Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NOMOR Jakarta masuk ke telepon seluler Patrice Rio Capella ketika ia tengah menikmati liburan akhir tahun di Muenchen, Jerman. Di ujung telepon, Andi Widjajanto-saat itu Sekretaris Kabinet-memintanya segera menyetorkan tiga nama calon duta besar dari Partai NasDem. Sekretaris Jenderal Partai NasDem ini sempat bertanya di negara mana calon duta besar ditempatkan. "Nanti akan ditentukan Presiden," kata Patrice, menirukan ucapan Andi, Kamis pekan lalu.
Tak lama kemudian, ia menghubungi Ketua Umum NasDem Surya Paloh, yang berlibur di London. Surya memerintahkan Patrice mencari kader yang layak menjadi duta besar. NasDem semula berencana mengirim tiga nama sesuai dengan permintaan Istana. Patrice cuma menyetorkan dua kandidat karena satu kadernya tak bersedia dicalonkan. Setelah itu, ia mengaku tak lagi mengikuti bursa pencalonan duta besar.
Surat pengajuan calon duta besar itu bocor ke publik pada awal Agustus lalu. Surat Presiden Joko Widodo tertanggal 6 Juli 2015 itu berisi 33 nama calon duta besar. Dari daftar itu, 12 calon bukan diplomat karier. Mayoritas dari mereka politikus pendukung pemerintah. Lainnya merupakan anggota tim sukses, seniman, dan akademikus.
Menurut seorang politikus pendukung pemerintah, kasak-kusuk kursi duta besar dimulai setelah partai pendukung dan relawan memperoleh posisi komisaris badan usaha milik negara. Bursa duta besar, menurut dia, diperbincangkan dalam rapat koalisi pemerintah. "Sekali-dua kali pernah terlontar," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Ainur Rofiq.
Dia mengatakan partai politik ingin kadernya ditempatkan di negara-negara strategis. Partai Persatuan Pembangunan, misalnya, mengincar kursi duta besar di Arab Saudi, Turki, atau Mesir. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengincar kursi duta besar Amerika Serikat, Inggris, atau Jepang. "Semua partai pasti menginginkan negara kelas satu," ujar Ketua Hubungan Luar Negeri PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira. Namun, kata Patrice, Istana mengambil jalan tengah. Meski tetap dicalonkan, kader partai ditempatkan di negara yang tak terlalu strategis.
Banyak nama yang diajukan partai pendukung merupakan kader yang gagal meraih tiket ke Senayan. Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya, menyorongkan nama Safira Machrusah. Politikus ini gagal menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat setelah kalah bersaing di daerah pemilihan Jawa Timur II. Presiden Jokowi lalu menunjuk kakak kandung Ketua Umum PPP Romahurmuziy ini menjadi duta besar untuk Aljazair.
Adapun NasDem menyodorkan nama Diennaryati Tjokrosuprihatono, yang juga gagal lolos ke Senayan. Patrice mengajukan Diennaryati karena dianggap layak mewakili Indonesia di luar negeri. Presiden Jokowi menunjuk cucu pahlawan nasional Muhammad Husni Thamrin ini sebagai calon duta besar untuk Republik Ekuador.
Partai Persatuan Pembangunan awalnya menyodorkan dua nama, yakni Emron Pangkapi dan Husnan Bey Fananie. Namun Emron ditunjuk sebagai Komisaris PT Timah pada April lalu. Adapun Husnan Bey bukan nama anyar dalam bursa duta besar. Menurut politikus partai Ka'bah, Husnan pernah diajukan pada 2005. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih Tosari Wijaya sebagai Duta Besar Maroko karena faktor senioritas.
PPP kembali mengajukan Husnan dua tahun kemudian. Husnan kembali tersisih karena Presiden Yudhoyono menunjuk Andi Ghalib sebagai Duta Besar India. Husnan, yang juga gagal ke Senayan, kembali diajukan PPP ke Istana. Kali ini Jokowi menunjuk Husnan sebagai calon Duta Besar Azerbaijan.
Calon anggota legislatif gagal juga disorongkan PDI Perjuangan. Menurut Andreas, awalnya PDI Perjuangan mengajukan banyak nama. Dari daftar nama itu, Presiden Jokowi hanya menyetujui Helmy Fauzi dan Alexander Litaay. Pada pemilihan umum tahun lalu, Litaay gagal melaju ke Senayan dari daerah pemilihan Maluku. Litaay merupakan Sekretaris Jenderal PDI di era Orde Baru serta anggota Dewan 2004-2009 dan 2009-2014.
Calon duta besar lainnya, Helmy Fauzi, tercatat sebagai anggota Komisi Luar Negeri DPR 2009-2014. Ia juga Direktur Megawati Institute. Pada pemilu lalu, Helmy tak mencalonkan diri karena memberikan kesempatan kepada istrinya, Dwi Ria Latifa, menjadi anggota Dewan.
Tak mau ketinggalan, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyorongkan orang dekatnya, Marsekal Madya Purnawirawan Muhammad Basri Sidehabi. Bekas penerbang pesawat F-16 ini dicalonkan sebagai Duta Besar Qatar. Seorang politikus Golkar bercerita, Basri dan Kalla dekat karena berasal dari Sulawesi Selatan. Basri juga aktif di Jenggala Center, posko pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden. Basri saat ini duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar kubu Agung Laksono.
Basri mengakui berkawan baik dengan keluarga Kalla. Sebab, salah satu adik Kalla merupakan kawan sekolahnya di Makassar. Namun Basri menganggap dirinya mewakili kalangan profesional karena pernah menjadi atase pertahanan di New York. "Apakah terpilih karena dekat dengan JK, saya tak mau jawab," ucap Basri. Juru bicara Kalla, Husain Abdullah, tak tahu siapa yang mengusulkan nama Basri. "Silakan tanya Pak Jusuf Kalla," kata Husain.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, membenarkan kabar bahwa banyak calon duta besar nonkarier berasal dari partai politik. Jumlahnya sekitar 30 persen. Mereka, menurut Arrmanatha, dipilih Presiden. "Kami tak bisa mengaturnya," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Luar Negeri DPR Tantowi Yahya mengkritik kuota 30 persen jumlah calon nonkarier ini. Sebab, berdasarkan pengalaman sebelumnya, total calon duta besar nonkarier maksimum 15 persen dari total pengajuan. "Itu kesepakatan tak tertulis antara Presiden, partai politik, dan Kementerian Luar Negeri," kata Tantowi.
Wayan Agus Purnomo
Melaju dari Luar Jalur
Presiden Joko Widodo mengajukan 12 nama calon duta besar nonkarier. Ada yang belum memiliki rekam jejak internasional.
1. Safira Machrusah, calon Duta Besar Aljazair (Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa)
2. Husnan Bey Fananie, calon Duta Besar Azerbaijan (politikus Partai Persatuan Pembangunan)
3. Helmy Fauzi, calon Duta Besar Republik Mesir (politikus PDI Perjuangan)
4. Mayor Jenderal Purnawirawan Mochammad Luthfie Wittoeng, calon Duta Besar Republik Bolivarian Venezuela
5. Marsekal Madya Purnawirawan Muhammad Basri Sidehabi, calon Duta Besar Qatar
6. Rizal Sukma, calon Duta Besar Kerajaan Inggris merangkap Republik Irlandia (Direktur Center for Strategic and International Studies, penasihat Jokowi bidang politik luar negeri).
7. Marsekal Madya Purnawirawan Budhy Santoso, calon Duta Besar Republik Panama (Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
8. Diennaryati Tjokrosuprihatono, calon Duta Besar Republik Ekuador (politikus Partai NasDem)
9. Agus Maftuh Abegebriel, calon Duta Besar Kerajaan Arab Saudi (dosen Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta)
10. Amelia Achmad Yani, calon Duta Besar Bosnia-Herzegovina (bekas Ketua Umum Partai Peduli Rakyat Nasional)
11. Sri Astari Rasjid, calon Duta Besar Republik Bulgaria (pelukis)
12. Alexander Litaay, calon Duta Besar Republik Kroasia (bekas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo