Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LENGSER dari jabatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Akbar Tandjung malah semakin padat acaranya. Sebelum Lebaran, Ketua Umum Partai Golkar itu keliling Jawa Timur. Senin malam pekan lalu, ia sudah berhalal bihalal di Solo, di rumah mertuanya.
Halal bihalal meriah itu masih disambung pada pagi harinya dengan berkunjung ke rumah Ketua Partai Golkar Solo, Kus Raharjo. Di rumah itu juga datang Ketua Partai Golkar Jawa Tengah, M. Hasbi. Agaknya ada yang penting, mengingat baru malam hari sebelumnya Kus sowan ke rumah mertua Akbar. Selama satu jam mereka bicara. Seusai pertemuan, dengan muka cerah, Akbar ditanya tentang kesiapannya memimpin kembali Partai Golkar. Seolah tak sabar menunggu wartawan Tempo menyelesaikan pertanyaan, Akbar menyambar cepat, "Ya, saya siap."
Kunjungan Lebaran Akbar tahun ini istimewa. Soalnya, pada 15-20 Desember nanti di Bali, Partai Beringin akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) VII. Agenda terpenting: memilih ketua umum periode 2004-2009. "Sampai saat ini, Akbar Tandjung kandidat terkuat untuk menjabat lagi," ujar Ketua Dewan Pimpinan Partai Golkar (nonaktif), Marzuki Darusman. Siapa pun ketua umumnya, apabila Partai Golkar kembali menang dalam Pemilu 2009, dia berpeluang maju ke pemilihan presiden.
Dengan begitu, Musyawarah Nasional penting sebagai pijakan pertama menuju Istana. Semula, acara Musyawarah akan diadakan pada Oktober 2003. Dengan alasan menghadapi Pemilu 2004, Musyawarah Nasional diundur lebih dari setahun. Banyak yang mengatakan, pengunduran ini adalah kiat politik kubu Akbar. Sebabnya, pada saat itu Akbar masih berstatus "tervonis" dalam kasus korupsi dana Bulog, dan ia tengah menunggu hasil kasasi dari Mahkamah Agung, yang akhirnya turun pada Februari 2004 dan membebaskan Akbar. Ia maju ke konvensi partai itu, namun gagal meraih tiket sebagai calon presiden Partai Golkar?yang dimenangkan Wiranto.
Dengan demikian, Musyawarah Nasional di Bali ini adalah ajang bagi Akbar untuk comeback membenahi karier politiknya. Ia sudah punya pesaing di Bali. Tiga pekan lalu, anggota Fraksi Golkar Marwah Daud Ibrahim menyatakan siap maju. Kemudian, pekan lalu, bos Metro TV Surya Paloh mengaku menerima banyak desakan untuk membenahi Partai Golkar. "Sebagai forum tertinggi partai untuk melakukan berbagai perubahan, saya pikir layak untuk maju," ujarnya kepada Tempo.
Nama Ketua DPR Agung Laksono juga mulai beredar. Namun, menurut Ketua Partai Golkar (nonaktif) Fahmi Idris, Agung masih takut-takut untuk mengibarkan bendera. Maklumlah, pada saat pemilihan Ketua DPR lalu dia kadung berjanji untuk tidak maju dan akan mendukung Akbar. Padahal, beberapa tokoh Golkar mendorongnya untuk maju. "Saya rasa Agung cukup luwes dalam berpolitik sehingga layak menjadi calon ketua umum," kata mantan anggota Dewan Pembina Golkar, Siswono Yudohusodo.
Beberapa nama menteri disebut-sebut bakal ikut menyemarakkan bursa ketua umum partai pemenang Pemilu 2004 itu. Yang terdengar akan maju adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie, dan Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris. Ketiganya dianggap cukup potensial untuk menantang Akbar. Selain Surya Paloh, mereka dianggap "mewakili" suara pemerintah. "Saya rasa wajar-wajar saja jika pemerintah merasa berkepentingan agar Golkar sebagai partai terbesar lebih akomodatif dengan pemerintah," kata Wakil Sekjen Partai Golkar Rully Chairul Azwar.
Namun, Fahmi membantah mereka bakal ikut berkompetisi. "Karena telah mendapatkan amanah sebagai pejabat negara, saya tidak akan maju," ujarnya. Menurut dia, Aburizal dan Kalla pun bersikap serupa. Ia juga mengaku tidak ada penugasan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada mereka untuk memenangkan salah satu kandidat yang akomodatif kepada pemerintah. "Rasanya SBY tidak akan ikut cawe-cawe. La, wong Partai Demokrat yang kendaraannya saja dibiarkan, kok," ujar Fahmi.
Surya Paloh justru merasa telah mendapatkan dukungan Yudhoyono untuk berebut tuah Partai Beringin. Sayang, ia tak mau menjelaskan bentuk dukungan itu secara terperinci. "Ada pertemanan yang mendukung. Kalau Anda dalam posisi saya, Anda sudah bisa menjawab," ujarnya kepada Dimas Adityo dari Tempo. Selain sudah dua kali bertemu dengan Presiden SBY, Surya pun telah menyiapkan tim sukses.
