Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus perundungan di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) dilatari berbagai faktor. Menurut Dekan FK Unpad Yudi Mulyana Hidayat, kasus perundungan yang terjadi bersifat kompleks. “Kasus bullying ini tidak hanya sekedar dari senior ke junior tetapi kompleks masalahnya,” ujarnya Senin, 19 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yudi mengatakan, residen adalah dokter yang bekerja di rumah sakit sekaligus sebagai mahasiswa. Mereka tengah menempuh studi lanjutan seperti untuk menjadi dokter spesialis penyakit tertentu selama delapan semester atau empat tahun. Selama ini selain membayar uang kuliah, para residen tidak mendapatkan insentif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara untuk makan, karena mungkin fasilitas yang didapatkan tidak cukup baik, para residen berpatungan hingga sering menjadi beban. “Waktu kami dulu juga patungan, senior yang punya uang lebih banyak memberikan sumbangan ke juniornya. Sekarang ini terbalik, junior yang membayarkan,” kata Yudi yang menempuh PPDS Kandungan Konsultan Onkologi Ginekologi pada 1990-an itu.
Sementara ketika terjadi kasus pasien tertentu, masa tugas residen di rumah sakit bisa lewat dari 40 jam per pekan. Kemudian jika harus tugas jaga sampai malam, besoknya dia harus kerja lagi. Kondisi itu menurut Yudi bisa membuat stres residen meningkat dan menjadi gampang marah sehingga muncul perundungan verbal ke mahasiswa junior. “Kalau lihat background, memang berat pendidikan dokter spesialis ini,” ujarnya.
Dia membandingkan masalah perundungan sekarang dengan semasa kuliah. Mengetahui residen tidak mendapatkan gaji, juniornya yang minta bimbingan membelikan makanan untuk seniornya secara sukarela sebagai ungkapan terima kasih. Sekarang, dana yang yang harus dikeluarkan junior jauh lebih besar. “Dimarahin juga wajar, kalau dulu lebih banyak nuansa membimbing sekarang lebih ke balas dendam itu yang nggak boleh,” kata Yudi.
Faktor lain yang membuat perundungan terus berlanjut yaitu sikap mahasiswa junior yang menjadi korban untuk berbicara. Akibatnya menurut Yudi, tim fakultas sangat kesulitan untuk mendapatkan korban yang mau bersaksi. “Kalau secara hukum kalah terus itu karena tidak ada yang mau bersaksi,” kata dia. Sedangkan laporan kasus yang disampaikan ke nomor kontaknya sering muncul secara anonim. Sebuah laporan menurut Yudi berhasil diusut hingga menghasilkan hukuman bagi pelaku perundungan karena pelapor mau terbuka.
Dia mengatakan, perangkat yang dibuat FK Unpad untuk mencegah praktik perundungan sejauh ini belum bekerja optimal. Pihaknya akan menggencarkan sosialisasi anti perundungan ke semua departemen, melanjutkan pemantauan dan evaluasi. Salah satu indikator keberhasilannya seperti jumlah penurunan kasus dalam setahun.
Yudi mengatakan di kampus lain juga terjadi masalah perundungan di kalangan calon dokter spesialis. “Pendidikan kedokteran spesialis ini memang sedang tercoreng,” ujarnya. FK Unpad menurutnya sedang berupaya mendiskusikan dengan pemerintah pusat karena dokter yang bersekolah seharusnya dianggap sebagai tenaga kerja. “Salah satu kompleksitas kenapa ada bullying karena kesejahteraan mereka juga tidak diperhatikan.”