Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Denpasar - Greenpeace mengkritik pertemuan pengusaha batu bara tingkat internasional dalam acara Coaltrans Conference di Nusa Dua, Bali yang berlangsung pada 6-8 Mei 2018. "Sektor (industri) batu bara salah satu energi terkotor dengan intensitas karbon paling tinggi," kata juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika, di Denpasar, Senin, 7 Mei.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hindun mengatakan negara-negara di Eropa, Amerika, dan Asia Timur sudah meninggalkan industri batu bara. Ia menjelaskan peralihan tersebut karena polusi batu bara sangat buruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, menurut Hindun, penghentian industri batu bara di negara-negara tersebut karena adanya Kesepakatan Paris atau Paris Agreement ihwal penurunan emisi karbon. "Indonesia justru menjadi tuan rumah memberikan karpet merah para pelaku industri dan investor (batu bara) untuk terus berkembang dan tumbuh," ujarnya.
Coaltrans Conference di Bali diadakan sepekan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahaya polutan yang mengancam keselamatan manusia. WHO mengungkap bahwa sembilan dari sepuluh orang di dunia menghirup udara yang terkontaminasi polutan dalam tingkat yang berbahaya.
Hindun menuturkan polusi udara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di Asia Tenggara per tahun bisa menyebabkan 20 ribu orang mengalami kematian dini. "Ada 5.700 (jiwa) potensi kematian di Indonesia," tuturnya.
Berdasarkan riset Greenpeace International dan Universitas Harvard, polutan yang disebabkan batu bara menyebabkan kanker paru-paru, stroke, serta berbagai penyakit pernafasan. Kata Hindun, bila rencana pembangunan PLTU terus berjalan, angka kematian dini bisa meningkat mencapai 70 ribu jiwa.
“Pemerintah harus berpihak pada masyarakat dibanding industri fosil, dan segera beralih ke energi terbarukan,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Greenpeace, Deutsche Bank di Jerman telah menyatakan akan menghentikan mendanai proyek batu bara sebagai komitmen terhadap Kesepakatan Paris untuk menghentikan dampak perubahan iklim. Selain itu, badan pendanaan internasional, Bank Dunia, Ekspor-Impor Bank Amerika Serikat, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, juga berhenti berinvestasi untuk PLTU Batubara.