Nama lain yang diperkirakan bakal tampil dalam Munas nanti adalah Jenderal (Purn.) Wiranto. Sebagai mantan calon presiden dari Partai Golkar, kekuatan Wiranto untuk meraup dukungan memang cukup diperhitungkan. "Saya memang sudah dengar kalau Pak Wiranto akan maju," kata Rully. Apalagi, beberapa pinisepuh Golkar dikabarkan akan mendukung Wiranto secara all out.
Menurut seorang sumber Tempo, sebenarnya Akbar sudah menemui Soedharmono dan beberapa pinisepuh untuk meminta restu. Namun, mantan Ketua Umum Partai Golkar dan mantan wakil presiden itu dikabarkan "belum menentukan sikap" buat Akbar. Begitu pula beberapa pinisepuh yang lain. Kabarnya, yang menjadi pertimbangan adalah manuver Akbar saat menggalang Koalisi Kebangsaan yang mendukung Megawati pada pemilihan presiden putaran kedua yang lalu. Kabar lain: para pinisepuh berharap Wiranto dapat membenahi Golkar di masa datang.
Sayang, hingga tulisan ini diturunkan, Soedharmono tak bisa dihubungi. Sementara itu, mantan Menteri Kehakiman yang kini menjadi ketua pinisepuh Golkar, Oetojo Oesman, mengelak menyebut nama calon yang bakal didukung para pinisepuh. Padahal, menurut seorang sumber Tempo, Ketua Umum Serikat Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) itu menjadi salah satu ujung tombak pendukung Wiranto. "Keputusannya Sabtu malam nanti," kata Oetojo.
Wiranto pun telah bertemu Presiden Yudhoyono pada 5 November lalu. Meski saat itu mantan Panglima TNI itu hanya mengatakan bahwa pertemuan itu hanya "silaturahmi sebagai kolega", menurut seorang sumber Tempo, dalam pertemuan itu masalah Partai Golkar sempat dibahas. "SBY kayaknya lebih merasa safe jika Wiranto menjadi Ketua Umum Golkar," kata seorang pengurus Golkar.
Setiap kandidat punya cara sendiri untuk maju dan memenangkan pertarungan. Dukung-mendukung pun sudah dimulai. Beberapa tokoh Golkar dan tim sukses kubu yang berseberangan dengan Akbar malah menilai panitia Musyawarah Nasional Bali telah mengutak-atik ketentuan dan tata tertib untuk memenangkan Akbar. Misalnya, keinginan pengurus daerah Partai Golkar tingkat dua (kabupaten) untuk memiliki hak suara dalam Musyawarah akan dijegal. "Padahal, itu salah satu kesepakatan Musyawarah Nasional 1998, bahwa pada Munas berikutnya, suara Dewan Perwakilan Daerah II bisa diakomodasi," kata Siswono, yang kala itu menjadi Ketua Musyawarah Nasional.
Sekarang ini ada 440 pengurus partai tingkat kabupaten. Dalam konvensi yang lalu, Wiranto banyak didukung oleh suara kabupaten ini. Sedangkan Akbar lebih "mengakar" di badan pengurus partai tingkat provinsi. "Bagi Akbar, suara provinsi lebih bisa dikontrol daripada kabupaten," kata anggota Fraksi Golkar DPR, Hajriyanto Y. Tohari. Namun, seakan menyadari perlunya kabupaten, kini Akbar pun mulai mendatangi banyak kabupaten.
Selain suara kabupaten, syarat untuk menjadi calon ketua umum juga "diperberat". Ada rencana mengubah Pasal 12 ayat (1) huruf f dalam Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar. Pada teks semula disebutkan bahwa calon pimpinan partai adalah mereka yang aktif berjuang di jajaran Golkar minimal lima tahun secara terus-menerus. Kalimat itu akan diubah menjadi "aktif di kepengurusan Golkar". "Ini jelas upaya untuk menjegal Pak Wiranto," kata salah satu tim sukses Wiranto, Letjen (Purn.) Suaidi Marasabessy. Padahal, menurut Siswono, sebagai Panglima TNI di masa lalu, Wiranto pernah mengumpulkan ketua-ketua pengurus daerah untuk mendukung Akbar saat ia bersaing dengan Edi Sudrajat, bekas Menteri Hankam, dalam Musyawarah Nasional 1998.
Ada berbagai syarat lain yang tengah digodok. Misalnya, calon ketua umum perlu didukung minimal 11 pengurus provinsi?syarat yang dikritik Fahmi Idris. Malah Fahmi mengajukan syarat lain: calon ketua umum tak pernah terkait KKN atau terbukti merugikan rakyat dan negara. Syarat yang jelas menohok Akbar. Siswono menambah satu syarat dengan alasan kaderisasi: ketua umum hanya menjabat satu periode.
Rully, Wakil Ketua Steering Committee Musyawarah Nasional Bali, membenarkan bahwa pengurus partainya tengah bekerja di Bogor. Tapi ia membantah ada rekayasa untuk memenangkan Akbar Tandjung. "Semua syarat dan tata tertib itu masih bisa dibicarakan di Musyawarah Nasional nanti," ujarnya.
Itu artinya persaingan di Bali bakal seru?mungkin lebih seru ketimbang konvensi yang lalu. Akankah "buah tangan" para calon akan kembali menjadi penentu?
Hanibal W.Y. Wijayanta, Sukma N. Loppies (Jakarta) dan Imron Rosyid (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo