DUA ribu tujuh puluh lima pasang pengantin, alias 4.150
laki-laki dan perempuan, berbaris bersama dalam satu upacara
pernikahan serentak. Ini memang perkawinan massal paling besar
dalam sejarah -- terjadi di Madison Square Garde, New York, awal
bulan ini.
Yang menarik bukan saja mereka anggota satu sekte agama. Tapi
juga karena hampir semua pasangan itu hanya menuruti titah sang
imam: terdiri dari berbagai kebangsaan, sebagian besar mereka
baru saja saling kenal.
Acara itu diselenggarakan kelompok Kristen The Unification
Church, di bawah pimpinan Sun Myung Moon. Evangelis besar asal
Korea Selatan ini, kini 62 tahun, yang berpindah ke AS (New
York) 1973, memang salah satu tokoh "gereja bebas" yang paling
berpengaruh.
Bukan saja oleh jumlah pengikut yang di Amerika diakui sebanyak
30.000 orang, dengan 5.000 anggota aktif -- selain di Jepang,
Australia, Korea sendiri dan beberapa negeri lain yang
kebanyakan terdiri dari kaum muda. Tapi juga gerakan ini
memiliki pusat-pusat pengumpulan dana di 100 kota dan
kampus-kampus di Amerika, dan dari sana memungut setidaknya
US$10 juta setahun -- di luar hasil semua perusahaannya.
Yang paling hebat sebenarnya ialah, Sun (Myung) Moon ini, yang
dikenal sangat dekat dengan rezim totaliter Korea Selatan (dan
juga beberapa anggota Kongres AS), muncul di tengah ajaran
Kristen sebagai 'Almasih Kedua'. Kalau ditilik-tilik, ajarannya
sebenarnya campuran dari Kristen Pantekosta dengan mistik Timur,
dengan semangat antikomunis, psikologi populer dan metafisika.
Dalam buku wahyu Sun Moon yang disebut Divine Principle,
dijelaskan kira-kira mengapa 'Almasih Kedua' itu harus muncul.
Tak lain karena, katanya, Yesus Kristus telah gagal mengemban
misi untuk melahirkan "keturunan yang bersih dari dosa".
Memang agak membingungkan, bila keturunan yang dimaksud adalah
anak cucu berdasar darah. Tapi para pengikut Sun Moon sendiri
dididik -- dicetak untuk menjadi balatentara ideologis generasi
muda bagi penyatuan dunia dalam abad kepercayaan yang baru.
Maka kelompok ini memang menjadi seperti tentara. Yang dilakukan
pertama kali adalah pencucian otak -- brainwashing. Lalu
pengucilan dari keluarga dan dunia luar. Hidup keras dalam
semacam "komune tanpa bentuk", mereka "disadarkan" untuk tidak
lagi membutuhkan uang. Bekerja mengumpulkan dana bagi "Gereja",
mengurangi tidur, melakukan berbagai upacara agama,
anti-alkohol, morfin, rokok, seks -- dan bersiap menjadi
penduduk Kerajaan Tuhan yang sebenarnya.
Banyak orang tua yang kehilangan. Sementara tidak bisa didapat
bukti adanya pemaksaan, di Amerika para ibu dan bapa membentuk
semacam dewan penyelamatan bertingkat nasional, bertujuan
mencari kembali muda-mudi mereka yang sudah "berbahagia" di
bawah kekuasaan sang "Almasih" -- terutama lewat para bekas
pengikut.
Seorang ibu di London, seperti dituturkan The Daily Telegraph,
menerima telepon dari putranya di New York, yang menyatakan
dirinya termasuk dalam acara perkawinan massal yang telah
disebut. Tapi sang putra menolak menyebut calon istri maupun
seluk-beluknya, kecuali bahwa dia "gadis Amerika". Mrs. Fyfie,
ibu yang lain yang juga menerima telepon dari gadisnya, bahkan
menyatakan bahwa si gadis mengaku tak tahu siapa calon suaminya.
Mereka, kurang lebih, berbahagia karena telah "dipilihkan".
TOH tidak begitu jelas tujuan perkawinan massal ini. Pameran ini
sebuah "pemecahan problem sosial yang bobrok," seperti yang
sering mereka ucapkan? Dalam kenyataan bahkan tidak kelihatan
program mereka untuk menolong para pengikut sendiri. Semua
sumber dana ditujukan untuk menggaet lebih banyak uang dan lebih
banyak anggota yang pada akhirnya akan menghasilkan lebih banyak
uang. Di Korea Sun Moon sudah sempat mendirikan satu konglomerat
industri dengan penjualan US$15 juta setahun, dengan pekerja
sukarela para pengikut sendiri.
Dan di Amerika kini, "Almasih" yang pendek, gemuk dan berwajah
"berwajah bulan" itu (yang berpidato dalam bahasa Korea sambil
menghentak-hentakkan tangan, kaki, menangis dan tertawa),
bersama istri dan delapan anak serta 35 pengikut, mendiami
sebuah loji dengan 25 kamar -- persis menghadap Sungai Hudson di
Irvington, New York. Saat-saat bebas dari pekerjaan agama maupun
dagangnya, ia akan berleha-leha memancing di kapal pesiarnya
yang diberi nama 'Harapan Baru'.
Setidak-tidaknya sudah sejak 1976 kecurigaan kepada "Almasih"
ini dijabarkan dalam tindakan: Agustus tahun itu satu komite
Kongres mengadakan dengar pendapat, mengenai kemungkinan usaha
Korea Selatan mempengaruhi politik AS lewat gerakannya. Dan
kini, tokoh tersebut sedang dalam proses peradilan sehubungan
dengan tuduhan penggelapan pajak -- hal yang mungkin merupakan
sebab sebenarnya diadakannya perkawinan massal yang hebat itu.
Namun benarlah ucapan seorang bekas pengikut: "Dulu saya tak
tahu harus saya apakan hidup saya. Lalu saya lihat para pengikut
itu mengerti benar tujuan hidupnya. Dan saya masuk." Itulah yang
mengikat generasi muda dunia maju itu, gerangan. Seperti
dikatakan pendeta sebuah gereja: "Banyak sekali sebenarnya,
orang-orang sepi berjalan ke sana ke mari."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini