Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARDIANSYAH buru-buru menemui bosnya, Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota Batam Raja Muchsin. Pagi itu, sekitar pukul 10.00, 3 Juli 2007, ia diperintah membeli cek pelawat yang diterbitkan Bank Mandiri. Uang disodorkan Erwinta Marius, Kepala Sub-Bagian Verifikasi Keuangan, dalam tas plastik hitam.
Anggota staf Bagian Keuangan ini hanya bertanya berapa nilai nominal cek pelawat yang akan dibeli, tanpa melongok isi tas plastik. Ia mengatakan ketika itu Raja Muchsin menjawab, "Tolong, beli cek nominal Rp 25 juta."
Peristiwa lama itu diceritakan Ardiansyah ketika diperiksa Kejaksaan Agung pada 2012. Kejaksaan sedang mengusut dugaan suap petugas pajak Dhana Widyatmika dari Pemerintah Kota Batam. Dalam kurun 2004-2009, Bagian Keuangan Pemerintah Kota Batam membeli ratusan cek pelawat Bank Mandiri senilai Rp 8,94 miliar. Sebagian cek dari Pemerintah Kota Batam tercatat dicairkan Dhana di Jakarta.
Dhana divonis tujuh tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta setelah terbukti melakukan korupsi dan mencuci uang pada November 2012. Di tingkat banding, hukumannya ditambah jadi 12 tahun. Belum terungkap dengan terang di pengadilan siapa penerima sebenarnya, Komisi Pemberantasan Korupsi kini menelisik lagi aliran cek pelawat itu.
Dimintai konfirmasi pada awal Agustus lalu, Raja Muchsin membantah pernah menyuruh anak buahnya membeli cek yang sampai ke tangan Dhana. Menurut Muchsin, ia memang pernah menebus surat berharga itu untuk keperluan pribadi bila hendak ke luar kota. "Tak lebih dari itu," ujarnya. Didatangi ke kantornya pada Kamis dua pekan lalu, Ardiansyah menolak membicarakan itu lagi.
Setelah menerima bungkusan dari Erwinta, Ardiansyah mengajak Zulkifli, juga pegawai Bagian Keuangan, ke Bank Mandiri Cabang Nagoya di Jalan Imam Bonjol, Batam. Sesampai di sana, barulah ia melihat uang dalam tas plastik hitam itu terdiri atas pecahan 50 ribu. Ia lalu menukarkan isi tas dengan 20 lembar cek nomor seri FA 282641 sampai FA 282660 senilai Rp 500 juta. Kembali ke kantor, cek diserahkan Ardiansyah ke Erwinta di ruangan Raja Muchsin.
Tak hanya sekali itu Ardiansyah disuruh atasannya berbelanja cek pelawat. Pada 28 September 2007, ia dipanggil lagi oleh Erwinta ke ruangan Raja Muchsin dan disodori uang dalam tas plastik hitam. Seperti sebelumnya, ia berangkat ke Bank Mandiri Imam Bonjol ditemani Zulkifli. Cek diserahkan ke Erwinta lagi. Bedanya hanya pada jumlah yang dibeli. Kali ini Ardiansyah memborong 30 lembar cek nomor seri FA 282691 hingga FA 282720 senilai Rp 750 juta.
Siapa sangka sebagian cek yang dibelinya sampai ke tangan Dhana Widyatmika. Dari total 50 lembar yang ia beli, 22 cek dicairkan Dhana. Cek ditukarkan Dhana di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta, pada 10 Oktober 2007. Setelah cek diuangkan, Dhana segera menyetorkannya ke rekening di Bank Mandiri.
Cek atas nama Ardiansyah yang dicairkan Dhana berasal dari pembelian pada dua tanggal tadi. Pembelian pada 3 Juli 2007 ada dua lembar, nomor serinya FA 282647 dan FA 282648. Sedangkan cek 28 September 2007 berjumlah 20 lembar, dari nomor seri FA 282691 hingga FA 282710.
Sebenarnya pada 10 Oktober 2007 itu Dhana mencairkan total 30 lembar di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya. Sementara yang 22 lembar atas nama Ardiansyah, delapan sisanya atas nama Rudi Kurniawan. Nomor serinya FA 282733 sampai FA 282740. Rudi adalah pengusaha di Batam, adik Erwinta Marius. Cek dibeli pada 8 Oktober 2007 di Bank Mandiri Jalan Imam Bonjol.
Di pengadilan, jaksa menyebut cek pelawat yang totalnya Rp 750 juta itu suap untuk Dhana dari Pemerintah Kota Batam. Tuduhan jaksa meleset. Cek itu sebenarnya bukan jatah Dhana.
Menurut Dhana di persidangan, cek diperoleh dari seseorang bernama Yanuar Arif Wibowo. Pria 39 tahun itu tak ingat waktu dan tempat bertransaksi dengan Yanuar. Di pengadilan, Dhana tak menerangkan siapa Yanuar. Penjelasannya ada dalam dokumen pemeriksaan di Kejaksaan Agung. Waktu itu, kata Dhana, Yanuar berniat menukar cek dengan uang tunai karena, "Dia tahu saya ready cash."
Dhana mengaku kenal Yanuar sejak 2004. Ia dikenalkan oleh Rama Pratama di kantornya di Dewan Perwakilan Rakyat. Rama Pratama ketika itu anggota Dewan dari Partai Keadilan Sejahtera dan duduk di Panitia Anggaran—kini Badan Anggaran. Yanuar adalah Wakil Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Pemuda Keadilan, organisasi sayap PKS. Ketua umumnya Rama Pratama. Kini Yanuar dan Rama tercatat sebagai pengurus PKS pusat dan sama-sama maju sebagai calon anggota DPR pada Pemilihan Umum 2014.
Adapun hubungan Dhana dan Rama dibuhul istrinya, Diah Anggraeni. Rama dan Diah teman satu SMA. Belakangan Dhana ikut kelompok pengajian Rama. Mereka pun kerap bertransaksi bisnis. Dhana diketahui beberapa kali mentransfer uang ke rekening Rama pribadi dan perusahaannya, PT Global Media Inforindo. Gara-gara menerima transfer dari Dhana, Rama Pratama pernah diperiksa Kejaksaan Agung.
Karena kenal baik, Dhana tak bertanya lagi dari mana Yanuar mendapatkan cek. Sebagaimana tercatat kemudian, Dhana membayar tunai cek itu, lalu mencairkannya di Bank Mandiri Nindya Karya. Dilihat dari tanggal terakhir pembelian cek (8 Oktober 2007) dan pencairannya, hanya dalam dua hari cek itu berasak dari Batam ke Jakarta.
Daniel Alfredo, pengacara yang mendampingi Dhana pada saat penyidikan hingga persidangan, mengatakan kliennya memang tak pernah menerima cek dari Pemerintah Kota Batam. Menurut dia, jaksa memaksakan dakwaan itu kepada Dhana. Melalui Alfredo pula, Tempo mengajukan permohonan wawancara kepada Dhana, yang kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Kata Alfredo, "Dhana belum bersedia diwawancarai."
Petunjuk bagaimana cek itu bisa berpindah tangan justru terungkap setelah jaksa menginterogasi Ardiansyah dan Suharto, juga pegawai Bagian Keuangan, yang sering disuruh memborong cek pelawat. Mereka diperiksa dalam kasus Dhana pada 2 April 2012. Dua pekan setelah pemeriksaan itu, Raja Muchsin menyuruh Ardiansyah menemuinya di Gedung Lembaga Adat Melayu, Batam.
Muchsin, yang pensiun pada 2012, meminta Ardiansyah menceritakan apa yang disampaikannya ketika diperiksa jaksa. Ardiansyah menjelaskan, ia telah mengatakan kepada jaksa bahwa cek dibeli atas perintah Raja Muchsin. "Mengapa cek yang saya beli bisa sampai kepada Dhana WidyatÂmika padahal saya tidak kenal?" Ardiansyah bertanya kepada Muchsin.
Raja Muchsin menjawab, "Kamu tenang saja. Cek yang kamu beli itu punya Pak Aris Hardy Halim." Aris Hardy Halim adalah anggota DPRD Kota Batam periode 2004-2009. Ia terpilih lagi sebagai anggota Dewan untuk periode 2009-2014. Kini ia menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Batam dan tercatat sebagai calon anggota DPR dari PKS di daerah pemilihan Kepulauan Riau.
Pertemuan di Gedung Lembaga Adat Melayu itu disaksikan pula oleh Suharto, juga bekas anak buah Muchsin. Menurut Suharto, Muchsin bahkan mengatakan yang menyuruh belanja cek pelawat tadi adalah Aris Hardy Halim. Ditanya soal ini pada Agustus lalu, Aris menyangkal pernah menagih bagian kepada Muchsin. "Enggak ada jatah, tuh," ujarnya. Ia mengatakan tak pernah berurusan dengan Muchsin soal cek pelawat. Ia sendiri sering membeli cek pelawat bila akan bepergian ke luar Batam.
Di persidangan kasus Dhana, Muchsin berkata lain. Dalam kesaksiannya pada 2 Agustus tahun lalu, ia mengatakan cek yang dibeli Ardiansyah diserahkan ke Sekretaris Daerah Kota Batam Agus Suhiman. "Pak Sekda menyampaikan, 'Ini ada uang, tolong belikan MTC.' Setelah dibeli, cek saya serahkan ke Pak Sekda," katanya.
Menurut Muchsin di depan hakim, sumber uang adalah Agus Suhiman dan sejumlah pengusaha di Batam. Sebagai Kepala Bagian Keuangan, ia mengaku sering diberi uang oleh pengusaha. Duit itu dikumpulkan, lalu sebagian dibelikan cek pelawat. Muchsin tak tahu ke mana cek mengalir karena sudah di tangan Agus Suhiman.
Diminta menjelaskan lagi kesaksiannya di sidang, Muchsin malah menyangkal pernah mengatakan hal itu. Di depan hakim, kata dia, pertanyaan cuma dua, yakni apakah kenal Dhana dan apa hubungan dia dengan Dhana, yang dijawab Muchsin "tidak kenal dan tidak ada hubungan sama sekali".
Sekretaris Daerah Kota Batam Agus Suhiman membantah pernah menyerahkan cek pelawat Bank Mandiri kepada Aris Hardy Halim dan politikus lain. Ia memang beberapa kali membeli cek untuk keperluan pribadi. Setiap kali membeli cek, dia menyuruh anak buahnya di Bagian Keuangan. "Karena mereka lebih mengetahui," ujarnya.
Belum terang betul bagaimana cek bisa menyeberang sampai ke Jakarta dan apa motif pemberiannya. Yang jelas, cek dari Pemerintah Kota Batam itu tak hanya dicairkan oleh Dhana, tapi juga oleh sejumlah kader PKS. Mereka antara lain Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, yang saat itu menjabat anggota DPR, serta politikus Mahfudz Siddiq, kini Ketua Komisi Pertahanan DPR. Keduanya tercatat menukarkan selembar cek senilai Rp 25 juta.
Orang dekat Rama Pratama yang menjual cek kepada Dhana, Yanuar Arif Wibowo, juga diketahui mencairkan selembar. Istri Rama Pratama, Alin Halimatussadiah, menguangkan empat lembar cek senilai Rp 100 juta. Nomor seri cek mereka berurutan dengan yang dicairkan Dhana ÂWidyatmika.
Seorang sumber mengatakan Dhana dipakai oleh politikus PKS sebagai penukar uang. Politikus tak mau namanya terdata telah mencairkan cek dari Pemerintah Kota Batam. Itulah sebabnya Dhana tertulis paling banyak menukarkan cek. Upaya menyamarkan transaksi itu bakal sempurna bila tak ada cek lain yang sempat mereka cairkan.
Yanuar belum bisa dimintai konfirmasi. Sedangkan Rama menolak diwawancarai. Kamis dua pekan lalu, Tempo mendatangi rumahnya di Depok, Jawa Barat, untuk mengantarkan surat permohonan wawancara. "Bapak tidak mau menerimanya," kata penjaga rumah bernama Teguh setelah mengantarkan surat kepada Rama. "Silakan pulang." Ditunggu di depan gerbang, satu jam kemudian Rama terlihat meninggalkan rumah dengan Mitsubishi Pajero tanpa menoleh.
Tifatul Sembiring mengaku lupa pernah mencairkan cek pelawat Bank Mandiri. Ia tak memungkiri bisa jadi pernah menguangkan cek pelawat. Menurut dia, bisnis penerbitan buku yang digelutinya tak melulu berurusan dengan uang tunai. "Ada juga yang membayar pakai cek pelawat," ujarnya.
Koleganya, Mahfudz Siddiq, mengaku pernah menukarkan cek pelawat Bank Mandiri sekitar 2008. Cek itu, kata dia, diperoleh dari hasil bisnis. "Tapi saya lupa dengan siapa," ujarnya. Ia juga lupa berapa nominal ceknya. Yang jelas, kata dia, setelah dicairkan, uangnya langsung disalurkan ke daerah.
Sesungguhnya, ratusan cek yang dibeli Pemerintah Kota Batam mengalir ke puluhan orang, di antaranya politikus. Sebagian besar dicairkan di Jakarta. Entah untuk urusan apa, anggota DPR dari Partai Demokrat, Agung Budi Santoso, diketahui pernah mencairkan delapan cek senilai Rp 200 juta. Ada pula Gusti Iskandar Sukma Alamsyah, anggota DPR periode 2004-2009 dari Golkar, yang menukarkan selembar cek.
Istri politikus Agus Hermanto dari Demokrat, Ishta Saraswati, juga diketahui menguangkan satu lembar cek pelawat. Agus mengatakan cek yang dicairkan istrinya berasal dari Zainal Abidin, mantan Bendahara Umum Demokrat yang meninggal pada 2009. Zainal membayar utang kepada istri Agus. "Dulu Pak Zainal sedang butuh uang tunai, kebetulan istri saya punya," ujar Agus. Menurut dia, Zainal adalah pebisnis yang sering bolak-balik ke daerah, termasuk Batam.
Agung Budi menyangkal pernah mencairkan cek pelawat Bank Mandiri. "Silakan dicek laporannya di bank," katanya.
Cek tersebut tak satu pun dibeli langsung oleh Raja Muchsin atau Erwinta Marius—belakangan menggantikan Muchsin sebagai Kepala Bagian Keuangan. Mereka berdua selalu menyuruh bawahannya pergi ke Bank Mandiri.
Seorang petugas kebersihan di Bagian Keuangan bernama Emrizal juga terekam pernah "membeli" cek. Suatu hari, identitasnya dipinjam Ardiansyah, yang biasa disuruh membeli cek oleh Raja Muchsin. Tak sari-sarinya Ardiansyah ditolak memborong cek oleh bank. Rupanya, hari itu bank membatasi pembelian cek maksimal Rp 100 juta per orang. Ardiansyah akhirnya memakai nama Emrizal.
Anton Septian, Khairul Anam, Subkhan J. Hakim (Jakarta), Rumbadi Dalle (Batam)
Dari Batam Menuju Ibu Kota
DALAM kurun 2004-2009, Bagian Keuangan Pemerintah Kota Batam membeli ratusan cek pelawat Bank Mandiri senilai total Rp 8,94 miliar. Nilai per lembar cek macam-macam, ada yang Rp 10 juta, Rp 15 juta, atau Rp 25 juta. Cek dibeli atas nama pegawai Bagian Keuangan dan kerabat pejabatnya. Dari Batam, cek lalu menyebar hingga ke Jakarta. Ini di antaranya.
Hulu
Cek dibeli di Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, Batam
3 Juli 2007
20 lembar @Rp 25 juta = Rp 500 juta, nomor seri FA 282641 sampai FA 282660
Pembeli: Ardiansyah
28 September 2007
30 lembar @Rp 25 juta = Rp 750 juta, nomor seri FA 282691 sampai FA 282720
Pembeli: Ardiansyah
8 Oktober 2007
20 lembar @Rp25 juta = Rp 500 juta, nomor seri FA 282721 sampai FA 282740
Pembeli: Rudi Kurniawan
Aliran
Dhana Widyatmika diduga hanya berperan sebagai penukar cek, bukan penerima langsung dari Pemerintah Kota Batam.
Pemerintah Kota Batam > Politikus PKS > Dhana Widyatmika
Muara
Cek dicairkan Dhana Widyatmika pada 10 Oktober 2007 di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
30 lembar @Rp 25 juta = Rp 750 juta
Pembelian 3 Juli 2007
2 lembar cek nomor seri 282647 dan 282648 Rp 50 jutaÂ
Pembelian 28 September 200710 lembar cek nomor seri 282691 sampai 282700 Rp 250 jutaÂ
Pembelian 28 September 2007 10 lembar cek nomor seri 282701 sampai 282710 Rp 250 juta
Pembelian 8 Oktober 20078 lembar cek nomor seri 282733 sampai 282740 Rp 200 jutaÂ
Pencair
Bukan hanya Dhana Widyatmika yang mencairkan cek pelawat. Puluhan orang, sebagian politikus, tercatat namanya di bank sebagai penukar cek.
PKS
Demokrat
PDIP
Golkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo