Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dendam nasruddin

Karena sebuah sajak nasruddin dipanggil polisi, camat dan diskors oleh sekolahnya. (pdk)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Plered, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, seorang pelajar diinterogasi gara-gara baca puisi. Tak enaknya lagi, Muhammad Nasruddin Anshoriy - begitulah pelajar itu menuliskan namanya - diskors pula dari sekolahnya, Madrasa Aliyah Negeri II, Yogyakarta sejak 12 September yang lalu. Ceritanya dimulai dari tanah lapang Desa Plered, 19 Agustu malam, sewaktu berlangsun perayaan peringatan Hari Proklamasi ke-38. Acaranya, antara lain, tari-tarian, drama, seni suara, dan baca puisi. Nasruddin, yang di kampungnya sudah dikenal sebagai penyair muda, diminta membacakan sajak-sajaknya. Mula-mula dua temannya tampil membawakan sajak karya Nasruddin juga. Itu berlalu dengan selamat, dengan sambutan tepuk tangan penonton sekadarnya. Lantas tampillah sang penyair membawakan Tetes-tetes Dendam. Tralala . . . Baaimana pedang seorang pemberontak, Akan kutusuk dada-dada kalian dengan pisauku, baris pertama meluncur dari mulutnya. Dan Nasruddin pun bergaya. Mula-mula penonton, ya, cuma diam. Baru ketika ia sampai kira-kira pada baris ke-30, nada puisinya semakin galak. Dan apakah pejabat yang baik harus korupsi ...? Maka, meledaklah tepuk tangan penonton. Nasruddin pun makin bergairah. Kebetulan baris-baris sajaknya pun makin seru. Tapi, ketika dengan suara lantang ia berseru: Hancurkan pejabat-pejabat rakus, eh, mikrofon mati. Penonton di belakang menyaksikan Nasruddin di panggung cuma komat-kamit sembari tangannya bersimpang-siur tanpa suara - persis film bisu. Adegan itu tak lama. Seseorang, yang kemudian ternyata salah seorang panitia, memaksa Nasruddin turun panggung. Ada sedikit perdebatan, tapi kemudian sampai perayaan usai acara baca puisi memang tak muncul lagi. Akhirnya, memang, pelajar ini harus berhadapan dengan camat dan komandan sektor kepolisian setempat. Pak Camat marah. Menurut Nasruddin, Pak Camat menuduhnya "mendiskreditkan pemerintah dan melakukan subversi." Sedangkan, komandan Sektor 962 Bantul, Letnan Dua (pol) Ngadiran, menganggap puisi Nasruddin "bisa mengganggu keamanan dan merendahkan wibawa pemerintah." Tapi, "kami tak menahan anak itu, cuma mewawancarai dan minta keterangan," katanya pula kepada TEMPO. Toh "panggilan" itu menyebabkan Nasruddin tak masuk sekolah. Dan anehnya, madrasah negeri setingkat SMTA itu menjatuhkan sanksi. Alasannya, "Nasruddin tidak masuk sekolah lebih dari 10 hari." Menurut Mad Sardan, wakil kepala madrasah itu, sanksi dijatuhkan lewat rapat dewan guru. "Menunggu keputusan yang berwajib," tuturnya. "Kalau dia dinyatakan tak bersalah, akan kami terima lagi. Tapi kalau ia dinyatakan bersalah, dewan guru akan berapat lagi. " Pihak sekolah tampaknya tak mencoba membela muridnya. "Kalau kami membela dia, dikira kami mendukungnya. Padahal, ini sekolah negeri, " kata Sardan pula. Walhasil, Nasruddin memang kepepet. Akhirnya, pertengahan September lalu ia datang ke LBH Jakarta minta bantuan. LBH Jakarta memberi surat kepada LBH Yogyakarta agar menangani soal ini. Di Jakarta penyair dari madrasah itu sempat ketemu Rendra dan H.B. Jassin. Ia memang pengagum Rendra, si penyair. Puisinya yang menyebabkan ia diinterogasi pun sangat mirip dengan sajak Khotbah Rendra. Menurut H.B. Jassin, dokumentator sastra Indonesia ini, puisinya "belum menjelaskan penalaran yang baik, pengutaraannya belum berbentuk. Ini merupakan kasus kedua di Yogyakarta, setelah kasus Eko Sulistyo dengan angket seksnya yang lalu. Eko waktu itu terpaksa pindah sekolah karena kegiatan angketnya itu dianggap "mencemarkan" nama baik sekolahnya. Tanggapan yang tak tepat, terhadap kreativitas remaja, memang bisa menghasilkan kesimpulan yang meleset.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus