Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah atau DPD Fadel Muhammad mengatakan usulan kembalinya utusan golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat perlu dibicarakan terlebih dulu. Namun, dia juga menganggap tidak ada masalah dengan usulan itu. "Ya perlu dibicarakan lagi. Tidak masalah demi kepentingan bangsa," kata Fadel kepada Tempo, Kamis, 19 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Usulan kembalinya utusan golongan ini, kata Fadel, muncul dari sejumlah tokoh agama yang ditemui pimpinan MPR. Ia menuturkan para tokoh ini merasa tidak mampu lolos ke parlemen dengan sistem pemilihan seperti sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adanya utusan golongan di MPR sebenarnya sudah dihapuskan melalui amandemen Undang-undang Dasar 1945 pada tahun 1999. Selain utusan golongan, ada pula utusan daerah yang kemudian diganti dengan DPD.
Menurut Fadel, keberadaan DPD akan tetap ada karena sudah diatur di dalam konstitusi. "Tetap ada karena ada dalam UUD," kata wakil ketua MPR perwakilan DPD ini.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut bahwa PP Muhammadiyah mengusulkan kembalinya utusan golongan dalam wajah MPR. Bamsoet mengakui memang sudah ada DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai perwakilan publik di parlemen.
Namun menurut dia, yang menjadi pertanyaan ialah siapa yang mewakili golongan, terutama yang minoritas di parlemen. "Pemikiran PP Muhammadiyah mengenai utusan golongan ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh," ujar Bamsoet dalam diskusi 'Refleksi Akhir Tahun MPR RI', di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Adapun PBNU juga disebut mengusulkan kembalinya utusan golongan di MPR. Usul itu disampaikan PBNU saat menerima pimpinan MPR di kantor PBNU di Jakarta Pusat pada Rabu, 27 November 2019.
"Pembenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan menyangkut dihadirkan kembali utusan golongan dalam lembaga legislatif," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu malam, 27 November 2019.