahan aturan dengan cara merevisi UU. Ia mengusulkan, revisi bisa menambah larangan kepala daerah definitif untuk mengadakan pemberian bansos, memberikan hibah, atau kegiatan sosial apapun.
Usulan itu nantinya bisa masuk dalam wacana revisi 8 UU politik menjadi satu paket. Namun, Dede ingin pembahasan menjadikan 8 UU menjadi satu paket dibahas di komisi II, bukan di Badan Legislasi atau Baleg.
Alasannya, tema pembahasannya berhubungan dengan yang diurus Komisi II yaitu politik dan pemerintah. Dalam pembahasan itu pula belum tentu revisi akan menggunakan metode Omnibus Law.
"Jadi mungkin kita selesaikan dulu di Komisi II DPR. Baru nanti apakah jadi Omnibus atau tidak itu kita perhatikan," kata Dede.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia menyebut, ada delapan UU politik yang dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode Omnibus Law. Mulai dari adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Saya tadi mengusulkan, kita harus mulai berpikir tentang membentuk Undang-Undang politik dengan metodologi Omnibus Law, karena itu saling terkait semua," kata Doli usai rapat dengar pendapat umum di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Oktober 2024.
Menanggapi hal itu,Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Adies Kadir, mengatakan, semua usulan yang masuk pasti ditampung.
"Usulan-usulan ditampung saja, nanti dibicarakan mana usulan yang feasible (layak) untuk ditindaklanjuti, mana yang tidak," kata dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 1 November 2024.
Annisa Febiola berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Baleg DPR Sepakati 41 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2025