PENGAJIAN itu berlangsung di dalam ruangan tertutup. Semua pesertanya wanita, berjilbab dan duduk lesehan beralaskan tikar. Mereka diasuh oleh tiga orang da'i muda: Abdul Malik, Muhamad Yusuf Haswat, dan Yohanes Fauan Happi. Berlangsung di rumah milik Umar Sadali di Dusun Kolekan, Desa Beku, Klaten, Jawa Tengah, akhir tahun lalu, pengajian ini memang lain dari biasanya. Orang luar "diharamkan" mendengar pengajian ini, meski pemilik rumah sekalipun. Pengajian rahasia yang berlangsung selama tiga hari itu pun membikin gundah sang pemilik rumah. "Karena kegiatan itu dilakukan di dalam ruangan tertutup, kami jadi curiga," ujar Umar Sadali. Umar Sadali lalu melaporkan hal itu kepada polisi. Pada hari terakhir, 26 November 1987, mereka digerebek oleh petugas. Maka, ditangkaplah 13 cewek peserta pengajian itu bersama tiga orang da'i tadi. Mereka mengaku mahasiswi beberapa perguruan tinggi di Yogya. Kepada petugas mereka menyatakan tidak tahu tujuan pengajian itu yang sesungguhnya. "Kami bersedia ikut hanya untuk menambah pengetahuan dan mempertebal iman," ujar Sriantini, 21 tahun, bukan nama sebenarnya, salah seorang peserta pengajian tersebut. Dua pekan lalu, ke-13 gadis ini diajukan ke pengadilan negeri Klaten, bukan dengan tuduhan tindak pidana subversif, tapi tindak pidana umum. Majelis hakim sependapat dengan jaksa, bahwa para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana: turut serta dalam perkumpulan dengan tujuan melakukan kejahatan. Mereka dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dalam masa percobaan 1 tahun. Menurut Sri Budi Astuti, ketua majelis ke-13 gadis itu terbukti bersalah telah ikut campur dalam suatu perkumpulan untuk melakukan kejahatan. Mereka menamakan dirinya Usroh, dengan tujuan membentuk negara berdasarkan Quran dan Hadis. Tapi para mahasiswi ini dikategorikan hanya ikut-ikutan. "Mereka telah menyadari dan menyesali perbuatannya. Apalagi mereka punya harapan masa depan yang cerah, dengan giat belajar," ujar Sarijanto, S.H., Ketua Pengadilan Negeri Klaten, tentang pertimbangan hukumnya. Kesalahan mereka, menurut Sarijanto, karena tidak segera lapor dan merahaslakan alamat mereka, hingga sempat ditahan beberapa bulan. Menurut pengakuan Sriantini, mereka tidak tahu bahwa harus tinggal di tempat pengajian selama tiga hari. "Kami tidak dibolehkan pulang," kata Sriantini, mahasiswi IAIN Sunan Kalijaga ini. Untuk makan selama pengajian, mereka patungan. "Kami betul-betul menyesal, gara-gara ikut pengajian kami ditahan berbulanbulan," tutur Sri lagi. Mereka hadir di pengajian itu atas undangan Abdul Malik, salah seorang da'i asal Desa Jungkere, Klaten. Di pengajian itu, mereka dicekoki dengan hasutan-hasutan politik, yang mendiskreditkan pemerintah, lembaga peradilan, dan Majelis Ulama Indonesia. Materi ceramah, menurut Sri, mula-mula membahas masalah SARA. Lalu sejarah terbentuknya negara-negara Islam, sejak Nabi Muhammad sampai revolusi Iran. Materi itu, selain diambil dari buku Al Islam dan Islam Sebah Pemberontakan, juga dari kitab suci Quran. Di sela-sela ceramah itulah disisipkan hasutan-hasutan tadi. Menurut pengakuan ketiga da'i tersebut, kelompok ini diberi nama Usroh, tapi berbeda dengan Usroh yang pernah digerebek dan tokohnya diadili di beberapa pengadilan di Jawa Tengah. Usroh, menurut mereka, berani penanaman ajaran Islam. Kelompok ini, menurut pengakuan mereka sewaktu benindak sebagai saksi di pengadilan, ingin menanamkan alam pikiran yang mengarah pada tujuan pembentukan negara Islam berdasarkan Quran dan Hadis. Kini ketiga da'i itu menunggu giliran untuk diajukan ke pengadilan. Mereka akan dituduh melakukan tindak pidana subversif. Slamet Subagyo, Heddy Lugito, dan Syahril Chili (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini