Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dorong Kader Berpolitik, Muhammadiyah: Jihad Legislasi

Muhammadiyah mendorong kadernya untuk berpolitik. Hal ini merupakan bagian dari jihad legislasi.

19 Februari 2019 | 19.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah peserta membawa bendera organisasi saat mengikuti karnaval Muhammadiyah di Kawasan Pantai Losari, Makassar, 1 Agustus 2015. Karnaval yang diikuti ribuan peserta tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan Mukhtamar Muhammadiyah ke-47 yang berlangsung di Makassar. TEMPO/Hariandi Hafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah tengah mendorong kadernya untuk berpolitik. Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Rahim Gozali mengatakan hal itu merupakan bagian dari jihad legislasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jihad legislasi itu adalah bagaimana Muhammadiyah ikut andil dalam proses politik perumusan Undang-Undang," katanya saat dihubungi, Selasa, 19 Februari 2019.

Menurut Abdul, Jihad Legislasi merupakan pembaruan dari gerakan Muhammadiyah sebelumnya yang dikenal dengan Jihad Konstitusi. Jihad konstitusi merupakan gerakan pembaruan di bidang hukum dan upaya korektif yang dilakukan melalui jalur formal, yakni dengan mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap sejumlah undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai yang diperjuangkan lembaga. Muhammadiyah mendeklarasikan gerakan itu pada saat kepemimpinan Din Syamsuddin sekitar 2010.

Abdul mengatakan gerakan itu memiliki kelemahan karena Muhammadiyah tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan untuk menetapkan UU. Sehingga ketika UU dirasa tidak sesuai, barulah Muhammadiyah bergerak melakukan uji materi. "Dalam tanda kutip seperti pemadam kebakaran," katanya.

Hal inilah yang, kata dia, coba diperbarui pada era kepemimpinan Haedar Nashir lewat Jihad Legislasi, yakni dengan mendorong kader Muhammadiyah terjun ke politik praktis.

Meski mendorong kadernya berpolitik praktis, Abdul mengatakan Muhammadiyah tetap netral secara kelembagaan. Netralitas lembaga, kata dia, dijaga dengan memberikan kesempatan yang sama kepada kader untuk bergabung dengan partai mana pun tanpa pandang bulu. "Tidak ada keistimewaan untuk kader partai tertentu," kata dia.

Selain itu netralitas juga dijaga dengan melarang pengurus harian rangkap jabatan. Meskipun, ada sejumlah pengecualian untuk larangan rangkap jabatan ini. "Rangkap jabatan diperbolehkan kalau mendapat izin dari PP Muhammadiyah," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus