KASSIM, lahir di Alor Setar, Negara Bagian Kedah, 1933, tinggal di Pulau Penang bersama istri dan tiga anak. Berikut ini petikan wawancara Ekram Hussein Attamimi dan Kuala Lumpur, berdasar daftar pertanyaan Musthafa Helmy di Jakarta, dua-duanya dari TEMPO, di rumah Kassim di Jalan Gajah Tanjung Bunga, Penang, Senin kemarin. Bersediakah Encik menceritakan latar belakang Encik sekadarnya? Sebenarnya sudah sejak di bangku sekolah, tahun 1952, saya tertarik kepada falsafah Islam. Ketika masuk Universiti Singapura, tahun 1954/1955, saya bergaul dengan golongan liberal, golongan sosialis marxis, dan saya tertarik dengan teori marxis dalam membebaskan rakyat dari penjajahan dan dari kemiskinan. Saya menjadi Ketua Partai Sosialis Rakyat Malaysia selama 16 tahun, sampai saya keluar dari PSRM pada 1984. Dengan menjadi sosialis tidak berarti saya meninggalkan Islam, kendati Islam belum saya lihat sebagai suatu garis pokok dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Baru dalam tahun 1970-an, setelah seringnya pertanyaan yang diajukan rakyat, saya kembali kepada falsafah Islam. Setelah saya mengkajinya, juga ketika dalam tahanan, saya menghasilkan buku Teori-Teori Sosial Modern Islam, di tahun 1982. Ada yang berpendapat, dalam buku Hadis, Encik mencampuradukkan Islam dengan liberalisme dan marxisme. Hanya orang yang sentimen yang mengatakan begitu. Apa sebenarnya yang ingin dicapai buku itu? Sumber hukum dan sumber bimbingan ialah Quran. Hadis memang wujud - sejak awal. Nabi berbuat, Nabi berbicara. Mulanya hadis sedikit saja jumlahnya. Tetapi setelah ratusan tahun menjadi ratusan ribu, bahkan jutaan, diciptakan oleh rakyat yang mengatakan itu hadis Nabi. Tapi sunah Nabi yang sebenarnya ada dalam Quran. Bukan cara Nabi makan, cara berpakaian . . . Encik sudah mengkaji Ilmu Musthalah Hadis? Tentu saja sudah. Apa yang mereka katakan kaedah-kaedah untuk memilih dan mengklasifikasikan hadis. Kalau belum mengkaji, bagaimana saya bisa membuat penilaian? Kaedah-kaedah itu muncul 150 tahun setelah perawi-perawinya wafat. Misalnya, dikatakan bahwa para perawi melaporkan 'Aisyah mendengar Rasulullah berkata. Bagaimana tahu orang-orang itu membuat laporan, padahal mereka sudah tidak ada? Para pakar (ahli) telah melakukan sensor yang ketat dalam menyaring hadis. Encik melihat itu? Pengumpulan hadis itu 250 tahun setelah Nabi wafat. Hukum zina, dalam hadis, direjam sampai mati. Sedang dalam Quran dicambuk 100 kali. Apakah hadis tidak bercanggah (berlawanan), dengan Quran, kalau melalui sensor yang ketat? Tuduhan apa saja yang telah Encik terima, karena buku ini? Antara lain murtad, tidak pakar dalam soal-soal ini, bekas orang sosialis, tidak paham bahasa Arab. Apa yang sudah dilakukan Kerajaan terhadap Encik? Sampai saat ini pemerintah tampaknya masih mengkaji. Saya harap pemerintah tidak ambil tindakan mengharamkan, karena justru kontradiktif. Saya 'kan hanya menyeru umat kembali kepada sumber hukum tunggal, Quran. Apakah bukan Encik telah menuduh sesat umat Islam yang satu milyar jiwa? Bukan sesat. Tapi menyeleweng. Di Indonesia, paham seperti yang dianut Encik ini disebut Inkarus Sunnah, dan dilarang. Tokohnya misalnya Nazwar Syamsu, yang bukunya banyak dicetak. Encik pernah mendengar, atau membaca, atau malah punya hubungan? Belum mendengar. Juga belum pernah membaca, meskipun pernah melihatnya di toko buku. Tapi gerakan penolakan hadis sebagai sumber hukum itu ada di Mesir, Malaysia, Pakistan, dan, saya percaya, juga di Indonesia. Encik sanggup memperdebatkan soal ini dengan para ulama Malaysia? Sanggup dan bersedia. Saya akui, mungkin saja ada kekhilafan dalam buku saya, dan saya akan menerima kritikan. Tapi gagasan itu, saya begitu yakin. Bukti sejarah ada: umat Islam naik selama 300 tahun karena berpegang teguh pada Quran. Dan saya yakin sejarah itu akan berulang, dua atau tiga generasi lagi. Semua teori akan hancur apakah itu kapitalis, marxis, maupun yang dibuat para ulama. Seluruh dunia akan kembali kepada Quran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini