Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok polisi menghajar pria berbaju hitam saat terjadi aksi menolak revisi Undang Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Kamis, 20 Maret 2025 sore. Peristiwa itu terjadi di kolong jembatan layang JCC, tidak jauh dari lokasi aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria itu terlihat dipukuli dengan pentungan dan ditendang oleh beberapa polisi. Ada sekitar belasan polisi yang mengerubunginya. "Tendangan, pentungan, yang paling parah kena kepala," kata Raka, korban pemukulan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raka bercerita, saat itu dirinya sedang menepi di pinggir jalan untuk mengisi daya baterai gawai miliknya. Tidak lama kemudian datang segerombolan polisi yang menuduhnya sebagai mahasiswa yang terlibat demonstrasi.
"Dibilang gua mahasiswa. Padahal bukan. Gua ojol (ojek online)," kata Raka. "Saya dipaksa buat ngomong saya mahasiswa."
Belum sempat memberikan banyak penjelasan, Raka langsung dipukul dan ditendang bertubi-tubi. Ia mengaku pasrah dan tidak bisa melakukan perlawanan. "Gua diem, gua nyerah aja gitu," kata pria 22 tahun itu.
Selain Raka, berdasarkan pantauan Tempo di lapangan, juga terlihat ada korban lainnya. Seorang pria yang diduga demonstran tampak dipukul dan diminta menjauh dari lokasi demonstrasi.
Saat itu terlihat sekitar 5 hingga 10 polisi yang mengerubungi pria tersebut. Pemukulan itu diredakan oleh polisi lainnya. "Sudah, woi, sudah. Jangan dipukuli lagi," kata seorang polisi kepada teman-temannya itu.
Unjuk rasa yang berlangsung di sekitar gedung DPR RI itu sebagai protes terhadap DPR yang mengesahkan revisi UU TNI. Massa menilai pengesahan ini memberikan jalan bagi militer untuk menduduki posisi-posisi sipil seperti Dwifungsi ABRI di masa Orde Baru.
Muh. Raihan berkontribusi dalam laporan ini.
Pilihan Editor: Puan Maharani Buka Suara soal Pengesahan UU TNI