Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Emas Hijau Dirundung Galau

Harga tembakau di Jawa Timur turun drastis. Salah satu sebabnya: banjir tembakau impor.

8 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bola mata Subahri, 52 tahun, masih tampak merah saat ditemui Tempo di gudang tembakau milik PT Gudang Garam, Selasa siang pekan lalu. Petani tembakau asal Desa Sidomukti, Kecamatan Silo, 35 kilometer timur Kota Jember, itu mengaku belum tidur sejak sehari sebelumnya. Berangkat dari rumahnya setelah salat subuh, diboncengkan menantunya Ahmadi, 30 tahun, Subahri mengusung enam bungkusan besar berisi daun tembakau kering untuk dijual. "Dari semalam menata dan mengikat daun tembakau, salat subuh terus ke sini,” ujarnya dengan logat Madura kental.

Perjuangan itu dilakukan Subahri agar bisa mendapatkan antrean terdepan di gudang. Meski sudah berangkat pagi-pagi, ia mendapat antrean nomor 89 untuk menimbang hasil buminya di gudang tembakau di kota Kabupaten Jember itu. Menjelang siang, dia belum juga mendapat panggilan petugas gudang.

Kondisi serupa dialami ratusan petani lain yang hari itu setia antre di gudang yang terletak di Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, tersebut. Antrean mobil dan sepeda motor pengangkut tembakau mengular di tepi Jalan Dr Soebandi hingga mencapai 1,5 kilometer. "Sudah hampir sebulan seperti ini. Mulai tengah malam sudah ada yang datang antre,” kata Rudy, pemilik toko kelontong di seberang gudang tembakau.

Haji Azhar, petani asal Kecamatan Ambulu, sekitar 40 kilometer selatan Kota Jember, mengatakan kondisi seperti ini baru terjadi sekarang. Semua petani harus berebut masuk ke gudang agar panen tembakau tahun ini cepat laku dengan harga ”agak” layak. Dia mengakui, musim tanam 2012 menjadi periode paling sulit bagi petani tembakau di Jawa Timur. Kesulitan ini berlangsung sejak dua bulan lalu atau sebelum Ramadan. Ini tahun terberat, bahkan mungkin dalam beberapa tahun terakhir. Betapa tidak, bukan cuma harganya yang anjlok, sebagian bahkan tidak laku dijual.

Tahun lalu tembakau jenis Kasturi dihargai rata-rata Rp 45-47 ribu per kilogram. Sedangkan jenis rajang Rengganis Rp 25-35 ribu per kilogram. Kini tembakau Kasturi dengan kualitas terbaik (top grade) oleh gudang rokok Gudang Garam dan Minakdjinggo dihargai Rp 28-34 ribu per kilogram. "Tapi hanya 30-40 persen rata-rata per kuintal yang masuk top grade. Selebihnya di bawah itu karena dianggap grade-nya tidak masuk,” kata Abdurrahman, Koordinator Asosiasi Petani Tembakau Kasturi Jember. Adapun harga tembakau omprongan (grade rendah), yang semula ditawar Rp 20 ribu per kilogram, terus merosot dengan hanya dibanderol Rp 8.000 per kilogram.

Wakil Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Hendro Handoko mengatakan tahun ini banyak petani merugi karena anjloknya harga. Sangat berbeda dengan musim 2011, yang gilang gemilang. Saat itu, tembakau seperti emas hijau. Setiap panenan dibeli gudang perwakilan pabrik rokok dengan harga tinggi. Menurut Hendro, tahun lalu, untuk satu hektare tembakau hanya bermodal Rp 20-21 juta per hektare, petani meraup untung kotor rata-rata Rp 70 juta per hektare. Sedangkan tahun ini dengan modal Rp 28 juta per hektare hanya balik Rp 23 juta per hektare. "Kan, rugi. Pokoknya kami 3G: galau, galau, galau,” kata Hendro.

Saking galaunya, ada sejumlah petani di Jawa Timur yang memilih membakar tembakau mereka yang ngendon di rumah selama berbulan-bulan. Berharap menunggu kenaikan harga yang tak kunjung datang, tembakau di rumah hancur dimakan jamur. Di kawasan pesisir Pantai Gapura, Batu Putih, Sumenep, Madura, misalnya, petani bahkan membiarkan tembakaunya di ladang tidak dipanen dan dibiarkan mati mengering begitu saja.

Ada beberapa penyebab anjloknya harga tembakau. Pertama, gairah menanam yang terlalu tinggi tanpa dibekali perhitungan matang menjadi faktor utama kerugian. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Jember Hari Wijayadi menilai petani tak pandai mengenali siklus tanam. Karena untung besar tahun lalu, bisa dipastikan semua berlomba-lomba menanam pada tahun berikutnya. "Bukan hanya tembakau, lombok, jagung, dan padi juga begitu,” ujarnya.

Kepala Dinas Perkebunan Jawa Timur Mochammad Samsul Arifien mengungkapkan luas area tanam tembakau di Jawa Timur pun meningkat dari 128 ribu hektare tahun lalu menjadi 135 ribu hektare. Akibatnya, tahun ini produksi tembakau berlebih dibanding tahun sebelumnya, 115 ribu ton. Menurut dia, dengan kualitas yang menurun dan produksi yang meningkat, wajar bila harga tak setinggi pada 2011, yang kualitasnya memang lebih bagus.

Tingginya harga tembakau 2011 juga karena pabrik rokok besar dan kecil berlomba memenuhi stok gudang setelah kekurangan simpanan pada 2010 akibat anomali cuaca. Sedangkan tahun ini tembakau di gudang masih melimpah. Meski begitu, Samsul tetap yakin hasil panen 2012 akan habis terserap. "Sudah saya pastikan dan minta semua pabrik rokok dan gudang besar terus buka serta menyerap tembakau minimal hingga akhir Oktober,” katanya dua pekan lalu.

Samsul mengatakan pemerintah Jawa Timur tak mungkin mengabaikan petani tembakau. Sebab, komoditas ini merupakan tambatan hidup bagi jutaan petani dan buruh di sana. Provinsi ini juga menjadi tulang punggung produksi tembakau nasional. Tahun lalu Jawa Timur memberi kontribusi 60 persen kebutuhan tembakau nasional dengan sumbangan 75 persen total cukai nasional atau sebesar Rp 60 triliun.

Abdurrahman mengakui banyak petani tak pandai berhitung soal siklus tanam. Namun, menurut dia, euforia penanaman tembakau petani masih dalam taraf wajar. Sebab, dalam ”dunia tembakau”, kata dia, persoalan kelebihan produksi hanya isapan jempol. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hingga menjelang akhir tahun, seluruh hasil panen petani pasti selalu habis dibeli pasar.

Petani justru menuding jebloknya harga karena permainan blandang atau tengkulak bekerja sama dengan pengelola gudang. Modusnya: membuka pembelian lebih lambat setelah petani panen. Para blandang juga menyebarkan informasi ”harga psikologis” serta kabar bahwa stok gudang sudah hampir penuh dan akan segera tutup. Akibatnya, banyak petani terburu-buru memanen tembakau mereka sehingga mutunya kurang terjaga.

Petani juga mencurigai tak adanya transparansi penilaian mutu oleh para grader atau penilai mutu tembakau. Selama ini mereka seperti ”malaikat” yang tak bisa dibantah saat menentukan layak-tidaknya tembakau yang akan dibeli gudang. "Penglihatan, penciuman, dan rabaan tangan grader tidak bisa diganggu gugat,” ujar Abdurrahman. Padahal, kata dia, grader juga manusia biasa yang bisa berbuat salah atau menyalahgunakan wewenangnya.

Perwakilan PT Gudang Garam Jember, Ira Susanti, membantah kabar bahwa pabrik rokok Kediri akan menutup gudang pada pertengahan hingga akhir bulan ini. Pernyataan senada disampaikan perwakilan PT Djarum, Liaw Son Cai. "Kami terus akan membeli tembakau sampai habis musim panen. Sejak awal saya tegaskan, gudang kami tidak ada batasan akan membeli berapa pun banyaknya, asalkan sesuai dengan grade,” katanya. Son Cai pun menepis anggapan bahwa grader bertindak subyektif dalam menilai mutu tembakau.

Pakar ekonomi pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Nuhfil Hanani, mengungkapkan faktor banjir impor tembakau juga menyebabkan jatuh dan rendahnya penyerapan tembakau petani. Badan Pusat Statistik Jawa Timur mencatat, menjelang panen raya Agustus lalu, impor tembakau naik mencapai 30 persen lebih, terutama dari Cina, Turki, dan India, masing-masing 45 ribu ton, 5.000 ton, dan 6.300 ton.

Ia berharap pemerintah segera membuat regulasi yang melindungi petani tembakau, termasuk dengan pola kemitraan, sehingga ada kejelasan tentang tempat penjualan hasil panen tembakau.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, saat berkunjung ke Jawa Timur dua pekan lalu, mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi informasi banyaknya impor tembakau dari Cina, Turki, dan India. "Lucu, kita biasa ekspor, kok tiba-tiba sekarang impor tembakau. Pasti ada yang salah,” ujarnya.

Agus Supriyanto, Mahbub Djunaidy, David Priyasidharta, Eko Widianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus