Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Tumpang-tindih kewenangan antarlembaga di laut sudah lama terjadi.
Banyaknya lembaga yang berwenang dalam pengelolaan laut membuat perannya berbenturan.
Sejumlah masalah melatarbelakangi tumpang-tindih kewenangan banyak lembaga dalam pengelolaan laut Indonesia.
DENGAN 17 ribu pulau dan 88.083 kilometer panjang pantai, pengelolaan laut Indonesia bukan perkara ringan. Karena itu ada banyak lembaga yang punya kewenangan menjaga dan mengelola laut Indonesia. Namun, saking banyaknya, peran lembaga-lembaga tersebut acap tumpang tindih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal siapa yang berwenang menjaga keamanan laut terlihat dalam konflik pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan utara Kabupaten Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu. TNI Angkatan Laut atau TNI AL membongkar pagar laut di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Sabtu, 18 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari kemudian, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengkritik pembongkaran pagar laut tersebut. “Seharusnya pagar itu menjadi barang bukti pelanggaran hukum. Kalau sudah terbukti pelanggarannya, baru bisa dicabut,” katanya di Pantai Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali, Ahad, 19 Januari 2025.
Meski pembongkaran itu menuai protes, TNI Angkatan Laut tetap melakukannya. Pembongkaran selesai pada Kamis, 13 Februari 2025. "Tugas ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto melalui Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada kami," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama I Made Wira Hady saat dihubungi pada Sabtu, 18 Januari 2025.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, tumpang-tindih kewenangan juga kerap terjadi saat masuknya kapal penangkap ikan asal Cina di kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) perairan Natuna, Kepulauan Riau. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan menyebutkan kawasan tersebut seharusnya menjadi urusan Badan Keamanan Laut alias Bakamla. Namun, di lapangan, justru TNI Angkatan Laut yang mengerahkan kapal perang.
Luhut menilai manuver TNI Angkatan Laut itu bisa berdampak buruk pada hubungan Indonesia-Cina. “Kalau TNI terus yang ambil, kok kita sangar banget. Tidak dibenarkan dalam pergaulan internasional,” kata Luhut pada 7 Januari 2020.
Pemerintah lalu menyusun rencana penyederhanaan regulasi keamanan di tengah laut. Namun hingga Presiden Joko Widodo lengser pada Oktober 2024, pembahasannya tak membuahkan hasil.
Di era pemerintahan Prabowo, wacana ini kembali muncul. Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut masih disiapkan. Pemerintah menyiapkan lembaga tunggal yang mengkoordinasikan keamanan laut dan pesisir alias sea and coast guard.
Di Amerika Serikat, peran sea and coast guard dipegang oleh Penjaga Pantai Amerika Serikat atau United States Coast Guard (USCG). Mereka merupakan cabang angkatan bersenjata Negeri Abang Sam yang bertugas menegakkan hukum maritim di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri.
Dilansir dari jurnal Britannica, pada masa damai, USCG berfungsi mengembangkan dan mengoperasikan alat bantu navigasi untuk menjaga keselamatan pelabuhan dan kapal di teritori Amerika. Kendati menjadi bagian dari angkatan bersenjata Amerika Serikat, USCG memiliki tugas dan wewenang yang berbeda dengan Angkatan Laut.
Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PWP3K) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan memasang papan penghentian kegiatan pemagaran laut di pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. ANTARA/Fakhri. Hermansyah
Angkatan Laut bertugas menjalankan operasi militer di wilayah perairan Amerika Serikat, dari pengintaian hingga penyerangan. Sedangkan USCG hanya bertugas menegakkan hukum maritim dan mengontrol perbatasan.
Senior Advisor Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Grace G. Binowo menilai, di Indonesia, tumpang-tindih aturan menyebabkan penegakan hukum di laut bisa dilakukan oleh beberapa institusi berbeda untuk jenis pelanggaran yang sama. “Ada kalanya satu kapal yang sama diperiksa oleh beberapa penegak hukum yang berbeda dalam satu kali pelayaran,” ucapnya kepada Tempo, Kamis, 13 Februari 2025.
Dalam situasi yang ideal, tutur Grace, makin banyak institusi penjaga laut seharusnya makin menjamin keamanan laut. Di Indonesia, kondisi tersebut tidak bisa berjalan karena tidak meratanya penjagaan laut. Beberapa wilayah, seperti sebagian ZEE, dipadati oleh penjaga laut. Tapi di wilayah lain nyaris tak terpantau.
Dari kajian IOJI, penyebab minimnya pengawasan adalah mayoritas komposisi armada patroli yang dimiliki penegak hukum. “Kapal-kapal yang dimiliki kelas 3, 4, dan 5, yang daya jelajah dan ketahanannya terhadap ombak dan kondisi di laut tidak tinggi,” Grace menambahkan.
Masalah lain ada pada sistem informasi yang tidak terintegrasi dan masih berjalan sendiri-sendiri. “Contohnya, setiap lembaga yang berbeda bisa saja membeli provider teknologi yang sama. Hal ini tentu tidak efisien apabila dilihat dari kacamata penghematan anggaran,” ucap Grace. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo