Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Demonstrasi Para Inang

Sengketa penduduk dengan dinas Kehutanan dalam pelaksanaan reboisasi menjurus ketindakan kriminal. Terjadi demonstrasi ke kantor polisi Sipahutar Tapanuli Utara. (dh)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI juga kantor Camat dan Koramil Sipahutar bahkan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara 6 dan 12 April sebelumnya, kantor polisi tingkat kecamatan tersebut hari itu tak luput dari arus demonstran. Hanya pada aksi-aksi sebelumnya yang aktip laki-laki dan perempuan, sekali ini inang-inang alias kaum ibu melulu. Dengan jumlah sekitar 200 orang. Namun demikian persoalannya sama saja. Datang dari desa-desa Sosor Siamporik, Sosor Purbatua dan Huta Mamungka, mereka berusaha membebaskan salah seorang di antara keluarga atau kawan sekampung mereka yang tengah berurusan dengan pihak berwajib. Persoalan yang mengawalinya pun tidak beda. Yakni adanya sengketa antara penduduk dengan Dinas Kehutanan seperti halnya dialami penduduk Desa Simarhompa (TEMPO, 28 April '79, Desa) Semula Dinas Kehutanan melaksanakan reboisasi. Tanah-tanah yang sebelumnya digarap rakyat tidak sedikit yang terjangkau proyek penanaman pohon kehutanan tersebut. Padahal yang bersangkutan merasa belum merelakannya. Itulah sebabnya terjadi sengketa. Pengaduan yang menurut penduduk disampaikan sampai 3 kali kepada berbagai instansi dikatakan tidak mendapat jawaban. Karena jengkelnya, mereka membakar 3 gubuk petugas reboisasi di lapangan, sekaligus mencabuti sejumlah pohon pinus berumur 3 bulan dari areal reboisasi tadi. Polisi tentu saja tidak berpangku tangan. Paian Simanjuntak, salah seorang yang dituduh melakukan perbuatan kriminil tadi diciduk. Penduduk Sosor Siamporik, Sosor Purbatua dan Huta Mamungka nampaknya tidak ingin salah seorang di antara mereka ditahan pihak berwajib. Itu sebabnya setelah awal bulan yang sama penduduk desa lain dari Kecamatan Sipahutar "hunjuk perasaan" mereka pun tidak mau ketinggalan. Sekalipun beberapa di antara inang-inang itu menyebut aksi mereka dilakukan semata-mata karena terpaksa setelah sebelumnya ada seorang penduduk melakukan penganiayaan terhadap penduduk lain ternyata tidak diapa-apakan oleh pihak berwajib. Sedangkan penyebab terjadinya penganiayaan tersebut hanya karena si teraniaya berusaha mencegah petugas kehutanan melakukan reboisasi di atas tanah-tanah penduduk. Ketiban Pulung Namun apabila benar alasan inang-inang berdemonstrasi itu demikian, ada yang berpendapat polisi semata-mata ketiban pulung. Sebab Besran Panjaitan yang menganiaya Rellus Simanjuntak yang mencegah petugas kehutanan menanami tanah penduduk, berupa penusukan pisau Pebruari lalu, sudah ditindak oleh polisi dan kemudian diserahkan ke Kejaksaan. Seorang pejabat kehutanan membantah instansinya tidak lebih dulu mengadakan musyawarah dengan berbagai pihak dalam soal reboisasi itu. Tapi barangkali karena penduduk pun dianggap punya alasan untuk protes, 3 hari sesudah inang-inang berdemonstrasi penduduk Sosor Siamprik, Sosor Purbatua dan Huta Mamungka mendapatkan kembali tanah-tanah yang menjadi bahan persengketaan. Sementara Paian Simanjuntak bahkan telah pula dibebaskan polisi beberapa saat setelah adanya aksi tadi. Sekalipun polisi sempat melakukan 11 kali tembakan peringatan. Tak urung ada pihak-pihak yang malah menyayangkan tindakan pemerintah yang "memenangkan" penduduk tersebut. "Kalau masalahnya diselesaikan tidak melalui saluran hukum, penduduk bisa menjadi manja," kata pihak-pihak tadi. Bagaimana pun masalah pertanahan di daerah Sumatera Utara memang peka. Sebab adanya perkampungan atau desa-desa dimulai oleh pembukaan hutan oleh kalangan penduduk sendiri. Akibatnya status pemilikan tanah tersebut seringkali menyebabkan kerusuhan. Tak heran setelah adanya aksi inang-inang di Tapanuli Utara akhir April, Rabu pekan lalu ada pula delegasi petani Kabupaten Deli Serdang berusaha menemui Bupati dan pimpinan DPRD di daerahnya. Jumlahnya 45 orang, dipimpin oleh Sahri dan Gumantang Manurung dua petani Gunung Bokor yang sampai saat ini masih berurusan dengan Pengadilan Negeri setempat sehubungan dengan dakwaan mendalangi berbagai kerusuhan berkaitan dengan sengketa tanah. (TEMPO, 28 Oktober dan 2 Desember 1978).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus