Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Gereja yang Nyaris Bertauhid

Seorang jemaat Kristen Advent mewartakan ajaran "Islam hanif". Pendeta dan umat Advent terbelah.

27 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 500 jemaat Kristen Advent tiga pekan lalu berkumpul di ruang pertemuan gedung Argo Pantes di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Beberapa saat setelah mereka menyenandungkan lagu-lagu rohani, seorang lelaki naik ke mimbar. Namanya Robert P. Walean. Dengan menggunakan perangkat Infocus, ia mempresentasikan apa yang ia sebut "Islam hanif". Dengan lantang ia pun berfatwa, "Alkitab dan Al-Quran menunjukkan bahwa Islam hanif adalah ajaran yang diterima oleh Allah."

Lelaki kelahiran Manado 67 tahun silam itu tidak sedang bercanda. Setelah tiga tahun meneliti Alkitab dan Al-Quran, ia mengaku menemukan ajaran Islam hanif. Penemuan itu bermula ketika Robert bangkrut sebagai eksportir furnitur. Sejak itu, sarjana ekonomi dari perguruan tinggi swasta di Jakarta itu banting setir. "Saya tak ingin mengejar dunia lagi. Lebih baik mengurus akhirat," katanya.

Ia lalu mendirikan Last Events Duty Institute, sebuah lembaga penelitian Alkitab dan Al-Quran, di rumahnya, kawasan Koja, Jakarta Utara. Setelah sekitar tiga tahun bersama sejumlah pendeta Advent membolak-balik dua kitab suci tersebut, akhirnya ia menemukan sebuah firman dalam Yesaya 6-7, "Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba Nebayot tersedia untuk ibadahmu, sebagai korban yangberkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku…."

Dari dua ayat inilah Robert yakin, umat Islam adalah golongan yang diterima Tuhan. Sebab, dalam pandangan Kristen, orang Kedar dan Nebayot adalah keturunan Nabi Ibrahim dari garis Ismail yang menganut Islam. Tapi, ia belum memiliki nama aliran yang barusan ia temukan. Setelah berhari-hari memelototi Al-Quran, ia berhenti pada surat An-Nahl ayat 123, "Kemudian Kami wahyukan kepadamu, ikutilah agama Ibrahim secara hanif." Dari sinilah ia kemudian mengusung nama "Islam hanif", yang artinya Islam yang lurus.

Bagaimana dengan syariat selengkapnya? Robert punya jawaban singkat, "Semua perilaku Nabi Ibrahim dan Muhammad SAW adalah Islam hanif." Tapi, itu tak berarti sama persis seperti Islam, sebab hari suci dalam Islam hanif versi Robert bukanlah Jumat, melainkan Sabtu alias Sabath, sebagaimana juga dalam Kristen Advent.

Gampang diduga, ajaran Robert menuai pro dan kontra. Bahkan juga di kalangan Kristen Advent sendiri. Menurut Tri Djoko Soewarso MA, Direktur Komunikasi Gereja Kristen Advent Indonesia Barat, pendeta Kristen Advent terbelah dua. Begitu pula sekitar 400 ribu pemeluk Advent di Indonesia. Sebagian mendukung, sebagian menolak. Walau begitu, Gereja Advent tidak melarang aktivitas Robert di gereja dan pertemuan jemaatnya. "Pak Robert mencoba mewartakan ajaran Tuhan menurut versinya," ujar Soewarso.

Dukungan bagi Robert umumnya datang dari kelompok pendeta yang "berpikiran maju." Pendeta L. Situmorang dari Gereja Masehi Hari Ketujuh di Jalan Dr. Saharjo, Jakarta Pusat, misalnya, menyambut ajaran Robert secara terbuka. Ia menulis pernyataan resmi bertanggal 23 Januari lalu yang isinya membenarkan hasil kajian Robert. Salah satu butir penting dalam surat bermaterai itu langsung menohok ke jantung teologi Kristen: mengakui bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Robert sendiri mengaku telah memiliki pengikut sekitar 500 orang.

Kini, sehari-hari Robert aktif mewartakan "Islam hanif" ke pelbagai penjuru negeri. Jadwal hariannya berkisar pada kegiatan di gereja, pertemuan jemaat, termasuk berbagai seminar di dalam dan luar negeri. Dan ia sama sekali tak menghiraukan cemooh dan penolakan. Toh, katanya, "Semua nabi awalnya dulu juga ditolak oleh umatnya."

Menurut Prof Dr Nurcholish Madjid dalam bukunya, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Ibrahim adalah bapak agama tauhid (monoteisme), sementara pengertian hanif ialah "bersemangat kebenaran". Maka, jika ke-hanif-an Robert diteruskan, bukan tak mungkin ia akan sampai pada ajaran tauhid. Apalagi jika ia merenungkan surat Ali Imran ayat 67, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang hanif dan muslim."

Setiyardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus