Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Difabel Mendesak Presiden Joko Widodo Memperbarui Data Penyandang Disabilitas

Difabel menilai upaya Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan amanat Undang-undang Penyandang Disabilitas belum mengacu pada data yang tepat.

8 Desember 2020 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi penyandang disabilitas atau difabel. REUTERS | Rafael Marchante

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pegiat Disabilitas Nusantara mendesak Presiden Joko Widodo pemutakhiran data penyandang disabilitas. Respons ini muncul setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan upaya pemerintah dalam perlindungan, penghormatan dan perwujudan hak penyandang disabilitas pada peringatan Hari Disabilitas Internasional di Kementerian Sosial pada Kamis, 3 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo menyebutkan upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dengan menandatangani enam dari delapan regulasi teknis yang menjadi amanat Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sayangnya upaya tersebut luput mengikutsertakan data penyandang disabilitas yang seharusnya menjadi acuan penerapan kebijakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif organisasi penyandang disabilitas SABDA, Nurul Saa'dah mengatakan data merupakan sebuah instrumen terpenting dalam mewujudkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. "Pada kenyataannya, janji pendataan difabel tidak terwujud dalam sensus 2020," ujar Nurul Saa'dah dalam konferensi pers Jaringan Pegiat Disabilitas Nusantara, Ahad 6 Desember 2020.

Selama ini, pemerintah melalui Kementerian Sosial menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS untuk mengidentifikasi jumlah penduduk dengan disabilitas di Indonesia. Data ini pula yang menjadi rujukan untuk menentukan individu disabilitas yang menerima Kartu Penyandang Disabilitas dan bantuan sosial.

DTKS tersebut masih harus diperbarui lantaran belum menggambarkan kondisi penyandang disabilitas yang sebenarnya, terutama di daerah terpencil. "Masih banyak penyandang disabilitas yang belum terdata," kata Nurul.

Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan atau PSHK, Fajri Nursyamsi mengatakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial harus melalui proses harmonisasi dengan data administrasi kependudukan. Artinya, Kementerian Sosial mesti bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan DTKS valid.

"Proses harmonisasi mengalami hambatan birokrasi di dua kementerian," kata Fajri. Sebab, undang-undang mengamanatkan kewenangan pendataan hanya pada Kementerian Sosial dan landasannya pendataannya hanya setingkat peraturan menteri sosial.

Menanggapi pendataan penyandang disabilitas yang tak kunjung rampung, Staf Ahli Madya Bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Presiden, Sunarman Sukamto mengatakan organisasi penyandang disabilitas yang berbadan hukum dapat turut serta mengajukan data penyandang disabilitas dalam mengakses program pemerintah. "Organisasi difabel bersama kemeterian atau dinas terkait bisa memonitor dan mengevaluasi," ucap dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus