Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gereja Desak Dialog Perdamaian di Papua

Kalangan pastor di Papua melobi gereja di negara Pasifik untuk mendorong agar konflik di Papua diselesaikan secara damai. Mereka meminta gereja dan PBB dilibatkan dalam perundingan damai.

27 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Prajurit TNI mendata warga yang akan dievakuasi pasca kerusuhan di Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua, 1 Oktober 2019. ANTARA/Iwan Adisaputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Keuskupan Papua Nugini dan Kepulauan Solomon mendorong adanya dialog damai dalam mengatasi konflik di Papua.

  • Gereja menghendaki PBB dilibatkan dalam perundingan damai di Papua.

  • Kalangan gereja meminta pemerintah serius menghentikan perdagangan senjata ilegal ke kelompok TPNPB OPM.

JAKARTA – Koordinator Pastor Papua, John Bunay, sudah tak kuat melihat ribuan pengungsi yang terlunta-lunta akibat konflik di Papua yang berkepanjangan. Ia pun menghimpun 194 imam Katolik di Papua untuk menyikapi konflik tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil pertemuan pada 11 November 2021 itu adalah mereka mendesak pemerintah melakukan gencatan senjata dan mengutamakan dialog untuk menghentikan konflik. Tapi, kata Bunay, seruan para imam Katolik itu terkesan tak dihiraukan oleh Presiden Joko Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bunay lantas melobi gereja di sejumlah negara Pasifik untuk membantu mengangkat persoalan konflik di Papua. "Karena Presiden tidak mau mendengarkan, kami meminta seruan dari gereja-gereja negara lain. Siapa tahu Presiden Jokowi mendengar," kata Bunay kepada Tempo, Ahad, 26 Desember 2021.

Ajakan Bunay itu mendapat respons dari keuskupan Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Mereka bersuara melalui The Catholic Bishops Conference, yang berisi seruan agar ada dialog untuk menyelesaikan konflik di Papua. "Kami uskup Katolik Papua Nugini dan Kepulauan Solomon tersentuh oleh seruan yang dikeluarkan para pemimpin Kristen di Papua pada tahun ini untuk kemanusiaan, keadilan, kebenaran, serta keselamatan bagi umat mereka," kata Anton Bal, Archbishop of Madang President, lewat surat pernyataan yang diteken pada 21 Desember 2021.

Anton menyebutkan ada yang salah dalam hubungan manusia ketika terjadi kekerasan di Papua, apalagi korbannya adalah anak-anak. Ia pun menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan internasional yang menghendaki upaya perdamaian melalui aksi militer.

Keuskupan dua negara itu menyatakan siap menggandeng Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memfasilitasi upaya perdamaian di Papua. "Perserikatan Bangsa-Bangsa serta negara-negara di Asia Tenggara dan Melanesia harus diizinkan untuk memfasilitasi proses tersebut," kata Anton.

Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada keuskupan Papua Nugini dan Kepulauan Solomon mengenai pernyataan tersebut, tapi nomor kontaknya tak bisa dihubungi. General Secretary Pacific Conference of Churces, James Bhagwan, juga tak merespons permintaan konfirmasi Tempo.

Bunay membenarkan sikap keuskupan kedua negara tersebut. Ia mengatakan persoalan kemanusiaan di Papua sudah menjadi perhatian gereja-gereja di negara Pasifik. "Kami bersyukur uskup-uskup di beberapa negara sudah mulai berbicara. Kami berterima kasih kepada mereka," ujarnya.

Bunay menjelaskan, selama 10 tahun terakhir, mereka terus-menerus mendorong terciptanya perdamaian melalui dialog antara pemerintah Indonesia, Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (WLMWP), dan organisasi cendekiawan di Papua yang menghendaki referendum. Tapi tawaran dialog itu tak digubris. Konflik bersenjata antara pasukan TNI-Kepolisian RI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) justru meluas. Bahkan TNI-Polri terus menambah pasukan di Papua.

Menurut Bunay, gereja-gereja di Papua menghendaki adanya dialog perdamaian di Papua, sama seperti ketika Indonesia menyelesaikan konflik di Aceh. Ia pun tak peduli akan paradigma Papua merdeka ataupun harga mati terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bunay hanya menghendaki tak ada lagi pengungsi dan korban dari masyarakat sipil.

Tim Gegana Brimob Sorong saat mengamankan Gereja Santo Petrus di Kota Sorong, Papua Barat, 1 April 2021. ANTARA/Olha Mulalinda

Senada dengan itu, Ketua Sinode Gereja Kingmi di Papua, Benny Giay, mengatakan keuskupan di negara Pasifik memang rajin menggelar pertemuan tahunan untuk membicarakan urusan konflik di Papua. Mereka pun mendorong adanya penelitian komprehensif untuk menyelesaikan konflik Papua. "Untuk melihat fakta-fakta di sini, misalnya banyak gereja ditutup dan orang yang mengungsi karena konflik," kata dia.

Benny meminta pemerintah serius menghentikan perdagangan senjata ilegal ke kelompok TPNPB OPM. Sebab, perdagangan senjata ilegal inilah yang justru memicu perang. Ia juga ragu akan sikap pemerintah yang berjanji mengubah pendekatan keamanan di Papua menjadi lebih manusiawi. Sebab, dia mendengar bahwa TNI justru berencana membuat unit baru di komando daerah militer.

Peneliti dari Center for Southeast Asian Studies (SCEAS) Kyoto University, Jepang, Cypri Jehan Paju Dale, mengatakan konflik di Papua memicu krisis kemanusiaan dan gelombang pengungsian. Ia pun berharap seruan konferensi wali gereja di kawasan Melanesia itu didengarkan oleh pemerintah Indonesia dan komunitas internasional.

Cypri, yang kerap meneliti persoalan kemanusiaan di Papua, meminta pemimpin negara-negara dunia ikut mendorong Indonesia untuk menghentikan operasi militer di Papua dan melakukan dialog damai. Sebab, pendekatan militer tidak akan menyelesaikan masalah. Pendekatan militer justru memicu pelanggaran hak asasi manusia.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono serta Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani tidak merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo mengenai desakan keuskupan Papua Nugini dan Kepulauan Solomon tersebut. Adapun Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Pratanra Santosa, mengatakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sudah menjelaskan sikap TNI dalam menangani konflik di Papua ketika berkunjung ke sana, beberapa pekan lalu.

Saat berkunjung ke Papua, Andika menyampaikan sejumlah kebijakan baru dalam menangani konflik di Papua. Salah satunya adalah memerintahkan seluruh satuan tugas TNI di Papua kembali menjalankan tugas pokok dan fungsi organik. Misalnya, TNI Angkatan Darat akan menjalankan tugas komando distrik militer. "Presiden sejak awal menginginkan kegiatan di Papua ini benar-benar normal," kata Andika, yang dikutip dari kanal YouTube Pusat Penerangan TNI pada 4 Desember 2021.

AVIT HIDAYAT | DEWI NURITA | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus