Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ia ingin menulis memoir

Sarwo edhie mengundurkan diri dari anggota dpr karena merasa tak produktif di lembaga ini. ada isu karena ia kecewa atas jabatan yang diperolehnya. ia tetap masih aktif dalam pelbagai jabatan lainnya.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURSI DPR yang diperebutkan di pemilu ternyata tak dianggap empuk oleh semua orang. Paling tidak itulah anggapan Sarwo Edhie Wibowo, yang Jumat dua pekan lalu mengajukan surat pengunduran dirinya dari lembaga wakil rakyat di Senayan itu. Ada apa? "Di DPR saya tak bisa berbuat banyak untuk rakyat," kata Sarwo Edhie kepada TEMPO. "Karena itu, lebih baik digantikan oleh yang lebih muda saja," tambahnya. Yang jelas, ini bukan keputusan mendadak. Letnan jenderal purnawirawan baret merah lini sudah mengajukan keinginannya berhenti dari DPR sejak sebelum Sidang Umum MPR lalu. Namun, Ketua Umum DPP Golkar memintanya agar mengundurkan niatnya sampai usai Sidang Umum. Sarwo menurut. Surat pengunduran dirinya pun dilayangkan 15 Maret lalu ke DPP Golkar, bukan ke pimpinan DPR. Alasan tokoh yang dikenal tegas dan sangat disiplin ini, "Yang mengirimkan saya itu DPP Golkar. Kalau saya menulis surat duluan ke DPR, nanti saya dianggap indisipliner." DPP-lah yang diharapkannya akan menaliknya dari DPR. Keinginan itu agaknya terpaksa diluluskan. "Pengunduran diri itu alasannya pribadi, jadi tak bisa ditolak," kata Sekjen Golkar Sarwono Kusumaatmadja. "Golkar sedang menyiapkan surat berhentinya," tambah Sarwono. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara ini menegaskan bahwa mundurnya Sarwo, "tak akan membawa pengaruh buruk dalam Golkar, karena hubungan kami dengan Pak Sarwo itu 'kan baik-baik saja." Sesuai dengan prosedur, surat Sarwo itu akan disampaikan kepada Presiden melalui pimpinan DPR. Menurut ketentuan, penghentian seorang anggota DPR memang harus setahu Presiden. Kasus Sarwo ini unik. Setidaknya selama masa Orde Baru, baru sekali inilah seorang anggota DPR mengundurkan diri. Banyak yang menerka-nerka latar belakang pengunduran diri Sarwo. Maklum, penjelasannya memang singkat. Bahkan dalam surat pengunduran dirinya ia cuma menyebutkan karena adanya "kesibukan lain". Penjelasan tuntasnya rupanya cuma disampaikannya pada Sudharmono. "Apa yang saya bicarakan dengan Ketua Umum DPP Golkar itu confidential. Secara politis saya tak bisa menjelaskannya," tutur Sarwo. "Pokoknya, saya merasa tak bisa berbuat banyak. Saya kira itu banyak artinya," katanya. Yang jelas, faktor lanjut usia pasti bukan alasan bekas komandan baret merah yang masih fit ini. Ia, misalnya, tetap berniat aktif dalam sederetan jabatan yang dipegangnya selama ini, yaitu Ketua Dewan Pengawas Bank Bumi Daya, Ketua Umum Taekwondo Indonesia, Pelindung Wanadri, dan banyak lagi. Selanjutnya ia merencanakan suatu langkah yang bermanfaat bagi banyak orang. "Apa yang bermanfaat itu tidak selalu berada di legislatif atau eksekutif," katanya. Yang dimaksudnya, "Saya ingin menyelesaikan memoir saya." Tokoh yang dikenal sangat antikomunis ini berharap, memoir itu kelak dapat menjadi bacaan berguna bagi masyarakat. Karena itu, perlu segera diselesaikan. "Kalau menunggu terus nanti keburu pikun," kata Sarwo, 63 tahun. Tabir yang menyelimuti pengunduran diri Sarwo ini tentu menyebabkan lahirnya berbagai isu. Antara lain bahwa hal ini dilakukannya karena kecewa atas jabatan yang diperolehnya. Isu ini dibantah keras oleh Sarwo. "Kalau ada yang menginterpretasikan macam-macam, orang itu belum mengenal saya. Atau malah mungkin PKI yang membalikkan masalah," kata Sarwo, yang tetap hidup sederhana ini. Kesederhanaan memang merupakan ciri khas Sarwo. Juga semangatnya untuk mengerJakan tugas yang dibebankan kepadanya sebaik mungkin. Senin pekan ini, misalnya, ia - sebagai Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen - masih memimpin rapat di DPR. "Semua pekerjaan menarik bagi saya," kata tokoh yang pernah menjadi Pangdam, Dubes, Gubernur Akabri, Irjen Deplu, dan Kepala BP7 ini. Lalu ia mengulang lagi mottonya: "Hidupku untuk bangsa dan negara".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus