Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Difabel Mental Psikososial Nyoblos Pemilu: Kami Sehat

Ada beberapa difabel mental yang bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Simak kisah mereka.

1 Februari 2019 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi menggunakan hak suara di TPS. dok TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah difabel mental psikososial mengalami kesulitan mengikuti pemilu karena berbagai hal. Beberapa kendala yang mereka hadapi misalnya belum memiliki KTP meski sudah dewasa, harus mendapatkan surat keterangan sehat dari dokter, dan sikap keluarga yang cenderung tertutup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, ada beberapa penyandang disabilitas mental yang bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Emi, 36 tahun misalnya. Warga Desa Cebongan, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, ini pernah dirawat di Rumah Sakit Grasia, Sleman karena didiagnosis skizofrenia atau orang dengan gangguan jiwa berat.

Emi sadar akan kondisinya dan dia memeriksakan diri serta rutin mengkonsumsi obat setiap hari. Hasilnya, kondisi mentalnya stabil hingga kini. Dia juga aktif berorganisasi di Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia atau PPDI Sleman dan menjadi paralegal untuk organisasi Sasana Integrasi dan Advokasi Advokasi Difabel atau Sigab.

"Saya minum obat setiap hari dan semua baik-baik saja. Saya bisa mengurusi rumah tangga, tahu aturan hukum, dan beraktivitas seperti biasa,” kata Emi saat menyampaikan testimoni di diskusi Polemik Hak Pilih Difabel Mental di Rumah Makan Ingkung Grobog Yogyakarta, Jumat, 21 Desember 2018.

Tinta Sidik Jari Pemilu. TEMPO/Yosep Arkian

Kendati tergolong gangguan difabel mental permanen karena harus rutin mengkonsumsi obat, Emi juga mempunyai KTP. Lewat kartu identitas itu, Emi didata sebagai pemilik hak suara dalam daftar pemilih tetap dan dia sudah beberapa kali mengikuti Pemilu.

"Saya sudah didata untuk ikut Pemilu 2019. Kalau sehat, saya akan nyoblos. Insya Allah, pas coblosan aman,” kata Emi. “Kami sehat, enggak bikin susah, enggak merugikan orang lain, juga bisa ikut antre nyoblos."

Baca juga: Jokowi atau Prabowo yang Lebih Menguasai Isu Disabilitas?

Seorang difabel mental psikososial lainnya, sebut saja Dea, adalah lulusan perguruan swasta ternama di Yogyakarta. Dia kini bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Sebagaimana Emi, Dea rutin meminum obat setiap hari. "Saya sudah ikut nyoblos sejak pemilu 1999,” kata Dea.

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus