Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jember - Sejumlah data-data mencengangkan seputar rokok dan tembakau terungkap dalam seminar nasional yang digelar di Aula Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember (FKM Unej), Selasa, 12 Desember 2023. Data tersebut diungkap oleh Taufan Asrisyah Ode, dosen FKM Unej pada acara seminar dengan tajuk “Optimalisasi Penerapan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok : Kepatuhan dan Tantangan”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taufan mengatakan tingkat kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 57.000 orang setiap tahunnya dan 4.000.000 kematian di dunia setiap tahunnya. Pada 2030, diperkirakan tingkat kematian di dunia akibat konsumsi tembakau akan mencapai 10.000 orang setiap tahunnya dan sekitar 70 persen terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taufan juga memaparkan Data Riskesdas 2013 dan 2018 tentang prevalensi merokok pada penduduk umur 10 tahun ke atas mengalami penurunan dari 29,3 persen menjadi 28,8 persen. Namun begitu, penduduk usia remaja 10-18 tahun yang merokok meningkat dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen.
Data Riskesdas 2013 dan 2018 untuk Jawa Timur juga mengungkap bahwa pada penduduk umur 10 tahun ke atas mengalami peningkatan, yaitu 28,1 persen menjadi 28,9 persen sedangkan Jember menjadi kabupaten peringkat kelima untuk kategori perokok setiap hari pada penduduk ≥10 tahun, yaitu 27,88 persen.
“Faktanya sendiri Jember menjadi penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur, Tahun 2015 produksinya mencapai 18.511 ton. Bahkan mencapai 31.284 ton pada tahun 2012 (BPS Jawa Timur, 2020) Rata-rata produksi potongan tembakau di kota ini menyentuh angka 600 juta per tahunnya. Tercatat, pada tahun 2017 Jember mengeskpor tembakau cerutu senilai Rp 1,5 triliun, Tembakau sebagai trademark Kabupaten Jember, yakni Kota Tembakau,” kata Taufan dalam keterangannya.
Taufan mengatakan persoalan ini merupakan tantangan. Secara sosial ekonomi, mayoritas masyarakat sangat bergantung pada komoditas tembakau, Secara historis dan filosofis, Jember sangat erat terikat secara kultur dengan tembakau sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian yang komprehensif sebagai dasar evaluasi implementasi Peraturan Bupatu Nomor 87 tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Jember dan sebagai gerakan advokasi, negosiasi dan mobilisasi yang terstruktur dan ilmiah dalam menginisiasi lahirnya Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Jember.
Sementara itu, Koeshar Yudyaryo, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jember ditemui usai kegiatan seminar tersebut mengatakan Dinas Kesehatan merupakan leading sector untuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini. Di sektor kesehatan, rumah sakit dan puskesmas sudah bebas asap rokok. Pun dengan sekolah-sekolah di sektor pendidikan.
“Semuanya butuh waktu, butuh pengawasan untuk bisa menerapkan, hanya saja untuk kepatuhan hanya 20 persen, memang beda antara puskesmas dan sekolah penerapan ini, itu karena sekolah tertutup lebih mudah bagi meraka untuk menerapkannya, namun untuk rumah sakit dan puskesmas mereka terbuka dari pengunjung dari pasien, sehingga dalam penerapan ini angka kepatuhan lebih kecil,” kata Koeshar.
Menurut Koeshar, perlu ada tindakan yang lebih intensif untuk menjadikan kepatuhan kawasan tanpa rokok persentasenya meningkat. Misalnya dengan penambahan petugas yang senantiasa selalu mengingatkan.
“Bentuk sosialisasi untuk eksternal, puskesmas melakukan penyuluhan terutama di sekolah dan pesantren dikaitkan dengan penyuluhan reproduksi dan bahaya merokok serta masalah Kesehatan lainnya,” kata Koeshar.
Sementara itu, Farida Wahyu Ningtyias, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember mengatakan peran peneliti dalam memotret implementasi penerapan Perbup Nomor 87 Tahun 2021. "Jauh sebelum Perbub ini ada, FKM UNEJ sudah menjadi kawasan tanpa rokok sejak tahun 2013 dan merupakan tantangan tersendiri bagaimana perokok itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat serta menjadi kebiasaan tenaga pendidik dan dosen di lingkungan FKM, di mana selama 8 jam ditempat kerja meminta mereka untuk tidak merokok di kawasan kampus,” kata dia.
Dari seminar yang dijalankan diUnej, Farida berharap ada solusi untuk menerapkan kawasan tanpa rokok secara optimal. “Kami berharap dan akan mendorong Kawasan Tanpa Rokok ini wajib diterapkan di lingkungan kampus Universitas Jember, serta apa yang menjadi hasil seminar nasional ini dapat bermanfaat dan bisa menciptakan KTR-KTR baru dan Perbup bisa diiplementasikan dengan baik, tidak sebatas wacana saja, tapi masih ada yang belum mematuhinya,” ujarnya.
Pilihan Editor: Anak Terpapar Asap Rokok Berisiko Kena Mycoplasma Pneumoniae